Alanshia alias Aliong pemutilasi Ancol menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dalam persidangan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 5 saksi.
Menurut saksi Bambang Prayitno, dirinya pernah melihat bercak warna merah di lantai bawah jendela ruko 26D Mediterania Ancol tempat Alanshia tinggal. Penemuan itu bermula saat ia diminta mencari apakah masih ada orang di dalam ruko pada 12 Maret 2013 atau tepatnya sehari sebelum mayat ditemukan.
"Saat itu saya lihat ada bercak darah di lantai di bawah jendela. Saya langsung lapor ke komandan saya Andes," katanya dalam persidangan, Selasa (30/7/2013).
Sementara saksi lain, Andes mengira itu bukanlah darah melainkan tinta. Sebab, ruko itu diketahui digunakan untuk percetakan. "Iya betul saya mengira itu tinta karena di dalam merupakan percetakan," kata Andes.
Bambang dan Andes kemudian melapor ke atas mereka, Nur Fahmi, yang ternyata lebih percaya dengan ucapan Andes yang menyebut itu bukan bercak darah melainkan tinta.
Namun, sehari kemudian Bambang dan Andes ditelepon Fahmi yang menyebut penemuan mayat di lokasi bercak darah yang dikira tinta itu. "Saya ditelepon, lalu datang. Tapi tidak boleh masuk sama polisi. Saya juga tidak tahu itu mayat siapa," tukas Bambang.
Keduanya tidak diperkenakan masuk ke ruko oleh pihak kepolisian. Para saksi baru mengetahui kalau korban itu bernama Tony dan pembunuhnya adalah Alanshia dari berita di berbagai media.
Selain Bambang dan Andes, ada 2 petugas keamanan yang juga diperiksa. Yakni Putut Priyanto dan Rahmat Subekti. Istri korban, Marlina Suparmin juga hadir sebagai saksi dalam persidangan itu.
Terdakwa Alanshia menjalani sidang terkait kasus dugaan pembunuhan dan mutilasi rekan bisnisnya Tony Arifin Djomin. Di dalam ruko itu juga ditemukan narkoba jenis sabu.
Sebelumnya Alanshia didakwa Pasal 340 KUHP subsidier Pasal 338 KUHP lebih subsider Pasal 351 ayat 1 dalam kasus pembunuhan berencana. Dan, Pasal 114 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 subsidier Pasal 112 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Nakotika. (Ali/Sss)
Menurut saksi Bambang Prayitno, dirinya pernah melihat bercak warna merah di lantai bawah jendela ruko 26D Mediterania Ancol tempat Alanshia tinggal. Penemuan itu bermula saat ia diminta mencari apakah masih ada orang di dalam ruko pada 12 Maret 2013 atau tepatnya sehari sebelum mayat ditemukan.
"Saat itu saya lihat ada bercak darah di lantai di bawah jendela. Saya langsung lapor ke komandan saya Andes," katanya dalam persidangan, Selasa (30/7/2013).
Sementara saksi lain, Andes mengira itu bukanlah darah melainkan tinta. Sebab, ruko itu diketahui digunakan untuk percetakan. "Iya betul saya mengira itu tinta karena di dalam merupakan percetakan," kata Andes.
Bambang dan Andes kemudian melapor ke atas mereka, Nur Fahmi, yang ternyata lebih percaya dengan ucapan Andes yang menyebut itu bukan bercak darah melainkan tinta.
Namun, sehari kemudian Bambang dan Andes ditelepon Fahmi yang menyebut penemuan mayat di lokasi bercak darah yang dikira tinta itu. "Saya ditelepon, lalu datang. Tapi tidak boleh masuk sama polisi. Saya juga tidak tahu itu mayat siapa," tukas Bambang.
Keduanya tidak diperkenakan masuk ke ruko oleh pihak kepolisian. Para saksi baru mengetahui kalau korban itu bernama Tony dan pembunuhnya adalah Alanshia dari berita di berbagai media.
Selain Bambang dan Andes, ada 2 petugas keamanan yang juga diperiksa. Yakni Putut Priyanto dan Rahmat Subekti. Istri korban, Marlina Suparmin juga hadir sebagai saksi dalam persidangan itu.
Terdakwa Alanshia menjalani sidang terkait kasus dugaan pembunuhan dan mutilasi rekan bisnisnya Tony Arifin Djomin. Di dalam ruko itu juga ditemukan narkoba jenis sabu.
Sebelumnya Alanshia didakwa Pasal 340 KUHP subsidier Pasal 338 KUHP lebih subsider Pasal 351 ayat 1 dalam kasus pembunuhan berencana. Dan, Pasal 114 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 subsidier Pasal 112 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Nakotika. (Ali/Sss)