Sukses

Ahok: Kita Undang Turis Datang, Tapi Kenapa Nolak Warga ke DKI?

Ahok merasa tak nyaman jika harus melarang warga di luar Jakarta yang ingin mencoba mengadu nasib di Ibukota.

Tak perlu operasi yustisi untuk menekan jumlah penduduk pendatang di Jakarta. Operasi ini dinilai tak tepat oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Pria yang akrab disapa Ahok itu merasa tak nyaman jika harus melarang warga di luar Jakarta yang ingin mencoba mengadu nasib di Ibukota. Padahal, Jakarta begitu terbuka dengan para turis mancanegara.

"Kami mengharapkan tahun ini ada persepsi yang berbeda tentang arus mudik dan balik," kata Ahok saat memimpin Apel Siaga Pengendalian Arus Mudik dan Arus Balik Idul Fitri 1434H di lapangan parkir IRTI Monas, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2013).

"Seharusnya di kota besar seperti Jakarta ini tidak ada lagi operasi yustisi. Kenapa kita undang turis datang, tapi nolak warga ke Jakarta?"

Untuk mengurangi jumlah warga pendatang di Jakarta, Ahok menilai, seharusnya dilakukan sesuai dengan kondisi warga. Misalnya, sepulangnya dari mudik, sebuah keluarga kembali ke Jakarta dengan membawa asisten rumah tangga dari daerah lain, maka asisten itu tak bisa terjaring operasi yustisi. Karena asisten rumah tangga itu bekerja dan tinggal bersama majikannya.

Yang harusnya ditertibkan adalah warga pendatang yang tak berpenghasilan tetap. Mereka inilah yang biasanya membentuk pemukiman kumuh.

"Harus ubah persepsi. Misalnya selama seorang pembantu rumah tangga mendapatkan pekerjaan tetap dan tinggal menambah pemukiman, ya tidak apa-apa. Yang kami mau itu, tidak ada lagi PKL di jalan raya, terus rumah-rumah liar di sungai dan waduk," pungkas Ahok.

Maka dari itu dalam rangka mengendalikan mobilitas penduduk, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI melakukan monitoring penduduk pada arus mudik dan kembali serta operasi bina kependudukan untuk menggantikan operasi yustisi.

Dinas Dukcapil DKI berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik memprediksi, jumlah pendatang baru Jakarta sebanyak 52.166 orang. Dari jumlah itu, 32.011 (61,36%) diprediksi akan menetap di DKI, 15.413 (29,55%) tidak menetap dan 4.742 (9,09%) akan menetap di luar atau pinggiran Jakarta. (Ndy/Ism)
Video Terkini