Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi dan Wagub Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok harus turun tangan langsung dalam membongkar dan membasmi praktik kecurangan dalam uji kir (kelayakan), khususnya bagi angkutan umum. Praktik kecurangan ini dinilai telah mengakar dan terjadi sejak lama. Oleh karena itu tak cukup hanya pejabat dari dinas terkait saja yang mengurusi uji kir.
"Jokowi-Ahok harus turun tangan langsung melihat proses pengujian. Karena ini sudah banyak kecurangan yang terjadi di lokasi uji kir," kata pengamat transportasi dari Universitas Indonesia Ellen Tangkudung di Jakarta, Sabtu (3/8/2013).
Ellen menilai, sopir angkutan umum saat ini lebih memilih untuk mengeluarkan uang lebih besar daripada harus melewati serangkaian proses uji kelayakan. Apalagi mereka juga belum tentu bisa lulus. Sementara para penguji kelayakan kendaraan juga tak berlaku tegas. Mereka memberi penilaian tanpa pengujian.
"Para penguji kir hanya mengecap tanpa adanya proses pengujian kendaraan secara layak. Tempat prosesnya kosong, tapi di tempat ngambil bukunya malah ngantre. Katanya udah diuji, tapi busnya tidak terlihat. Ini kan aneh," tuturnya.
Untuk itu, lanjut Ellen, Jokowi melalui Dinas Perhubungan DKI juga harus melakukan pengecekan terhadap kinerja para petugas kir di lapangan. Tak cuma mengecek tempat uji kir. Ellen khawatir, fasilitas pengujian dan para petugas yang berwenang tak sesuai dengan standar yang berlaku.
"Ini perlu dievaluasi. Yang namanya penguji itu harus bersertifikat, biar tahu kemampuan dia seperti apa. Selama ini mereka sudah bersertifikat apa belum? Kan kita nggak tahu juga," ucap dia.
"Dinas perhubungan juga tidak pernah melakukan evaluasi terhadap penataan trayek, sehingga menimbulkan masalah-masalah seperti kecelakaan karena rem blong yang waktu itu terjadi di Rawamangun," pungkas Ellen.
Para sopir Metromini mengeluhkan adanya praktik pemerasan yang dilakukan oleh para petugas uji kir. Dalam aksinya yang dilakukan beberapa waktu lalu di Balaikota, Jakarta, para sopir ini mengaku harus merogoh kocek lebih dalam agar dapat lolos uji kelayakan ini.
"Baru masuk saja disuruh bayar Rp 100 ribu. Bolak-balik itu udah habis Rp 700 ribu. Padahal belum bayar setoran. Keluar duit banyak, sudah nyampe sana nggak lulus, akhirnya nekat jalan nggak pake kir," ujar Suroso, seorang sopir Metromini. (Ndy/Sss)
"Jokowi-Ahok harus turun tangan langsung melihat proses pengujian. Karena ini sudah banyak kecurangan yang terjadi di lokasi uji kir," kata pengamat transportasi dari Universitas Indonesia Ellen Tangkudung di Jakarta, Sabtu (3/8/2013).
Ellen menilai, sopir angkutan umum saat ini lebih memilih untuk mengeluarkan uang lebih besar daripada harus melewati serangkaian proses uji kelayakan. Apalagi mereka juga belum tentu bisa lulus. Sementara para penguji kelayakan kendaraan juga tak berlaku tegas. Mereka memberi penilaian tanpa pengujian.
"Para penguji kir hanya mengecap tanpa adanya proses pengujian kendaraan secara layak. Tempat prosesnya kosong, tapi di tempat ngambil bukunya malah ngantre. Katanya udah diuji, tapi busnya tidak terlihat. Ini kan aneh," tuturnya.
Untuk itu, lanjut Ellen, Jokowi melalui Dinas Perhubungan DKI juga harus melakukan pengecekan terhadap kinerja para petugas kir di lapangan. Tak cuma mengecek tempat uji kir. Ellen khawatir, fasilitas pengujian dan para petugas yang berwenang tak sesuai dengan standar yang berlaku.
"Ini perlu dievaluasi. Yang namanya penguji itu harus bersertifikat, biar tahu kemampuan dia seperti apa. Selama ini mereka sudah bersertifikat apa belum? Kan kita nggak tahu juga," ucap dia.
"Dinas perhubungan juga tidak pernah melakukan evaluasi terhadap penataan trayek, sehingga menimbulkan masalah-masalah seperti kecelakaan karena rem blong yang waktu itu terjadi di Rawamangun," pungkas Ellen.
Para sopir Metromini mengeluhkan adanya praktik pemerasan yang dilakukan oleh para petugas uji kir. Dalam aksinya yang dilakukan beberapa waktu lalu di Balaikota, Jakarta, para sopir ini mengaku harus merogoh kocek lebih dalam agar dapat lolos uji kelayakan ini.
"Baru masuk saja disuruh bayar Rp 100 ribu. Bolak-balik itu udah habis Rp 700 ribu. Padahal belum bayar setoran. Keluar duit banyak, sudah nyampe sana nggak lulus, akhirnya nekat jalan nggak pake kir," ujar Suroso, seorang sopir Metromini. (Ndy/Sss)