Sukses

Kopi Terakhir Ipda Anumerta Dwiyatno

Kopi diseruput perlahan-lahan. Dwiyatno yang sudah 10 tahun bertugas beranjak mandi. Tak disangka, itu seruputan kopi terakhir Dwiyatno.

Kematian Aiptu Dwiyatno, yang kini berpangkat Ipda Anumerta, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga. Istri dan tiga anaknya tak hentinya menitikkan air mata ketika tubuh Dwiyatno berbalut kain kafan itu dimasukkan ke peristirahatan terakhir.

Tak ada lagi sosok pemimpin yang menakhodai rumah tangga. Tak ada lagi pribadi yang bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Dwiyatno sudah kembali kepada Sang Pencipta. Warsih (47), istri Dwiyatno tak bisa menutupi kesedihannya. Dia masih ingat, suami tercintanya itu berpesan tengah malam tadi.

"Dia minta dibangunkan pagi-pagi. Saya bangunkan pukul 03.00 WIB, pas sahur. Tapi tidur lagi," kata Warsih usai pemakaman Dwiyatno di Tempat Pemakaman Umum Griya, Pamulang Barat, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (7/8/2013). Warsih kemudian membangunkan kembali ayah dari Brigadir Polisi Dua (Bripda) Eko Widiyantoro itu. Usai menyantap sahur, Warsih kemudian membuatkan segelas kopi hitam untuk Dwiyatno.

Kopi diseruput perlahan-lahan. Setelahnya, Dwiyatno yang sudah 10 tahun menjadi anggota Bina Masyarakat (Binmas) Polsek Metro Cilandak Jakarta Selatan itu beranjak mandi. Ia hendak bertugas di wilayah Lebak Bulus. Termasuk mengisi ceramah di masjid. Memang itu tugasnya sebagai anggota Binmas, berbaur dengan masyarakat.

Seperti biasa, Subuh itu Dwiyatno pamit berangkat. Dengan sepeda motor dinas bernopol 2643-31 VII, ia tancap gas meninggalkan rumahnya pukul 04.00 WIB lewat. Nahas, rupanya itu terakhir kalinya Warsih melihat wajah suami yang sudah memberinya tiga orang anak itu. Kala itu, wajah Dwiyatno tampak cerah dan penuh senyum.

Tak ada firasat apa-apa Subuh itu. "Tahu-tahu dikabarkan Bapak sudah di UGD RS Sari Asih. Saya kemudian dijemput sama polisi, temannya Bapak," ucap Warsih sambil mengusap air mata di pipinya. Dwiyatno juga sempat meninggalkan pesan menjelang tidur. Almarhum berpesan agar zakat fitrah untuk anak yatim dan piatu serta tetangga yang sudah janda disiapkan. Maklum, Rabu ini adalah hari terakhir bulan suci Ramadan. Besok sudah Lebaran.

"Saya bilang sudah disiapkan fitrahnya. Tinggal besok dikasih," kata Warsih yang masih tak kuasa menahan tangis. Kini, Dwiyatno sudah kembali ke sisi-Nya. Warsih pun meminta agar setiap kesalahan suaminya dapat dimaafkan. Serta amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT. "Saya ucapkan terima kasih pada semua yang hadir di sini. Mohon dimaafkan jika ada banyak kesalahan," kata Warsih.

Tak hanya meninggalkan istrinya, Warsih, kepergian Dwiyanto juga meninggalkan 3 orang anak. Mereka adalah Bripda Eko Dwiyantoro yang kini bertugas sebagai Anggota Direktorat Shabara Polda Metro Jaya, Risa Dwi Wardani yang masih kuliah semester IV, dan Krisna Alingga Putra (13) yang baru masuk SMP.

Inspektur Polisi Dua (Ipda) Anumerta Dwiyatno menjadi korban penembakan oleh orang tak dikenal di dekat RS Sari Asih, Jalan Otista Raya, Sasak Tinggi, Ciputat, pagi tadi. Dia tewas ditembak saat hendak menuju tempat kerjanya sekitar pukul 04.30 WIB.

Dwiyatno yang mengalami luka tembak di bagian kepala belakang itu sempat dibawa ke UGD RS Sari Asih untuk mendapatkan pertolongan. Akan tetapi nyawanya tidak tertolong. Pelaku diduga menggunakan pistol kaliber 99 milimeter.

Pemakaman Dwiyatno dipimpin langsung Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Polisi Wahyu Hadiningrat. Sekitar pukul 13.30 WIB, jenazah ayah anak dua ini dikebumikan. Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo sudah melayat ke RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur. Dugaan awal, pelaku berjumlah dua orang. "Proyektil bersarang di pelipis. Diduga pistol kaliber 99 MM," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Putut Eko Bayuseno di Markas Polres Jakarta Selatan.

Dwiyatno dilaporkan sempat menerima telepon misterius, sebelum peristiwa itu terjadi. Entah dari siapa. "Memang benar ada telepon masuk sebelum berangkat ke masjid, sekitar jam 04.00 Subuh tadi. Tapi dari siapa saya kurang tahu," kata keponakan almarhum, Fendi kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu (7/8/2013).

Polisi Jadi Target

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menduga bahwa aksi penembakan, yang menyebabkan tewasnya anggota polisi sudah menjadi pola. Hal ini terjadi karena tidak ada koordinasi yang bersifat kelembagaan di Kepolisian.

"Sudah 2 kali terjadi di Ciputat dalam 10 hari ini. Saya khawatir ini sudah jadi pola," kata Eva dalam pesan singkatnya di Jakarta, Rabu (7/8/2013).

Eva menduga tidak ada koordinasi yang cermat antar-lembaga negara yang mempunyai unit anti-radikalisme. Akibatnya, pencegahan dan penindakan tidak efektif bagi pemberantasan terorisme.

Sebab menurut Eva, kejadian pertama korban polisi di Pondok Cabe, waktunya hampir sama. "Lalu pagi ini terulang, tentu menimbulkan tanda tanya. Kembali di lokasi yang berbeda," kata Eva.

Eva berduka dan simpati pada korban dan keluarga. Sehingga, jalan terbaik adalah polisi segera investigasi dan menemukan pelaku sehingga duduk perkara diketahui secara pasti. Termasuk persiapan antisipasi secara kelembagaan.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane prihatin dengan sejumlah aksi penembakan anggota polisi oleh orang tidak dikenal. Menurut dia, aksi-aksi penembakan ini disebabkan semakin tidak berwibawanya anggota polisi di mata masyarakat.

"Apalagi mereka melihat bahwa polisi-polisi sekarang sangat tidak terlatih dan terlalu gampang dipecundangi," kata Neta dalam keterangan tertulisnya. (Ism/Ary)