Pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi menuai banyak kontroversi. Bahkan, Keputusan Presiden (Keppres) pengangkatan yang dikeluarkan oleh Presiden SBY digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Patrialis pun dingin menanggapi hal itu. "Tidak apa-apa biar ramai," kata Patrialis di Gedung MK, Jakarta, Selasa 13 Agustus 2013.
Patrialis enggan mengambil pusing gugatan yang dilayangkan Koalisi Penyelamatan MK tersebut. Menurut dia, semua pihak harus menghormati gugatan itu.
"Hormati saja. Karena ini negara demokrasi, kita hormati saja," ujar mantan Menteri Hukum dan HAM itu.
Sebelumnya, Koalisi Penyelamatan MK mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta terhadap Keppres No 87/P Tahun 2013 tentang Penunjukkan Hakim Konstitusi. Karena dengan Keppres itu, SBY mengangkat Patrialis jadi hakim konstitusi menggantikan Akhmad Sodiki.
"Kami mengajukan pembatalan terhadap Keppres No 87/P Tahun 2013," kata anggota tim advokasi koalisi, Bahrain di Gedung PTUN, Jakarta Timur, Senin 12 Agustus.
Bahrain menjelaskan, pihaknya melihat ada yang salah terkait pengangkatan Patrialis sebagai hakim konstitusi. Yakni pengangkatan itu tidak sesuai dengan Undang-Undang MK, khususnya Pasal 15, 18, 19, 20, dan 25. Di mana diatur pengangkatan hakim konstitusi harus melewati proses seleksi di DPR.
Selain melanggar UU MK, Bahrain menerangkan, Keppres tersebut juga telah melanggar UU No 28/1999 tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih Bebas dari KKN, UU No 39/1999 tentang HAM, dan UU No 5/1986 Juncto No 51/2009 tentang PTUN.
Artinya, lanjut Bahrain, tidak adanya transparansi dan partisipatif dalam pengangkatan mantan Menteri Hukum dan HAM itu. "Karena proses seleksi yang transparan dan partisipatif itu tidak dilalui, maka kita anggap Keppres itu harus kita uji," tutur Bahrain. (Frd)
Patrialis pun dingin menanggapi hal itu. "Tidak apa-apa biar ramai," kata Patrialis di Gedung MK, Jakarta, Selasa 13 Agustus 2013.
Patrialis enggan mengambil pusing gugatan yang dilayangkan Koalisi Penyelamatan MK tersebut. Menurut dia, semua pihak harus menghormati gugatan itu.
"Hormati saja. Karena ini negara demokrasi, kita hormati saja," ujar mantan Menteri Hukum dan HAM itu.
Sebelumnya, Koalisi Penyelamatan MK mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta terhadap Keppres No 87/P Tahun 2013 tentang Penunjukkan Hakim Konstitusi. Karena dengan Keppres itu, SBY mengangkat Patrialis jadi hakim konstitusi menggantikan Akhmad Sodiki.
"Kami mengajukan pembatalan terhadap Keppres No 87/P Tahun 2013," kata anggota tim advokasi koalisi, Bahrain di Gedung PTUN, Jakarta Timur, Senin 12 Agustus.
Bahrain menjelaskan, pihaknya melihat ada yang salah terkait pengangkatan Patrialis sebagai hakim konstitusi. Yakni pengangkatan itu tidak sesuai dengan Undang-Undang MK, khususnya Pasal 15, 18, 19, 20, dan 25. Di mana diatur pengangkatan hakim konstitusi harus melewati proses seleksi di DPR.
Selain melanggar UU MK, Bahrain menerangkan, Keppres tersebut juga telah melanggar UU No 28/1999 tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih Bebas dari KKN, UU No 39/1999 tentang HAM, dan UU No 5/1986 Juncto No 51/2009 tentang PTUN.
Artinya, lanjut Bahrain, tidak adanya transparansi dan partisipatif dalam pengangkatan mantan Menteri Hukum dan HAM itu. "Karena proses seleksi yang transparan dan partisipatif itu tidak dilalui, maka kita anggap Keppres itu harus kita uji," tutur Bahrain. (Frd)