Lapak para pedagang Kali Lima (PKL) yang biasa mangkal di sepanjang Jalan KS Tubun, tepatnya di depan Museum Tekstil, Palmerah, Jakarta Barat, telah ditertibkan pada Rabu pagi tadi. Kios-kios semi permanen pun telah diangkut oleh petugas Satpol PP. Melihat penertiban tersebut, para PKL pun hanya bisa pasrah.
Seperti Bang Oon (37), warga Petamburan Jakarta Pusat, salah satu PKL yang ditertibkan. Ia mengaku pasrah atas kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu.
"Paling kita sih cuma bisa pasrah saja mas. Kalau kita sih tidak jadi masalah digusur begini. Tapi tolonglah kalau sudah dibongkar begini, bantu dulu kami yang rakyat kecil ini carikan tempat baru. Kita kan modal kaga ada buat jualan," kata pria yang mengaku telah berjualan di depan Museum Tekstil dari tahun 1984 kepada Liputan6.com, Rabu (14/8/2013).
Walaupun lapaknya telah digusur oleh petugas, namun Bang Oon meminta kepada Pemprov untuk menyediakan lahan baru untuknya berjualan. Bang Oon yang memiliki 2 orang anak ini mengaku bingung, apakah masih akan kembali membuka daganganya yang hanya berjualan barang loak.
"Kalau kita nge-loak aja di sini. Setuju aja sih digusur, saya perhatiin dia (pemerintah). Dia perhatiin saya, saya tidak muluk-muluk. Cuma kalau ada tempat buat jualan baru, tolong lah kita dikasih," keluhnya.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Bang Njay (45), salah satu pedagang yang juga ditertibkan kios semi permanennya. Menurutnya hasil berdagang selama 25 tahun di sepanjang Jalan KS Tubun, dapat memenuhi kebutuhannya selama ini.
"Dagang loakan saja lah pokoknya. Kita mah terima nasib aja gimana nanti mau dagang dimana lagi. Lumayan lah klo dagang disini, buat makan sama kontrak aja sih nutup," tuturnya.
Ketika ditanya apakah berminat untuk pindah ke Pasar Tanah Abang Blok G untuk meneruskan usahanya itu, Bang Njay mengaku tak mau. Menurutnya, di Blok G pasar Tanah Abang tidak diperuntukan untuk berdagang barang-barang bekas seperti yang ia dagangkan.
"Kalau di situ (Blok G) kan jual-jual baju semua. Kita mana bisa jual loakan begini buka lapak di situ," terang Bang Njay. (Tnt/Mut)
Seperti Bang Oon (37), warga Petamburan Jakarta Pusat, salah satu PKL yang ditertibkan. Ia mengaku pasrah atas kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu.
"Paling kita sih cuma bisa pasrah saja mas. Kalau kita sih tidak jadi masalah digusur begini. Tapi tolonglah kalau sudah dibongkar begini, bantu dulu kami yang rakyat kecil ini carikan tempat baru. Kita kan modal kaga ada buat jualan," kata pria yang mengaku telah berjualan di depan Museum Tekstil dari tahun 1984 kepada Liputan6.com, Rabu (14/8/2013).
Walaupun lapaknya telah digusur oleh petugas, namun Bang Oon meminta kepada Pemprov untuk menyediakan lahan baru untuknya berjualan. Bang Oon yang memiliki 2 orang anak ini mengaku bingung, apakah masih akan kembali membuka daganganya yang hanya berjualan barang loak.
"Kalau kita nge-loak aja di sini. Setuju aja sih digusur, saya perhatiin dia (pemerintah). Dia perhatiin saya, saya tidak muluk-muluk. Cuma kalau ada tempat buat jualan baru, tolong lah kita dikasih," keluhnya.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Bang Njay (45), salah satu pedagang yang juga ditertibkan kios semi permanennya. Menurutnya hasil berdagang selama 25 tahun di sepanjang Jalan KS Tubun, dapat memenuhi kebutuhannya selama ini.
"Dagang loakan saja lah pokoknya. Kita mah terima nasib aja gimana nanti mau dagang dimana lagi. Lumayan lah klo dagang disini, buat makan sama kontrak aja sih nutup," tuturnya.
Ketika ditanya apakah berminat untuk pindah ke Pasar Tanah Abang Blok G untuk meneruskan usahanya itu, Bang Njay mengaku tak mau. Menurutnya, di Blok G pasar Tanah Abang tidak diperuntukan untuk berdagang barang-barang bekas seperti yang ia dagangkan.
"Kalau di situ (Blok G) kan jual-jual baju semua. Kita mana bisa jual loakan begini buka lapak di situ," terang Bang Njay. (Tnt/Mut)