Kementerian Hukum dan HAM membenarkan alat-alat produksi sabu atau prekursor yang berada di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang adalah milik gembong narkoba Freddy Budiman. Lantas bagaimana alat tersebut bisa lolos ke dalam lapas?
Menurut Menkumham Amir Syamsuddin, para anak buahnya di jajaran lapas tak memiliki sistem penggeledahan dan pengawasan barang-barang yang masuk secara baik.
"Itu disebabkan karena sistem penggeledahan dan pengawasan masih sangat minim, khususnya terhadap petugas," kata Amir di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Kamis (15/8/2013).
Menurut Amir, Freddy bisa membawa alat produksi itu karena dia kerap mendapat kunjungan dan paket kiriman dari luar lapas. Kemudian terpidana mati itu menggunakan ruangan Kepala Seksi Kegiatan Kerja atas nama Abner Jolanda untuk mempermulus penerimaan barang-barang itu.
"Ruangan itu sebagai tempat transit barang-barang untuk Freddy," imbuh dia.
Amir mengakui para anak buahnya di Lapas Narkotika itu tak pernah melakukan pengawasan dan penggeledahan terhadap setiap barang yang hendak masuk ke dalam lapas. Alhasil, alat produksi itu pun bisa lolos ke tangan Freddy.
"Padahal lapas sering dijadikan penyimpanan barang-barang yang dilarang dalam peraturan," ujar Amir.
Sanksi
Terkait hal ini, lanjut Amir, Kemenkumham sudah menjatuhkan sanksi terhadap Abner dan Kepala Subsi Bimbingan Kerja Irawan Syahputra karena terbukti menyalahgunakan jabatan dengan memberi fasilitas kepada Freddy. Setiap kali menggunakan ruangan kerja mereka untuk menerima kunjungan dari teman, keluarga atau kerabat, Freddy membayar sejumlah uang.
"Sebagai imbalan dibayar uang sebesar Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta," ungkap Amir.
Selain kedua pegawai itu, Kemenkumham juga menjatuhkan sanksi kepada Kepala Seksi Administrasi dan Kamtib Bambang Mardi Susilo. Dia terbukti memberi fasilitas ruangan kerjanya kepada narapidana bernama Yudi Prasetyo dan Tjetjep Setiawan alias Asiong untuk menerima kunjungan. Sama, Bambang juga mendapat bayaran Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta.
Tak hanya itu, Thurman Saud Hutapea sebagai Kalapas Narkotika Cipinang juga diberikan sanksi. Karena dia terbukti lalai sebagai orang yang paling bertanggung jawab di lapas tersebut.
Thurman terbukti mengetahui adanya penyalahgunaan ruang kerja itu, namun tidak melakukan tindakan pencegahan. "Ketiganya akan segera diproses hukuman disiplin sesuai dengan PP Nomor 53 Tahun 2010," tegas Amir. (Ali/Sss)
Menurut Menkumham Amir Syamsuddin, para anak buahnya di jajaran lapas tak memiliki sistem penggeledahan dan pengawasan barang-barang yang masuk secara baik.
"Itu disebabkan karena sistem penggeledahan dan pengawasan masih sangat minim, khususnya terhadap petugas," kata Amir di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Kamis (15/8/2013).
Menurut Amir, Freddy bisa membawa alat produksi itu karena dia kerap mendapat kunjungan dan paket kiriman dari luar lapas. Kemudian terpidana mati itu menggunakan ruangan Kepala Seksi Kegiatan Kerja atas nama Abner Jolanda untuk mempermulus penerimaan barang-barang itu.
"Ruangan itu sebagai tempat transit barang-barang untuk Freddy," imbuh dia.
Amir mengakui para anak buahnya di Lapas Narkotika itu tak pernah melakukan pengawasan dan penggeledahan terhadap setiap barang yang hendak masuk ke dalam lapas. Alhasil, alat produksi itu pun bisa lolos ke tangan Freddy.
"Padahal lapas sering dijadikan penyimpanan barang-barang yang dilarang dalam peraturan," ujar Amir.
Sanksi
Terkait hal ini, lanjut Amir, Kemenkumham sudah menjatuhkan sanksi terhadap Abner dan Kepala Subsi Bimbingan Kerja Irawan Syahputra karena terbukti menyalahgunakan jabatan dengan memberi fasilitas kepada Freddy. Setiap kali menggunakan ruangan kerja mereka untuk menerima kunjungan dari teman, keluarga atau kerabat, Freddy membayar sejumlah uang.
"Sebagai imbalan dibayar uang sebesar Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta," ungkap Amir.
Selain kedua pegawai itu, Kemenkumham juga menjatuhkan sanksi kepada Kepala Seksi Administrasi dan Kamtib Bambang Mardi Susilo. Dia terbukti memberi fasilitas ruangan kerjanya kepada narapidana bernama Yudi Prasetyo dan Tjetjep Setiawan alias Asiong untuk menerima kunjungan. Sama, Bambang juga mendapat bayaran Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta.
Tak hanya itu, Thurman Saud Hutapea sebagai Kalapas Narkotika Cipinang juga diberikan sanksi. Karena dia terbukti lalai sebagai orang yang paling bertanggung jawab di lapas tersebut.
Thurman terbukti mengetahui adanya penyalahgunaan ruang kerja itu, namun tidak melakukan tindakan pencegahan. "Ketiganya akan segera diproses hukuman disiplin sesuai dengan PP Nomor 53 Tahun 2010," tegas Amir. (Ali/Sss)