Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mengungkap kronologi di balik pembongkaran pabrik sabu di dalam Lapas Narkotika Cipinang. Terbongkarnya pabrik sabu itu diawali dari informasi adanya paket kiriman Ephedrine yang akan diterima gembong narkoba Freddy Budiman pada Juni 2013.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Arman Depari mengungkap, setelah Freddy menerima paket dus berisi 15 kg Ephedrine, ia membawa dan membukanya di ruang kerja Kasi Bimker yang ditempati seorang PNS berinisal AJ. Diketahui, paket tersebut merupakan bahan baku yang akan diolah menjadi sabu.
"Paket itu disaksikan 3 rekannya, HC, AS dan TR, kemudian FB (Freddy) menyerahkan 5 kg kepada HC dan menyuruh TR menyimpang 10 kg Ephedrine di kamar 202 Blok S yang merupakan sebelah kamar FB," beber Arman di Aula Dittipid Narkoba Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (16/8/2013).
Setelah Freddy menerima bahan-bahan dan alat pembuat sabu itu, lalu menyerahkannya kepada HC. Sedangkan untuk bahan baku, Freddy menyerahkannya kepada AS kemudian diberikan kepada AH untuk disimpan.
"Kejadian itu sekitar awal Agustus 2013. Kemudian ditemukan oleh petugas Lapas ketika melakukan sidak bersama Menkumham (Amir Syamsuddin) pada 5 Agustus 2013," terang dia.
Setelah bahan-bahan diterima, lanjut Arman, tersangka HC langsung memproduksi Ephedrine menjadi sabu dengan dibantu VC dan menghasilkan 2 kilogram sabu dengan kurun waktu 54 jam.
"Kemudan, sabu yang sudah jadi diserakan kembali ke FB dan pada pertengahan Juli 2013 dibawa ke luar lapas dalam 2 tahap. Pertama 1,5 kg dan kedua 0,5 kg," beber Arman.
Tak berselang lama, Tim Dittipid Narkoba mengendus kasus ini dan menangkap tersangka JW di kantin Lapas Narkoba Cipinang dengan barang bukti 300 gram sabu. Barang itu diterima JW dari AS yang membeli dari Freddy seharga Rp 180 juta.
Keterlibatan Sipir GW
Sebelum dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, Freddy yang merupakan terpidana mati kasus narkoba itu sudah mengirim 2,5 kg dan 0,5 kg sabu kepada petugas Lapas bernama GW.
"Kemudian GW memberikan kepada Mamat di Jalan Kartini, Jakarta Pusat. Mamat mengirim 2,5 kg sabu melalui ekspedisi Sakura Express yang dialamatkan kapada H Mus Atas perintah H Man," ungkap dia.
Mus dan Man, ungkap Arman, telah masuk dalam Daftar Pencarian Oran (DPO). Mus beralamat di Perum Puri Asri Blok D1 No 24 Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur.
Hasil pengembangan itu, tim Dittipid Narkoba pun berhasil menangkap Mamat di Jalan Kartini dan menyita 0,5 kg sabu. Selain itu, GW yang merupakan petugas sipir juga ditangkap di rumahnya Jalan Kartini VII C dan menyita 0,14 gram sabu.
"Selain itu anggota juga menangkap MY saat mengambil 2,5 kg sabu di ekspedisi Sakura Express Jalan Margomulyo Permai Blok EE No 2 Surabaya karena disuruh H Mus," papar perwira tinggi bintang satu itu.
Lalu, lanjutnya, tim Dittipid mengabarkan kepada Dirjen Pemasyarakatan (PAS) kalau di dalam Lapas Kelas II A Narkotika Cipinang ada pabrik shabu. Informasi itu disampaikan pada 3 Agustus 2013.
"Setelah berkoordinasi pada 5 Agustus 2013 Menkumham bersama Tim Dittipid Narkoba sidak dan menemukan bahan serta peralatan untuk memproduksi narkoba di ruang tengah belakang lapas tersebut," tegas Arman.
Dari kronologis itu, Tim Dittipid Narkotika menduga Freddy Budiman sebagai dalang di balik kasus itu, dengan melibatkan HC dan VC untuk memproduksi sabu di dalam lapas. Selain itu, polisi menduga Freddy menyuruh napi lain untuk memproduksi sabu.
"Sebab sabu yang diedarkan FB ada 3,3 kg dan yang diakui HC hanya 2 kg. Artinya ada 1,3 kg sabu yang diproduksi napi lain di dalam lapas," tandas Arman. (Mut/Yus)
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Arman Depari mengungkap, setelah Freddy menerima paket dus berisi 15 kg Ephedrine, ia membawa dan membukanya di ruang kerja Kasi Bimker yang ditempati seorang PNS berinisal AJ. Diketahui, paket tersebut merupakan bahan baku yang akan diolah menjadi sabu.
"Paket itu disaksikan 3 rekannya, HC, AS dan TR, kemudian FB (Freddy) menyerahkan 5 kg kepada HC dan menyuruh TR menyimpang 10 kg Ephedrine di kamar 202 Blok S yang merupakan sebelah kamar FB," beber Arman di Aula Dittipid Narkoba Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (16/8/2013).
Setelah Freddy menerima bahan-bahan dan alat pembuat sabu itu, lalu menyerahkannya kepada HC. Sedangkan untuk bahan baku, Freddy menyerahkannya kepada AS kemudian diberikan kepada AH untuk disimpan.
"Kejadian itu sekitar awal Agustus 2013. Kemudian ditemukan oleh petugas Lapas ketika melakukan sidak bersama Menkumham (Amir Syamsuddin) pada 5 Agustus 2013," terang dia.
Setelah bahan-bahan diterima, lanjut Arman, tersangka HC langsung memproduksi Ephedrine menjadi sabu dengan dibantu VC dan menghasilkan 2 kilogram sabu dengan kurun waktu 54 jam.
"Kemudan, sabu yang sudah jadi diserakan kembali ke FB dan pada pertengahan Juli 2013 dibawa ke luar lapas dalam 2 tahap. Pertama 1,5 kg dan kedua 0,5 kg," beber Arman.
Tak berselang lama, Tim Dittipid Narkoba mengendus kasus ini dan menangkap tersangka JW di kantin Lapas Narkoba Cipinang dengan barang bukti 300 gram sabu. Barang itu diterima JW dari AS yang membeli dari Freddy seharga Rp 180 juta.
Keterlibatan Sipir GW
Sebelum dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, Freddy yang merupakan terpidana mati kasus narkoba itu sudah mengirim 2,5 kg dan 0,5 kg sabu kepada petugas Lapas bernama GW.
"Kemudian GW memberikan kepada Mamat di Jalan Kartini, Jakarta Pusat. Mamat mengirim 2,5 kg sabu melalui ekspedisi Sakura Express yang dialamatkan kapada H Mus Atas perintah H Man," ungkap dia.
Mus dan Man, ungkap Arman, telah masuk dalam Daftar Pencarian Oran (DPO). Mus beralamat di Perum Puri Asri Blok D1 No 24 Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur.
Hasil pengembangan itu, tim Dittipid Narkoba pun berhasil menangkap Mamat di Jalan Kartini dan menyita 0,5 kg sabu. Selain itu, GW yang merupakan petugas sipir juga ditangkap di rumahnya Jalan Kartini VII C dan menyita 0,14 gram sabu.
"Selain itu anggota juga menangkap MY saat mengambil 2,5 kg sabu di ekspedisi Sakura Express Jalan Margomulyo Permai Blok EE No 2 Surabaya karena disuruh H Mus," papar perwira tinggi bintang satu itu.
Lalu, lanjutnya, tim Dittipid mengabarkan kepada Dirjen Pemasyarakatan (PAS) kalau di dalam Lapas Kelas II A Narkotika Cipinang ada pabrik shabu. Informasi itu disampaikan pada 3 Agustus 2013.
"Setelah berkoordinasi pada 5 Agustus 2013 Menkumham bersama Tim Dittipid Narkoba sidak dan menemukan bahan serta peralatan untuk memproduksi narkoba di ruang tengah belakang lapas tersebut," tegas Arman.
Dari kronologis itu, Tim Dittipid Narkotika menduga Freddy Budiman sebagai dalang di balik kasus itu, dengan melibatkan HC dan VC untuk memproduksi sabu di dalam lapas. Selain itu, polisi menduga Freddy menyuruh napi lain untuk memproduksi sabu.
"Sebab sabu yang diedarkan FB ada 3,3 kg dan yang diakui HC hanya 2 kg. Artinya ada 1,3 kg sabu yang diproduksi napi lain di dalam lapas," tandas Arman. (Mut/Yus)