Berawal dari kesamaan ide dan gagasan, tiga pemuda kreatif asal Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, berhasil menciptakan seni musik yang tergolong baru, yaitu musik genteng. Tiga pemuda itu, Tedi Nurmanto, Ahmad Thian Fulthan, dan Wahidin Agustino juga berhasil membawa dampak positif bagi pemuda lain di kampungnya.
Sebenarnya, kegiatan sehari-hari ketiga pemuda ini berbeda-beda. Tedi berprofesi sebagai pengajar musik. Thian bekerja sebagai buruh pabrik genteng. Sedangkan Agus adalah penyiar radio. Musiklah yang menyatukan mereka.
Dari awal yang sederhana, kegiatan musik genteng yang sekarang dikenal berada dalam wadah Jatiwangi Art Factory (JAF) meluas. Musik genteng membawa pengaruh positif pada warga Jatiwangi yang umumnya bekerja sebagai buruh pabrik genteng.
Melalui gelar musik 2 kali sebulan sejak setahun lalu, kebiasaan tawuran pemuda kampung ikut surut. "Tadinya nongkrong bareng, minum bareng, dan tawuran. Semenjak gabung, jadi berkurang sifat nakalnya," aku Jibenk, pemuda Jatiwangi.
Dalam tayangan Liputan 6 SCTV, Minggu (18/8/2013), tiap acara JAF mengikutsertakan berbagai pihak, termasuk pejabat setempat. Akhirnya acara JAF sering jadi wadah komunikasi untuk menyampaikan keluhan warga.
Kegiatan musik genteng kini telah jadi napas warga Jatiwangi. Merasuk ke berbagai sendi kehidupan. Saat bulan puasa misalnya, digelar musik pinggir jalan yang dilanjutkan pembagian tajil bagi pengguna jalan. Tak lupa jadi motor pembagian sembako bagi jompo dan orang tidak mampu.
Dulu, genteng asal Jatiwangi sangat terkenal. Di Majalengka saja ada 230 pabrik genteng tradisional dan 1 pabrik genteng modern yang menghasilkan ribuan keping genteng per hari.
Namun, kejayaan genteng Jatiwangi memudar seiring tumbuhnya pabrik-pabrik genteng di berbagai daerah lain. Sebagai warga Jatiwangi, Agus, Thian, dan Tedi merasa mereka harus berbuat sesuatu. Tahun 2005 mereka membentuk JAF.
Tiga sekawan ini tampaknya mampu meyakinkan warga desa yang umumnya bekerja sebagai buruh pabrik genteng, bahwa mereka bukan hanya pekerja kasar, tapi juga seniman. Siapa saja, asalkan siap mencipta lagu, boleh ikut serta dalam kegiatan JAF.
Menjadi anggota JAF, bisa berarti menambah penghasilan karena sekarang tiap kali tampil, dengan 3 lagu saja grup musik JAF dibayar Rp 20 juta. Nama JAF akhirnya mendunia. Sejumlah seniman musik luar negeri telah datang ke Jatiwangi untuk mengenal seni musik unik ini. (Ado)
Sebenarnya, kegiatan sehari-hari ketiga pemuda ini berbeda-beda. Tedi berprofesi sebagai pengajar musik. Thian bekerja sebagai buruh pabrik genteng. Sedangkan Agus adalah penyiar radio. Musiklah yang menyatukan mereka.
Dari awal yang sederhana, kegiatan musik genteng yang sekarang dikenal berada dalam wadah Jatiwangi Art Factory (JAF) meluas. Musik genteng membawa pengaruh positif pada warga Jatiwangi yang umumnya bekerja sebagai buruh pabrik genteng.
Melalui gelar musik 2 kali sebulan sejak setahun lalu, kebiasaan tawuran pemuda kampung ikut surut. "Tadinya nongkrong bareng, minum bareng, dan tawuran. Semenjak gabung, jadi berkurang sifat nakalnya," aku Jibenk, pemuda Jatiwangi.
Dalam tayangan Liputan 6 SCTV, Minggu (18/8/2013), tiap acara JAF mengikutsertakan berbagai pihak, termasuk pejabat setempat. Akhirnya acara JAF sering jadi wadah komunikasi untuk menyampaikan keluhan warga.
Kegiatan musik genteng kini telah jadi napas warga Jatiwangi. Merasuk ke berbagai sendi kehidupan. Saat bulan puasa misalnya, digelar musik pinggir jalan yang dilanjutkan pembagian tajil bagi pengguna jalan. Tak lupa jadi motor pembagian sembako bagi jompo dan orang tidak mampu.
Dulu, genteng asal Jatiwangi sangat terkenal. Di Majalengka saja ada 230 pabrik genteng tradisional dan 1 pabrik genteng modern yang menghasilkan ribuan keping genteng per hari.
Namun, kejayaan genteng Jatiwangi memudar seiring tumbuhnya pabrik-pabrik genteng di berbagai daerah lain. Sebagai warga Jatiwangi, Agus, Thian, dan Tedi merasa mereka harus berbuat sesuatu. Tahun 2005 mereka membentuk JAF.
Tiga sekawan ini tampaknya mampu meyakinkan warga desa yang umumnya bekerja sebagai buruh pabrik genteng, bahwa mereka bukan hanya pekerja kasar, tapi juga seniman. Siapa saja, asalkan siap mencipta lagu, boleh ikut serta dalam kegiatan JAF.
Menjadi anggota JAF, bisa berarti menambah penghasilan karena sekarang tiap kali tampil, dengan 3 lagu saja grup musik JAF dibayar Rp 20 juta. Nama JAF akhirnya mendunia. Sejumlah seniman musik luar negeri telah datang ke Jatiwangi untuk mengenal seni musik unik ini. (Ado)