Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie Tidak mempercayai surat atau testimoni yang disebut-sebut ditulis oleh mantan Kepala Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas Rudi Rubiandini. Rudi kini meringkuk di Rutan KPK karena menjadi tersangka suap.
Namun, menurut Marzuki, surat itu tak memiliki landasan. Sehingga, dirinya secara pribadi menyatakan tidak tertarik untuk mengetahui isi surat permohonan maaf itu.
"Itu pernyataan yang tidak ada landasannya. Kalau sudah dibuat orang lain, ya pasti janggal kan. Saya tidak perlu baca surat yang bohong," kata Marzuki di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2013).
Bagi Marzuki, surat itu diragukan keasliannya. Maka itu, Marzuki enggan membacanya. "Ngapain kita baca yang tidak jelas," tambah Ketua DPR ini. Surat Rudi Rubiandini sudah beredar sejak kemarin. Dalam surat tersebut, Rudi menyatakan permohonan maafnya dan menyampaikan klarifikasi terkait kasus korupsinya.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana, Heri Budianto menilai, Demokrat reaksional atas beredarnya testimoni itu. Karena bila ditanggapi berlebihan, kata Heri, akan menjadi makanan empuk lawan-lawan politik Demokrat. Terutama untuk terus memainkan kasus Rudi.
"Menurut saya testimoni itu, tidak mungkin disampaikan oleh RR (Rudi Rubiandini). Melihat Track Record RR yang berani bersuara lantang, saya meragukan testimoni tersebut. Sebab jika memang RR ditekan untuk memberikan upeti kepada partai penguasa, ada kemungkinan RR melakukan perlawanan".
Heri menilai, sebaiknya Demokrat melakukan evaluasi internal dan SBY selaku ketua umum demokrat jangan hanya diam. "SBY mestinya memanggil Jero Wacik," ujar Heri.
Bila SBY lamban, lanjut Heri, kasus ini akan tetap melebar dan Demokrat terus terseret. "Jika ini memanas, maka kehebohan politik dalam kasus ini akan besar seperti Hambalang," tegasnya lagi.
Berikut testimoni Rudi Rubiandini yang beredar:
"Kepada Seluruh Rakyat Indonesia dan Rekan-Rekan SKK Migas
Kepada seluruh rakyat Indonesia saya memohon maaf atas apa yang telah saya lakukan sehingga saya tertangkap oleh KPK. Dan kepada rekan-rekan kerja di SKK MIGAS saya juga memohon maaf atas apa yang terjadi kepada diri saya dan saya berharap apa yang terjadi pada diri saya ini menjadi pelajaran berharga bagi rekan-rekan di SKK MIGAS khususnya dan di Industri Migas pada umumnya.
Karena kalau saya boleh mengatakan apa adanya apa yang telah saya lakukan bukanlah semata atas kehendak saya pribadi namun saya lebih kepada situasi yang membuat saya terjepit karena adanya permintaan dana yang cukup besar kepada saya dari pengurus partai berkuasa yang akan melakukan konvesi.
Permintaan dana tersebut mereka lakukan hampir setiap saat kepada saya dan seringkali tidak mengenal waktu, sementara disatu sisi saya pribadi juga tidak mempunyai dana seperti yang mereka minta, apalagi saat ini saya juga sedang memikirkan ibu saya yang sedang sakit disalah satu rumah sakit di Bandung dan juga saya masih punya kewajiban pelunasan pembayaran rumah di jalan Brawijaya yang belum saya lunasi sepenuhnya, dan dalam situasi seperti itulah saya tidak dapat menolak uang yang disodorkan kehadapan saya dengan harapan saya dapat mengurangi tekanan permintaan dana dari pengurus partai berkuasa yang sejujurnya sudah sangat mengganggu pikiran dan konsentrasi saya dalam bekerja untuk memperbaiki Industri Perminyakan di tanah air.
Demikian permohonan maaf ini saya ucapkan dengan rasa penyesalan yang mendalam, sekali lagi saya memohon maaf kepada semua pihak yang telah saya kecewakan."
(Ism/Ary)
Namun, menurut Marzuki, surat itu tak memiliki landasan. Sehingga, dirinya secara pribadi menyatakan tidak tertarik untuk mengetahui isi surat permohonan maaf itu.
"Itu pernyataan yang tidak ada landasannya. Kalau sudah dibuat orang lain, ya pasti janggal kan. Saya tidak perlu baca surat yang bohong," kata Marzuki di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2013).
Bagi Marzuki, surat itu diragukan keasliannya. Maka itu, Marzuki enggan membacanya. "Ngapain kita baca yang tidak jelas," tambah Ketua DPR ini. Surat Rudi Rubiandini sudah beredar sejak kemarin. Dalam surat tersebut, Rudi menyatakan permohonan maafnya dan menyampaikan klarifikasi terkait kasus korupsinya.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana, Heri Budianto menilai, Demokrat reaksional atas beredarnya testimoni itu. Karena bila ditanggapi berlebihan, kata Heri, akan menjadi makanan empuk lawan-lawan politik Demokrat. Terutama untuk terus memainkan kasus Rudi.
"Menurut saya testimoni itu, tidak mungkin disampaikan oleh RR (Rudi Rubiandini). Melihat Track Record RR yang berani bersuara lantang, saya meragukan testimoni tersebut. Sebab jika memang RR ditekan untuk memberikan upeti kepada partai penguasa, ada kemungkinan RR melakukan perlawanan".
Heri menilai, sebaiknya Demokrat melakukan evaluasi internal dan SBY selaku ketua umum demokrat jangan hanya diam. "SBY mestinya memanggil Jero Wacik," ujar Heri.
Bila SBY lamban, lanjut Heri, kasus ini akan tetap melebar dan Demokrat terus terseret. "Jika ini memanas, maka kehebohan politik dalam kasus ini akan besar seperti Hambalang," tegasnya lagi.
Berikut testimoni Rudi Rubiandini yang beredar:
"Kepada Seluruh Rakyat Indonesia dan Rekan-Rekan SKK Migas
Kepada seluruh rakyat Indonesia saya memohon maaf atas apa yang telah saya lakukan sehingga saya tertangkap oleh KPK. Dan kepada rekan-rekan kerja di SKK MIGAS saya juga memohon maaf atas apa yang terjadi kepada diri saya dan saya berharap apa yang terjadi pada diri saya ini menjadi pelajaran berharga bagi rekan-rekan di SKK MIGAS khususnya dan di Industri Migas pada umumnya.
Karena kalau saya boleh mengatakan apa adanya apa yang telah saya lakukan bukanlah semata atas kehendak saya pribadi namun saya lebih kepada situasi yang membuat saya terjepit karena adanya permintaan dana yang cukup besar kepada saya dari pengurus partai berkuasa yang akan melakukan konvesi.
Permintaan dana tersebut mereka lakukan hampir setiap saat kepada saya dan seringkali tidak mengenal waktu, sementara disatu sisi saya pribadi juga tidak mempunyai dana seperti yang mereka minta, apalagi saat ini saya juga sedang memikirkan ibu saya yang sedang sakit disalah satu rumah sakit di Bandung dan juga saya masih punya kewajiban pelunasan pembayaran rumah di jalan Brawijaya yang belum saya lunasi sepenuhnya, dan dalam situasi seperti itulah saya tidak dapat menolak uang yang disodorkan kehadapan saya dengan harapan saya dapat mengurangi tekanan permintaan dana dari pengurus partai berkuasa yang sejujurnya sudah sangat mengganggu pikiran dan konsentrasi saya dalam bekerja untuk memperbaiki Industri Perminyakan di tanah air.
Demikian permohonan maaf ini saya ucapkan dengan rasa penyesalan yang mendalam, sekali lagi saya memohon maaf kepada semua pihak yang telah saya kecewakan."
(Ism/Ary)