Sukses

Pengakuan Polisi Penilang Ferrari Kuning: Tak Ada Jalan `Damai`

Bripka Farid Fudin tak mengira ketegasannya menilang pengendara Ferrari menuai penghargaan.

Tak disangka, peristiwa pencegatan Ferrari kuning B 430 SCD yang menorobos jalur busway Rabu, 28 Agustus lalu  menyita perhatian masyarakat. Pun dengan Bripka Farid Fudin. Ia tak mengira ketegasannya menilang pengendara berinisial JKN itu menuai penghargaan dari Kakorlantas Irjen Pol Pudji Hartanto.

Dalam perbincangan dengan Liputan6.com di Ditlantas Polda Metro Jaya, Bripka Farid mengungkapkan tidak mengira akan mendapatkan tanda jasa. "Ternyata diperhatian sama atasan, dikasih penghargaan ya senang, bangga," kata dia, Jumat (30/8/2013).

Bripka Farid menuturkan, penilangan itu terjadi sekitar pukul 12.00 WIB kala dirinya dan 7 rekan kerjanya pulang dari mengandangkan metromini yang terjaring operasi angkutan umum di Daan Mogot, Jakarta Barat. Melalui Jalan Panjang, Kebon Jeruk, Jakarta Barat itu dirinya hendak kembali ke kantornya di Pancoran, Jakarta Selatan.

"Karena di situ ramai masuk jalur busway, kami langsung berikan penindakan. Penemuan itu sudah biasa. Kami lakukan penindakan yang terlihat kasat mata oleh kami. Tidak ada perbedaan motor atau mobil atau kendaraan pribadi, semua sama saja," tutur Farid.

Pria berambut cepak itu menjelaskan, saat itu di lokasi kejadian memang banyak sekali  kendaraan pribadi yang masuk jalur TransJakarta. Penindakan sesuai standar operasi prosedur ‘3S+1S’ yakni Senyum, Sopan, Salam, dan Santun dilakukannya.

"Justru Ferrari itu yang paling belakang. Dia baru muncul sekitar 10 menit setelah kendaraan lain ditilang. Pada saat itu dia (laju Ferrari) sendiri kencang. Tapi dari jarak 50 meter sudah saya kasih tanda untuk berhenti . Waktu itu dia alasannya karena buru-buru ingin cepat sampai. Saya minta surat-suratnya, tidak banyak komentar sih. Dia juga sama, saya juga sama," ungkap pria yang pernah bergabung dengan satuan Brigadir Mobile Mabes Polri pada tahun 2000 ini.  

Upaya Fefarri itu ingin menyuap dengan jalan ‘damai’? "Tidak ada usaha, waktu saya minta surat-suratnya, langsung saya jelaskan dia masuk jalur busway, langgar pasal 187 jo 106 ayat 4 tentang Rambu-rambu. Saya jelaskan kesalahannya. Dia terima. Karena saya langsung berikan surat merahnya, langsung saya jalan," ujarnya.

Bergabung dengan Direktorat lalu Lintas Polda Metro Jaya selama 7 tahun, Bripka Farid merasakan suka duka mendalam ketika ‘disemprot’ balik para pelanggar lalu lintas. Makian dan ucapan tidak mengenakan yang didengarnya hanya dianggap sebagai emosi sesaat pengendara saja.

"Sakit hati, kita pendam saja. Kita hibur diri sendiri aja. Yang penting saaat penilangan itu tidak banyak interaksi. Karena sudah dijelaskan pelanggarannya, tanggal sidangnya, kalau di luar itu biasanya masyarakat itu memancing-mancing kita, makanya kita dengan prosedur saja," ungkap polisi 31 tahun tersebut.

Dengan nada mantap, Bripka Farid menjelaskan, penggunaan jalur Transjakarta itu diperbolehkan jika ada peristiwa insidentil dengan sisi kemanusiaan, seperti ambulans yang membawa korban, pemadam kebakaran, ataupun kondisi banjir pada awal tahun lalu sempat mendera ibukota.

"Bahkan kalau ada yang seperti itu, kita yang kawal. Boleh lewat, tapi boleh kita yang kawal. Seperti yang mau lahiran dan segala macam. Sering itu, tapi hanya tidak pernah diekspos. Kalau memang sakit kita usahakan naik mobil dinas, biar lebih cepat dan tidak mencolok. Kalau bisa dimasukkan ke mobil polisinya, agar tidak dikira yang tidak-tidak," tutur pria asli Jakarta ini.  

Terkenal di Dunia Maya

Pria yang tengah menanti kelahiran anak pertamanya itu mengakui tidak tahu persis siapa orang di balik kamera yang membidik dirinya tengah menilang Ferrari kuning.

Namun, dirinya menyadari dan sempat melaporkan ke atasannya ada yang mengabadikan kegiatannya tersebut.

"Sampai jam 16.00  saat di kantor, masih nggak tahu foto saya sampai ke media. Tahunya setelah banyak yang tanya, tadi main ke mana, ditanya atasan, 'Kau tadi tilang Ferrari enggak?' Saya jawab iya, ditanya lagi,  'Kok nggak laporan?' Karena sudah biasa tilang seperti itu, jadi kita seperti biasa aja, tidak laporan khusus,” ujarnya sambil tersenyum simpul.

Keseharian bertugas di lapangan yang mencakup seluruh wilayah DKI Jakarta, Bripka Farid mengaku tak merasa takut ataupun sangsi untuk menilang si pengemudi Ferrari kuning.

"Kami karena sudah biasa dengan mobil yang mewah, yang biasa. Mobil pejabat itu malah lebih sopan. Yang tidak sopan itu malah dari orang lain yang kenal sama pejabat," selorohnya.

Amankan Demo Era Gus Dur

Menjadi seorang anggota polisi, Bripka Farid mengungkapkan tidak terlepas dari lingkungan keluarganya. Meski dekat dengan sang kakek yang menjadi anggota TNI, Farid lebih senang dan memilih masuk ke Polri. Dalam keluarganya sudah 4 generasi yang juga menjadi seorang polisi.

"Awalnya tahun 2000. Masuk ke Brimob selama 7 tahun. Itu dulu kompi markas. Jaga di dalam kota untuk markas. Yang sering tanganin demo jaman Gus Dur," jelas dia.

Memasuki tahun 2007, Polda melakukan penambahan personil lalu lintas dan kala itu memang butuh banyak anggota tambahan. Dirinya mengungkapkan mungkin bagi sebagian kawannya untuk pindah satuan seperti itu menjadi hal berat.

"Kalau saya karena kebetulan tinggal di Jakarta. Kalau di Mabes kan kita belum tentu terus di Jakarta, ibaratnya dinas itu kan bisa kemana-mana. Memang untuk pergaulan (di Brimob) lebih bagus, tapi karena tinggalnya di jakarta, ya saya akhirnya pilih di lantas," ujar Farid yang pernah mengeyam pendidikan ekonomi di Universitas Indra Prasta.

Menyiasati waktu kerjanya yang hampir tidak pernah libur, Bripka Farid berupaya untuk meluangkan waktu bersama dengan istrinya ketika akhir pekan tiba. Seperti dengan makan di luar bersama. "Istri saya kan kerja PNS di Depkes, dia  dinas Di rumah Sakit Harapan Kita. Kalau pulang kadang jemput, kadang pulang sendiri. Karena jam dinas kita beda. Kalau libur ya paling makan di luar, yang penting kualitas waktunya," ujarnya. (Ein)
Video Terkini