Jenis kesenian angklung sered di Tasikmalaya menjadi simbol kekuatan 2 lelaki. Kedua pejantan itu beradu kekuatan dengan menggunakan angklung. Kesenian yang lahir pada massa penjajahan Belanda itu kini mulai dilestarikan dan diturunkan kepada anak muda. Meskipun telah berubah fungsi dan artinya, namun antusias warga untuk menonton sangat besar.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Minggu (1/9/2013), kesenian angklung sered atau lebih dikenal dengan aklung Sereda Balandongan merupakan kesenian yang muncul pertama kali di desa Balandongan, kecamatan Salawu, kabupaten Tasikmalaya, pada masa penjajahan Hindia Belanda pada tahun 1908.
Kesenian yang menggunakan alat seni angklung sebagai senjatanya itu kini mulai dimunculkan kembali setelah sempat menghilang. Pertama kali kemunculan angklung sered ini sebagai sara untuk saling adu antara jawara di Tasikmalaya untuk memeperebutkan kekuasaanya.
Pada perjalanan waktu, ternyata angklung sered mengalami perubahan arti dan tujuan sesuai dengan zamanya. Seperti pada tahun 1945an, kesenian angklung ini sempat juga dijadikan sarana untuk memepersatukan warga masyarakat, untuk melawan penjajahan Belanda.
Pada tahun 1960an, angklung sered telah berubah menjadi sarana untuk menghibur masyarakat. Baik itu dilakukan para pejabat maupun masyarakat yang sedang sunatan. Namun perjalanan kesenian angklung sered ini sempat menghilang, karena para pemainnya yang semakin tua dan tidak lagi ada penggantinya.
Saat ini beberapa penggiat kesenian di Tasikmalaya berusaha untuk mengembalikan kejayaan angklung Sered Balandongan dengan mengenalkan kepada anak-anak sekolah serta seringnya digunakan untuk hiburan hajatan sunatan. Bahkan tidak jarang menjelang pilkada banyak calon wakil rakyat menyuguhkan kesenian ini untuk menarik simpati warga karena banyak warga yang datang begitu melihat kemunculan kesenian angklung Sered Balandongan.
"Ini merupakan kesenian asli Tasikmalaya dan harus dilestarikan demi kekayaan seni Tasikmalaya. Namun arti kesenian ini berubah sesuai dengan kondisi zamannya," kata Agus, Ketua rombongan Angklung Sered Balandongan.
Kesenian ini menampilkan dua kelompok yang masing-masing membaw angklung yang digunakan sebaga senjata untuk diadu satu sama lain. Dengan iringan musik trompet tradisional, kendang serta gong, kedua kelompok masuk ke lapangan untuk melakukan aksinya. Dengan gerakan layaknya beladiri silat, mereka saling beradu satu dengan yang lain.
Namun ada satu jagoan dari tiap kelompok, yang beradu kekuatan namun dengan tetap membawa angklung sebagai senjatanya. Jika dua jagoan yang merupakan perwakilan salah satu kelompok dinyatakan kalah, maka permainan angklung sered berakhir dan dimenangkan oleh kelompok satunya. Setelah berakhir mereka pun kembali bersama lagi tanpa ada rasa dendam.
Â
Kini kesenian asli Tasikmalaya ini mulai dikenalkan kepada anak sekolah dengan tujuan agar tidak menghilang dan tetap lestari. Bahkan kini banyak pemain dari angklung adalah anak-anak sekolah dasar dan mereka pun merasa senang dengan kesenian yang mengandalkan otot dan beladiri, serta gerakan yang diriingi oleh musik tradisional.
"Saya senang dengan kesenian ini dan mulai belajar sejak umur 7 tahun dari saudara yang mengajarinya. Kini seminggu dua kali kami belajar angklung sered," kata Hendi, salah satu murid sekolah yang belajar angklung sered. (Ism)
Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Minggu (1/9/2013), kesenian angklung sered atau lebih dikenal dengan aklung Sereda Balandongan merupakan kesenian yang muncul pertama kali di desa Balandongan, kecamatan Salawu, kabupaten Tasikmalaya, pada masa penjajahan Hindia Belanda pada tahun 1908.
Kesenian yang menggunakan alat seni angklung sebagai senjatanya itu kini mulai dimunculkan kembali setelah sempat menghilang. Pertama kali kemunculan angklung sered ini sebagai sara untuk saling adu antara jawara di Tasikmalaya untuk memeperebutkan kekuasaanya.
Pada perjalanan waktu, ternyata angklung sered mengalami perubahan arti dan tujuan sesuai dengan zamanya. Seperti pada tahun 1945an, kesenian angklung ini sempat juga dijadikan sarana untuk memepersatukan warga masyarakat, untuk melawan penjajahan Belanda.
Pada tahun 1960an, angklung sered telah berubah menjadi sarana untuk menghibur masyarakat. Baik itu dilakukan para pejabat maupun masyarakat yang sedang sunatan. Namun perjalanan kesenian angklung sered ini sempat menghilang, karena para pemainnya yang semakin tua dan tidak lagi ada penggantinya.
Saat ini beberapa penggiat kesenian di Tasikmalaya berusaha untuk mengembalikan kejayaan angklung Sered Balandongan dengan mengenalkan kepada anak-anak sekolah serta seringnya digunakan untuk hiburan hajatan sunatan. Bahkan tidak jarang menjelang pilkada banyak calon wakil rakyat menyuguhkan kesenian ini untuk menarik simpati warga karena banyak warga yang datang begitu melihat kemunculan kesenian angklung Sered Balandongan.
"Ini merupakan kesenian asli Tasikmalaya dan harus dilestarikan demi kekayaan seni Tasikmalaya. Namun arti kesenian ini berubah sesuai dengan kondisi zamannya," kata Agus, Ketua rombongan Angklung Sered Balandongan.
Kesenian ini menampilkan dua kelompok yang masing-masing membaw angklung yang digunakan sebaga senjata untuk diadu satu sama lain. Dengan iringan musik trompet tradisional, kendang serta gong, kedua kelompok masuk ke lapangan untuk melakukan aksinya. Dengan gerakan layaknya beladiri silat, mereka saling beradu satu dengan yang lain.
Namun ada satu jagoan dari tiap kelompok, yang beradu kekuatan namun dengan tetap membawa angklung sebagai senjatanya. Jika dua jagoan yang merupakan perwakilan salah satu kelompok dinyatakan kalah, maka permainan angklung sered berakhir dan dimenangkan oleh kelompok satunya. Setelah berakhir mereka pun kembali bersama lagi tanpa ada rasa dendam.
Â
Kini kesenian asli Tasikmalaya ini mulai dikenalkan kepada anak sekolah dengan tujuan agar tidak menghilang dan tetap lestari. Bahkan kini banyak pemain dari angklung adalah anak-anak sekolah dasar dan mereka pun merasa senang dengan kesenian yang mengandalkan otot dan beladiri, serta gerakan yang diriingi oleh musik tradisional.
"Saya senang dengan kesenian ini dan mulai belajar sejak umur 7 tahun dari saudara yang mengajarinya. Kini seminggu dua kali kami belajar angklung sered," kata Hendi, salah satu murid sekolah yang belajar angklung sered. (Ism)