Bosan dengan konflik 9 tahun yang terjadi di Keraton Surakarta Hadiningrat, warga Solo, Jawa Tengah, menggelar parodi menyindir keluarga keraton. Mereka memerankan dua tokoh yang berseteru, Gusti Raden Ayu Koesmurtiyah atau Gusti Mung, sebagai wakil Dewan Adat Keraton dan yang lain memerankan Tedjowulan mewakili Dwi Tunggal. Kedua tokoh itu pun berdamai dalam parodi.
Liputan 6 SCTV, Senin (2/9/2013) memberitakan, parodi itu digelar pada Minggu 1 September kemarin. Parodi itu sengaja dibuat untuk menyindir putra dan putri Pakubuwono XII yang tak bisa rukun. Aksi teatrikal ini dilakukan sejumlah warga Solo menanggapi konflik di internal keraton yang terus meruncing, bahkan mengarah pada kekerasan dan pengerahan massa. Meski sederhana, aksi yang digelar saat car free day ini cukup menarik perhatian.
Dua orang yang memerankan Gusti Mung dan Tedjowulan itu saling bersalaman. Selanjutnya, kedua sosok petinggi keraton yang sudah berbaikan ini menyusuri sepanjang Jalan Slamet Riyadi dengan becak. Pelakon aksi ini berharap agar konflik di keraton bisa segera diakhiri.
Sementara, puluhan anak yatim di Solo juga menggelar doa bersama, mendoakan keluarga dan ahli waris keraton bisa berdamai. Dengan membawa poster berisi pesan damai dan mengenakan pita hitam tanda berduka, puluhan anak yatim ini bernyanyi di Bundaran Gladag Solo. Mereka khawatir konflik terus meluas kepada aksi perusakan dan hilangnya peninggalan cagar budaya milik keraton.
Baca juga: Prahara Keraton Surakarta. (Eks)
Liputan 6 SCTV, Senin (2/9/2013) memberitakan, parodi itu digelar pada Minggu 1 September kemarin. Parodi itu sengaja dibuat untuk menyindir putra dan putri Pakubuwono XII yang tak bisa rukun. Aksi teatrikal ini dilakukan sejumlah warga Solo menanggapi konflik di internal keraton yang terus meruncing, bahkan mengarah pada kekerasan dan pengerahan massa. Meski sederhana, aksi yang digelar saat car free day ini cukup menarik perhatian.
Dua orang yang memerankan Gusti Mung dan Tedjowulan itu saling bersalaman. Selanjutnya, kedua sosok petinggi keraton yang sudah berbaikan ini menyusuri sepanjang Jalan Slamet Riyadi dengan becak. Pelakon aksi ini berharap agar konflik di keraton bisa segera diakhiri.
Sementara, puluhan anak yatim di Solo juga menggelar doa bersama, mendoakan keluarga dan ahli waris keraton bisa berdamai. Dengan membawa poster berisi pesan damai dan mengenakan pita hitam tanda berduka, puluhan anak yatim ini bernyanyi di Bundaran Gladag Solo. Mereka khawatir konflik terus meluas kepada aksi perusakan dan hilangnya peninggalan cagar budaya milik keraton.
Baca juga: Prahara Keraton Surakarta. (Eks)