Majelis Hakim Tipikor yang diketuai Suhartoyo menolak tuntutan Jaksa mengenai pencabutan hak politik terdakwa korupsi simulator SIM Irjen Pol Djoko Susilo. DPR menganggap pencabutan hak politik Djoko Susilo tak perlu dimasukan dalam vonis.
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menilai, bila seseorang sudah dijatuhi hukuman 5 tahun ke atas, maka sudah otomatis tidak punya hak mencalonkan atau dicalonkan dalam Pemilu untuk menduduki jabatan tertentu.
"Kalau putusan pengadilan tidak menyetujui, putusan 10 tahun sudah sangat jelas, hak politik dibatasi dalam rangka memilih dan dipilih dalam pemilu," papar Suding di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/9/2013).
Sebagai pelaku kejahatan, lanjut Suding, Djoko tidak punya hak meski berdasarkan deklarasi HAM orang diberikan kebebasan untuk memilih dan dipilih. "Saya kira tanpa disebut dalam amar putusan sudah dibatasi hak politiknya," tandas Suding.
Sementara, Ketua Komisi III Gede Pasek Suardika mengatakan keputusan tersebut pasti dipertimbangkan matang oleh hakim. "Hakimnya kan menimbang semua dan itu kesimpulan hakim. Artinya hakim anggap tidak perlu," kata Pasek.
Pasek enggan berkomentar lebih lanjut karena tidak ingin dinilai intervensi. "Nanti legislatif komentar banyak soal yudikatif dikira intervensi lagi," ungkap politisi Partai Demokrat ini.
Hakim Anggota Anwar di Pengadilan Tipikor mengatakan, tuntutan hukuman tambahan berupa pencabutan hak-hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik dianggap berlebihan, karena Djoko Susilo sudah dihukum cukup lama. "Maka akan terseleksi sendiri oleh organisasi politik tertentu," sambung Anwar.
Saat membacakan amar putusan, Hakim Ketua Suhartoyo mengatakan Djoko terbukti melanggar dakwaan kesatu primer dalam tindak pidana korupsi pengadaan simulator. Yaitu Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana.
Sementara dalam perkara pencucian uang dilakukan pada 2011, Djoko dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana.
Kemudian, dalam tindak pidana pencucian uang dilakukan sejak 2003 sampai 2010, Djoko terbukti melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana. (Mut/Ism)
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menilai, bila seseorang sudah dijatuhi hukuman 5 tahun ke atas, maka sudah otomatis tidak punya hak mencalonkan atau dicalonkan dalam Pemilu untuk menduduki jabatan tertentu.
"Kalau putusan pengadilan tidak menyetujui, putusan 10 tahun sudah sangat jelas, hak politik dibatasi dalam rangka memilih dan dipilih dalam pemilu," papar Suding di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/9/2013).
Sebagai pelaku kejahatan, lanjut Suding, Djoko tidak punya hak meski berdasarkan deklarasi HAM orang diberikan kebebasan untuk memilih dan dipilih. "Saya kira tanpa disebut dalam amar putusan sudah dibatasi hak politiknya," tandas Suding.
Sementara, Ketua Komisi III Gede Pasek Suardika mengatakan keputusan tersebut pasti dipertimbangkan matang oleh hakim. "Hakimnya kan menimbang semua dan itu kesimpulan hakim. Artinya hakim anggap tidak perlu," kata Pasek.
Pasek enggan berkomentar lebih lanjut karena tidak ingin dinilai intervensi. "Nanti legislatif komentar banyak soal yudikatif dikira intervensi lagi," ungkap politisi Partai Demokrat ini.
Hakim Anggota Anwar di Pengadilan Tipikor mengatakan, tuntutan hukuman tambahan berupa pencabutan hak-hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik dianggap berlebihan, karena Djoko Susilo sudah dihukum cukup lama. "Maka akan terseleksi sendiri oleh organisasi politik tertentu," sambung Anwar.
Saat membacakan amar putusan, Hakim Ketua Suhartoyo mengatakan Djoko terbukti melanggar dakwaan kesatu primer dalam tindak pidana korupsi pengadaan simulator. Yaitu Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana.
Sementara dalam perkara pencucian uang dilakukan pada 2011, Djoko dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana.
Kemudian, dalam tindak pidana pencucian uang dilakukan sejak 2003 sampai 2010, Djoko terbukti melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana. (Mut/Ism)