Koordinator Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar 'mencium' banyak kejanggalan di balik pengabulan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Sudjiono Timan, koruptor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ia menduga kuat ada suap di balik putusan tersebut. "Terhadap kemungkinan ada 'bau anyir' suap di balik lolosnya PK Sudjiono Timan, kemungkinan itu sangat terbuka," kata Erwin kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (5/9/2013).Erwin mengungkap, kejanggalan dalam putusan itu salah satunya bisa dilihat dari status istri Sudjiono yang menjadi pemohon PK. Berdasar Pasal 263 ayat 2 KUHAP, yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau ahli waris jika terpidana sudah meninggal dunia.Hasdiawati, kuasa hukum Sudjiono yang mendampingi istri Sudjiono, menurut Erwin, tidak mungkin tak mengetahui ketentuan tersebut. "Bagi para advokat pasti tahulah soal proses PK itu. Namun yang namanya advokat yang bertindak untuk kepentingan kliennya, tentu saja akan berusaha untuk mematahkan atau membobol aturan tersebut," ujar dia.Untuk itu, Erwin menitikberatkan bahwa poin semuanya berada di majelis PK. Sebab mereka yang memiiki kewenangan untuk memutus PK tersebut, meski salah satu anggota majelisnya menyatakan beda pendapat (dissenting opinion)."Kok bisa aturan yang sudah jelas itu dilabrak?" ucap dia.Karena itu, sambung Erwin, KY harus menyelidiki kejanggalan-kejanggalan di dalam putusan itu. Sebab diduga ada pelanggaran kode etik perilaku oleh majelis PK."Makanya kami minta KY selidiki itu. Kami menduga keras ada pelanggaran kode etik yang disengaja dilakukan hakim PN dan MA yang memeriksa perkara tersebut," jelasnya."Selain meminta penyelidikan KY terhadap pelanggaran kode etik itu, kami juga meminta KY untuk melaporkannya ke KPK jika ditemukan pelanggaran pidana."Sebelumnya, salah satu anggota majelis PK, Hakim Agung Sri Murwahyuni memberikan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dengan anggota majelis PK lainnya dalam putusan PK Sudjiono itu. Salah satu alasan Sri dissenting adalah soal status ahli waris istri Sudjiono.Sebab dalam Pasal 263 ayat 2 KUHAP, bahwa yang bisa mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya jika terpidana itu sudah meninggal dunia.Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan PK yang diajukan Sudjiono Timan. Padahal koruptor dana BLBI itu dalam tingkat kasasi oleh MA divonis 15 tahun penjara.Sudjiono Timan adalah Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Dalam perkara korupsi BLBI, Sudjiono dinilai telah merugikan Negara sebesar US$ 120 juta dan Rp 98,7 juta. (Mut/Ism)
ILR: Ada `Bau Anyir` di Balik PK Sudjiono Timan
Kejanggalan dalam putusan itu salah satunya bisa dilihat dari status istri Sudjiono yang menjadi pemohon PK.
Advertisement