Liputan6.com, Jakarta: Bila menyebut Sekolah Menengah Umum Santa Ursula, Jalan Pos Nomor 2, Jakarta Pusat, sebagian orang pasti akan mengenal sosok suster Francesco Marianti OSU. Sosok yang akan genap berusia 70 tahun ini adalah orang yang membesarkan nama Santa Ursula.
Kedisiplinan adalah yang menjadi kata kunci untuk mengingat jasa Francesco. Suster yang berkecimpung di dunia pendidikan ini menjalani kehidupan sehari-harinya berlandaskan spirit serviam atau pengabdian kepada Tuhan dan sesama. Selama lebih dari empat dasawarsa Francesco secara total mengabdikan hidupnya untuk kegiatan rohaniah termasuk berkecimpung dalam bidang pendidikan.
Keseriusan Francesco untuk memajukan dunia pendidikan membawa dirinya berkali-kali dipercaya sebagai pimpinan berbagai lembaga pendidikan. Selama tujuh tahun sejak 1965, Francesco dipercaya sebagai Kepala Sekolah Sekolah Menengah Atas Cor Yesu, Malang, Jawa Timur. Kepemimpinannya di SMA tersebut cukup membekas di hati murid-muridnya. Salah satunya adalah suster Lidwina Mariani OSU, pemimpin Biara Ursulin.
Sembilan bulan ia pernah melanglang buana untuk mendalami sistem pendidikan di berbagai penjuru dunia mulai dari negara-negara kecil di Lautan Pasifik, Jepang, Filipina, India, Papua Nugini, dan Australia. Dari pengalaman inilah Francesca sempat menerapkan suatu program live in atau hidup dan tinggal bersama di dalam kegiatan intra dan ekstrakurikuler SMU Santa Ursula Jakarta, sekolah yang dipimpinnya sejak 1973 hingga 1998.
Kedisiplinan memang menjadi hal yang paling diingat setiap murid yang pernah mengenyam pendidikan di bawah asuhannya. Namun, dibalik sosok yang tegas dan lugas, Francesco di mata yuniornya adalah seorang penyayang. Suster Moekti K. Gondosamito, Kepala SMU Santa Ursula misalnya, mengatakan, kini ia bersama rekan kerjanya sangat mudah karena tinggal melanjutkan konsep-konsep yang dibuat Francesco sebelumnya.
Setidaknya dalam 37 tahun pengabdiannya Francesco sudah menularkan kedisplinan kepada 6.000 muridnya. Francesco berharap, anak didiknya betul-betul dapat merasakan manfaat dari yang ia berikan tanpa pamrih.(YYT/Eva Yunizar dan Muhammad Guntur)
Kedisiplinan adalah yang menjadi kata kunci untuk mengingat jasa Francesco. Suster yang berkecimpung di dunia pendidikan ini menjalani kehidupan sehari-harinya berlandaskan spirit serviam atau pengabdian kepada Tuhan dan sesama. Selama lebih dari empat dasawarsa Francesco secara total mengabdikan hidupnya untuk kegiatan rohaniah termasuk berkecimpung dalam bidang pendidikan.
Keseriusan Francesco untuk memajukan dunia pendidikan membawa dirinya berkali-kali dipercaya sebagai pimpinan berbagai lembaga pendidikan. Selama tujuh tahun sejak 1965, Francesco dipercaya sebagai Kepala Sekolah Sekolah Menengah Atas Cor Yesu, Malang, Jawa Timur. Kepemimpinannya di SMA tersebut cukup membekas di hati murid-muridnya. Salah satunya adalah suster Lidwina Mariani OSU, pemimpin Biara Ursulin.
Sembilan bulan ia pernah melanglang buana untuk mendalami sistem pendidikan di berbagai penjuru dunia mulai dari negara-negara kecil di Lautan Pasifik, Jepang, Filipina, India, Papua Nugini, dan Australia. Dari pengalaman inilah Francesca sempat menerapkan suatu program live in atau hidup dan tinggal bersama di dalam kegiatan intra dan ekstrakurikuler SMU Santa Ursula Jakarta, sekolah yang dipimpinnya sejak 1973 hingga 1998.
Kedisiplinan memang menjadi hal yang paling diingat setiap murid yang pernah mengenyam pendidikan di bawah asuhannya. Namun, dibalik sosok yang tegas dan lugas, Francesco di mata yuniornya adalah seorang penyayang. Suster Moekti K. Gondosamito, Kepala SMU Santa Ursula misalnya, mengatakan, kini ia bersama rekan kerjanya sangat mudah karena tinggal melanjutkan konsep-konsep yang dibuat Francesco sebelumnya.
Setidaknya dalam 37 tahun pengabdiannya Francesco sudah menularkan kedisplinan kepada 6.000 muridnya. Francesco berharap, anak didiknya betul-betul dapat merasakan manfaat dari yang ia berikan tanpa pamrih.(YYT/Eva Yunizar dan Muhammad Guntur)