Penembakan Aipda Anumerta Sukardi oleh orang tak dikenal di depan Gedung KPK, Selasa 10 September malam menjadi sorotan. Penembakan itu merupakan yang kesekiankalinya terhadap anggota polisi.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto, sulit untuk mencegah aksi-aksi penembakan itu. Lantaran, inisiatif kejahatan selalu berada di benak pelaku.
"Inisiatif ada di mereka-mereka yang menginginkan tindakan-tindakan kejahatan ini. Dan kita kan tidak tahu kapan kejahatan itu dilakukan. Kalau kita tahu mereka akan melakukan tindakan seperti itu, pasti kita bisa mencegah," kata Djoko di kantornya, Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Salah satu cara pencegahan yang mungkin bisa dilakukan, lanjut Djoko, adalah dengan meningkatkan kewaspadaan para petugas polisi yang bertugas di lapangan. Entah dengan bertugas tidak sendirian maupun dilengkapi dengan senjata.
"Ada banyak caranya, apakah nanti harus berdua, harus dipersenjatai atau tidak. Bagaimana mereka operasional di lapangan, kepolisian kan sudah memiliki hal itu," ujarnya.
Keterlibatan BIN
Keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk pencegahan dini terhadap aksi-aksi penembakan, menurut Djoko, juga dirasa sulit meski itu bisa saja dilakukan. Sebab, BIN juga bekerja berdasarkan informasi yang didapat di lapangan.
"Intelejen bagaimana mengetahui seseorang akan melakukan tindakan sesuatu itu kan bekerja juga berdasarkan informasi. Informasi bisa didapatkan dari siapa saja, apakah kalau seseorang mau membunuh seseorang lalu berteriak-teriak menyampaikannya, kan tidak," papar Djoko.
"Intelejen tetap bekerja, tapi orang bertindak kejahatan kan akan menyembunyikan rencananya itu. Kan tidak mudah dan memang tidak mudah. apalagi dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil seperti ini."
Oleh karenanya, lanjut Djoko, jika memang BIN atau kepolisian bisa mengantongi informasi akan adanya suatu tindak kejahatan, pasti bisa melakukan pencegahan. Akan tetapi pengejaran terhadap siapa-siapa yang dicurigai tetap dilakukan. Apalagi, kepolisian juga sudah memiliki database orang-orang yang dulunya terindikasi berbuat kejahatan.
"Kalau kita mengetahui komunikasinya mereka lebih dahulu, pasti kita akan bisa tunggu, bisa kita cegah, tapi kan ini tidak tahu. Jadi ya satu-satunya kewaspadaan ditingkatkan oleh petugas. Kan sudah ada database di kepolisian. Jadi pengejaran pada mereka-mereka tidak boleh kendor," tutur Djoko.
Aipda Sukardi ditembak orang tak dikenal di depan Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 10 September sekitar pukul 22.20 WIB. Sukardi saat itu tengah mengendarai sepeda motor Honda Supra X warna merah hitam bernopol B 6671 TXL. Dia dipepet 2 orang yang menggunakan 2 sepeda motor.
Menurut keterangan saksi, terdengar 3 kali tembakan. Usai menembak, 2 orang yang diduga pelaku itu langsung tancap gas ke arah Pancoran. Dari hasil olah TKP, ditemukan 3 butir peluru berkaliber 4,5. Diduga pelaku menggunakan pistol jenis FN ilegal. Kejadian tersebut juga terekam CCTV yang ada di sekitar lokasi kejadian. Sementara polisi sudah memeriksa sejumlah saksi terkait penembakan ini. (Mut/Ism)
Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto, sulit untuk mencegah aksi-aksi penembakan itu. Lantaran, inisiatif kejahatan selalu berada di benak pelaku.
"Inisiatif ada di mereka-mereka yang menginginkan tindakan-tindakan kejahatan ini. Dan kita kan tidak tahu kapan kejahatan itu dilakukan. Kalau kita tahu mereka akan melakukan tindakan seperti itu, pasti kita bisa mencegah," kata Djoko di kantornya, Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Salah satu cara pencegahan yang mungkin bisa dilakukan, lanjut Djoko, adalah dengan meningkatkan kewaspadaan para petugas polisi yang bertugas di lapangan. Entah dengan bertugas tidak sendirian maupun dilengkapi dengan senjata.
"Ada banyak caranya, apakah nanti harus berdua, harus dipersenjatai atau tidak. Bagaimana mereka operasional di lapangan, kepolisian kan sudah memiliki hal itu," ujarnya.
Keterlibatan BIN
Keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk pencegahan dini terhadap aksi-aksi penembakan, menurut Djoko, juga dirasa sulit meski itu bisa saja dilakukan. Sebab, BIN juga bekerja berdasarkan informasi yang didapat di lapangan.
"Intelejen bagaimana mengetahui seseorang akan melakukan tindakan sesuatu itu kan bekerja juga berdasarkan informasi. Informasi bisa didapatkan dari siapa saja, apakah kalau seseorang mau membunuh seseorang lalu berteriak-teriak menyampaikannya, kan tidak," papar Djoko.
"Intelejen tetap bekerja, tapi orang bertindak kejahatan kan akan menyembunyikan rencananya itu. Kan tidak mudah dan memang tidak mudah. apalagi dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil seperti ini."
Oleh karenanya, lanjut Djoko, jika memang BIN atau kepolisian bisa mengantongi informasi akan adanya suatu tindak kejahatan, pasti bisa melakukan pencegahan. Akan tetapi pengejaran terhadap siapa-siapa yang dicurigai tetap dilakukan. Apalagi, kepolisian juga sudah memiliki database orang-orang yang dulunya terindikasi berbuat kejahatan.
"Kalau kita mengetahui komunikasinya mereka lebih dahulu, pasti kita akan bisa tunggu, bisa kita cegah, tapi kan ini tidak tahu. Jadi ya satu-satunya kewaspadaan ditingkatkan oleh petugas. Kan sudah ada database di kepolisian. Jadi pengejaran pada mereka-mereka tidak boleh kendor," tutur Djoko.
Aipda Sukardi ditembak orang tak dikenal di depan Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 10 September sekitar pukul 22.20 WIB. Sukardi saat itu tengah mengendarai sepeda motor Honda Supra X warna merah hitam bernopol B 6671 TXL. Dia dipepet 2 orang yang menggunakan 2 sepeda motor.
Menurut keterangan saksi, terdengar 3 kali tembakan. Usai menembak, 2 orang yang diduga pelaku itu langsung tancap gas ke arah Pancoran. Dari hasil olah TKP, ditemukan 3 butir peluru berkaliber 4,5. Diduga pelaku menggunakan pistol jenis FN ilegal. Kejadian tersebut juga terekam CCTV yang ada di sekitar lokasi kejadian. Sementara polisi sudah memeriksa sejumlah saksi terkait penembakan ini. (Mut/Ism)