Liputan6.com, Jakarta: Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sutiyoso kini menatap realita kota yang sebenarnya. Masalah sosial tak bisa diselesaikan hanya dengan menggiring para penyandangnya masuk ke panti sosial. Apalagi, berbagai fasilitas yang disediakan masih terbilang minim. Belum lagi adanya keluhan kasus salah tangkap yang telah dilakukan oleh petugas.
Kenyataan ini disaksikan sendiri oleh Sutiyoso saat berkunjung ke Panti Sosial Kedoya, Jakarta Barat. Dalam lawatan pada Jumat (1/9) kemarin itu, Sutiyoso menerima keluhan dari sejumlah wanita penghuni panti, yang mengaku menjadi korban salah tangkap petugas Ketentraman dan Ketertiban DKI Jakarta. Di tempat itu pula, mantan Panglima Kodam Jaya ini sempat melihat berbagai fasilitas yang ada, sekaligus berdialog dengan sejumlah penghuni.
Panti Sosial Kedoya ini adalah tempat penampungan sementara bagi para penyandang masalah sosial yang terjaring dalam Operasi Penertiban aparat tramtib DKI. Di panti ini, mereka hanya tinggal sementara waktu untuk kemudian dipulangkan atau ditempatkan secara permanen di Panti Bina Rehabilitasi Sosial Cipayung, Jakarta Timur. Mereka yang menjadi penghuni panti ini adalah para gelandangan dan pengemis, wanita tuna susila, waria serta pengatur lalu lintas amatiran alias "Pak Ogah" hingga pedagang asongan.
Saat berdialog, ada sejumlah penghuni yang mengaku telah salah ditangkap petugas. Protes itu dilansir kaum perempuan yang mengaku wanita baik-baik namun disangka WTS. Keluhan ini memang cukup mendasar. Pasalnya, menurut data Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta sendiri, jumlah wanita korban salah tangkap mencapai 128 orang selama dua bulan terakhir.
Sementara itu, para penghuni lain juga mengeluhkan keterbatasan jatah makan yang disediakan pengelola. Apalagi, anggaran jatah tiga kali makan bagi mereka tak lebih dari Rp 5.000 per hari. Menanggapi hal ini, Sutiyoso memang tak menyanggah. Dia sendiri mengakui kecilnya anggaran yang disediakan untuk jatah makan para penghuni. Namun, kecilnya Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah membuat Pemerintah Daerah Jakarta kesulitan untuk menambah jumlah anggaran tersebut.
Kendati begitu, Pemda Jakarta juga tak tinggal diam. Untuk tahap pertama, langkah yang dilakukan Pemda DKI adalah merenovasi bangunan panti. Tujuannya agar gedung bekas penjara wanita ini tak meninggalkan kesan bangunan sel bagi para penyandang masalah sosial.(BMI/Abbas Yahya dan Agus Ginanjar)
Kenyataan ini disaksikan sendiri oleh Sutiyoso saat berkunjung ke Panti Sosial Kedoya, Jakarta Barat. Dalam lawatan pada Jumat (1/9) kemarin itu, Sutiyoso menerima keluhan dari sejumlah wanita penghuni panti, yang mengaku menjadi korban salah tangkap petugas Ketentraman dan Ketertiban DKI Jakarta. Di tempat itu pula, mantan Panglima Kodam Jaya ini sempat melihat berbagai fasilitas yang ada, sekaligus berdialog dengan sejumlah penghuni.
Panti Sosial Kedoya ini adalah tempat penampungan sementara bagi para penyandang masalah sosial yang terjaring dalam Operasi Penertiban aparat tramtib DKI. Di panti ini, mereka hanya tinggal sementara waktu untuk kemudian dipulangkan atau ditempatkan secara permanen di Panti Bina Rehabilitasi Sosial Cipayung, Jakarta Timur. Mereka yang menjadi penghuni panti ini adalah para gelandangan dan pengemis, wanita tuna susila, waria serta pengatur lalu lintas amatiran alias "Pak Ogah" hingga pedagang asongan.
Saat berdialog, ada sejumlah penghuni yang mengaku telah salah ditangkap petugas. Protes itu dilansir kaum perempuan yang mengaku wanita baik-baik namun disangka WTS. Keluhan ini memang cukup mendasar. Pasalnya, menurut data Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta sendiri, jumlah wanita korban salah tangkap mencapai 128 orang selama dua bulan terakhir.
Sementara itu, para penghuni lain juga mengeluhkan keterbatasan jatah makan yang disediakan pengelola. Apalagi, anggaran jatah tiga kali makan bagi mereka tak lebih dari Rp 5.000 per hari. Menanggapi hal ini, Sutiyoso memang tak menyanggah. Dia sendiri mengakui kecilnya anggaran yang disediakan untuk jatah makan para penghuni. Namun, kecilnya Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah membuat Pemerintah Daerah Jakarta kesulitan untuk menambah jumlah anggaran tersebut.
Kendati begitu, Pemda Jakarta juga tak tinggal diam. Untuk tahap pertama, langkah yang dilakukan Pemda DKI adalah merenovasi bangunan panti. Tujuannya agar gedung bekas penjara wanita ini tak meninggalkan kesan bangunan sel bagi para penyandang masalah sosial.(BMI/Abbas Yahya dan Agus Ginanjar)