Gubernur DKI Jakarta Joko Widoko mengeluhkan aturan birokrasi pemerintahan yang dinilainya sebagai penghambat program Pemprov DKI. Menurut pria yang akrab disapa Jokowi itu, aturuan birokrasi ibarat pagar yang sangat tinggi untuk menghindari terjadinya penyelewengan atau perampokan anggaran seperti korupsi.
Namun, lanjut dia, walaupun dipagari dengan banyak aturan yang bertingkat-tingkat, tetap saja terjadi penyimpangan. Maka itu, yang terpenting ialah bukan pada lapisan aturan melainkan pengawalan dan pengawasan program di lapangan.
"Gini loh, kita itu kayak dipagerin tinggi. Dipikir orang yang di birokrasi itu semuanya kayak mau ngerampok uang saja. Pada dipagerin tinggi itupun kerampok, pelanggaran juga banyak. Ya kan? Jadi sebenarnya bukan itu kalau saya. Aturannya yang simple. Pengawasan riilnya yang diikuti. Ada proyek, ikuti terus di lapangan," kata Jokowi, di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Ia mengaku ketika pertama kali merambah dunia pemerintahan dengan menjabat sebagai walikota Surakarta, dirinya yang berlatar belakang swasta merasa kaget dengan banyaknya aturan birokrasi yang membuat sulitnya pelaksanaan program. Jokowi mengatakan dirinya berharap orientasi masyarakat lebih ke hasilnya, apakah bermanfaat atau tidak.
"Saya waktu jadi walikota dari swasta, kaget saya. Peraturan kok kayak gini. Ini makin ke sini makin pusing lagi. Hal-hal yang sebenarnya simpel, jadi sulit. Paling penting itu orientasinya ke hasil. Saya biasa di swasta nggak mau saya orientasi ke prosedur," papar dia.
Namun, meskipun merasa tidak nyaman dengan aturan birokrasi yang ada saat ini, Jokowi mengaku tidak dapat begitu saja mengubah peraturan. Sebab peraturan pemerintah daerah merupakan turunan dari pemerintah pusat. Sehingga jika ingin melakukan perubahan, harus dilakukan dari induknya.
Saat ditanya, apakah ia berniat berpindah dari Pemprov DKI ke pemerintahan pusat untuk dapat merombak kerumitan birokrasi, Jokowi terlihat gelagapan.
"Iya (harus di pusat). Eh, gimana sih? Gimana sih? Maksud saya, yang bisa mengubah itu pusat. Ya, saya nggak bisa dong. Wong saya gubernur," ujar Jokowi sambil tertawa. (Ali/Mut)
Namun, lanjut dia, walaupun dipagari dengan banyak aturan yang bertingkat-tingkat, tetap saja terjadi penyimpangan. Maka itu, yang terpenting ialah bukan pada lapisan aturan melainkan pengawalan dan pengawasan program di lapangan.
"Gini loh, kita itu kayak dipagerin tinggi. Dipikir orang yang di birokrasi itu semuanya kayak mau ngerampok uang saja. Pada dipagerin tinggi itupun kerampok, pelanggaran juga banyak. Ya kan? Jadi sebenarnya bukan itu kalau saya. Aturannya yang simple. Pengawasan riilnya yang diikuti. Ada proyek, ikuti terus di lapangan," kata Jokowi, di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Ia mengaku ketika pertama kali merambah dunia pemerintahan dengan menjabat sebagai walikota Surakarta, dirinya yang berlatar belakang swasta merasa kaget dengan banyaknya aturan birokrasi yang membuat sulitnya pelaksanaan program. Jokowi mengatakan dirinya berharap orientasi masyarakat lebih ke hasilnya, apakah bermanfaat atau tidak.
"Saya waktu jadi walikota dari swasta, kaget saya. Peraturan kok kayak gini. Ini makin ke sini makin pusing lagi. Hal-hal yang sebenarnya simpel, jadi sulit. Paling penting itu orientasinya ke hasil. Saya biasa di swasta nggak mau saya orientasi ke prosedur," papar dia.
Namun, meskipun merasa tidak nyaman dengan aturan birokrasi yang ada saat ini, Jokowi mengaku tidak dapat begitu saja mengubah peraturan. Sebab peraturan pemerintah daerah merupakan turunan dari pemerintah pusat. Sehingga jika ingin melakukan perubahan, harus dilakukan dari induknya.
Saat ditanya, apakah ia berniat berpindah dari Pemprov DKI ke pemerintahan pusat untuk dapat merombak kerumitan birokrasi, Jokowi terlihat gelagapan.
"Iya (harus di pusat). Eh, gimana sih? Gimana sih? Maksud saya, yang bisa mengubah itu pusat. Ya, saya nggak bisa dong. Wong saya gubernur," ujar Jokowi sambil tertawa. (Ali/Mut)