Liputan6.com, Jakarta: Kasus bobolnya dana penjaminan dalam rekening 502 kembali ditelusuri Polri. Menurut rencana, dalam waktu dekat Direktorat Reserse Tindak Pidana Korupsi (Dirserse Tipikor) Markas Besar Polri akan memanggil pejabat dan pegawai Bank Indonesia. Tak hanya itu saja. Sebanyak lima pejabat dari dua Bank Perkreditan Rakyat yang terkait kasus bobolnya dana penjaminan dalam rekening 502 sebesar Rp 21 triliun lebih pun bakal ikut dipanggil. "Kasus ini terjadi antara tahun 1998 sampai 2001. Pejabat yang terkait di masa-masa itu, siap-siap saja dipanggil," kata Wakil Direktur Reserse Tipikor Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Marsudi Hanafi di Jakarta, Selasa (6/1) siang.
Menurut Marsudi, pejabat yang bakal dipanggil itu adalah Deputi Gubernur Bank Indonesia Anwar Nasution. Ia dipanggil sebagai saksi. Sebab, kebetulan, Anwar-lah yang pernah mengakui adanya penyimpangan dana penjamin tersebut di BI. Berdasarkan informasi yang dihimpun SCTV, ada beberapa nama direktur pengawasan BPR periode 1998-2001. Dia adalah pegawai BI yang terkait dalam penanganan cabang BPR di Surabaya, dan berkoordinasi dengan direktur Sumber daya Manusia BI. Sementara pejabat BPR cabang Surabaya yang ada pada periode itu adalah Direktur Utama BPR Wahyu Gondosucipto, Direktur BPR M. Zaki Gufron Santoso, dan Komisaris BPR R. Tanoyo Santoso. Sedangkan dari cabang BPR cabang Jakarta, tersebut nama Komisaris Utama BPR Akri Wardoyo dan Dirut BPR Alamsyah Wardoyo.
Sayang, Marsudi belum bersedia menyebutkan nama dua pejabat di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus 502 tersebut, akhir Desember silam. Dia hanya mengatakan, Polri telah menyita berbagai dokumen kasus penyimpangan yang berawal dari terjadinya program penjaminan bank pada 1988 lampau itu.
Sebelumnya Mabes Polri memang sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus penyelewengan dana Rekening 502. Seorang di antaranya adalah mantan kepala BPPN yang tak disebutkan namanya [baca: Mantan Kepala BPPN Tersangka Kasus Rekening 502]. Kedua tersangka hingga kini belum ditahan.
Penetapan para tersangka tersebut berbeda dengan pernyataan BI dan BPPN. Saat itu, BI-BPPN membantah hasil temuan BPK yang menyebutkan bahwa kedua institusi tersebut menyelewengkan dana Rekening 502 sebesar Rp 21,69 triliun [baca: BI-BPPN Membantah Menyelewengkan Dana Rekening 502].(BMI/Nina Bahri dan Yoseph Herhudi Lestari)
Menurut Marsudi, pejabat yang bakal dipanggil itu adalah Deputi Gubernur Bank Indonesia Anwar Nasution. Ia dipanggil sebagai saksi. Sebab, kebetulan, Anwar-lah yang pernah mengakui adanya penyimpangan dana penjamin tersebut di BI. Berdasarkan informasi yang dihimpun SCTV, ada beberapa nama direktur pengawasan BPR periode 1998-2001. Dia adalah pegawai BI yang terkait dalam penanganan cabang BPR di Surabaya, dan berkoordinasi dengan direktur Sumber daya Manusia BI. Sementara pejabat BPR cabang Surabaya yang ada pada periode itu adalah Direktur Utama BPR Wahyu Gondosucipto, Direktur BPR M. Zaki Gufron Santoso, dan Komisaris BPR R. Tanoyo Santoso. Sedangkan dari cabang BPR cabang Jakarta, tersebut nama Komisaris Utama BPR Akri Wardoyo dan Dirut BPR Alamsyah Wardoyo.
Sayang, Marsudi belum bersedia menyebutkan nama dua pejabat di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus 502 tersebut, akhir Desember silam. Dia hanya mengatakan, Polri telah menyita berbagai dokumen kasus penyimpangan yang berawal dari terjadinya program penjaminan bank pada 1988 lampau itu.
Sebelumnya Mabes Polri memang sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus penyelewengan dana Rekening 502. Seorang di antaranya adalah mantan kepala BPPN yang tak disebutkan namanya [baca: Mantan Kepala BPPN Tersangka Kasus Rekening 502]. Kedua tersangka hingga kini belum ditahan.
Penetapan para tersangka tersebut berbeda dengan pernyataan BI dan BPPN. Saat itu, BI-BPPN membantah hasil temuan BPK yang menyebutkan bahwa kedua institusi tersebut menyelewengkan dana Rekening 502 sebesar Rp 21,69 triliun [baca: BI-BPPN Membantah Menyelewengkan Dana Rekening 502].(BMI/Nina Bahri dan Yoseph Herhudi Lestari)