Anggota Dewan Syare’at Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Ustaz Afif Abdul Majid resmi dinyatakan Kementerian Keuangan Amerika Serikat masuk daftar hitam teroris. Namun JAT menyayangkan Pemerintah Indonesia yang kerap bersikap dingin.
"Yang saya sayangkan negara ini hanya berdiam diri. Padahal warganya dituding teroris. Harusnya merasa tercoreng karena warga negaranya masuk daftar teroris," ujar juru bicara JAT Abdul Rahim kepada Liputan6.com, Jumat (20/9/2013).
Putra Ustad Abu Bakar Baa`syir ini mengatakan, seharusnya Pemerintah Indonesia melindungi warga negaranya. Ketika tudingan sebagai teroris kepada warganya, Pemerintah Indonesia harusnya mengklarifikasi dan meminta bukti kebenarannya.
"Karena warga negara dituding teroris negara ikut tercoreng kan? Tapi saya heran gak ada perlindungan, bahkan diam saja. Ada banyak sekali nama masuk daftar teroris, tapi tidak ada perlindungan pemerintah."
"Paling pemerintah Indonesia hanya menyikapi tidak ada pengaruh untuk kepentingan internal. Tidak ada upaya klarifikasi," sambungnya.
Selama ini, lanjut Rahim, setiap ada tudingan sebagai jaringan teroris terhadap anggotanya, beberapa kali pihaknya berupaya sendiri mengklarifikasi kepada pihak terkait. Namun hasilnya nihil. "Pernah waktu Ustad Aswan, nama saya juga dimasukin, saya mencoba mengklarifikasi ke PBB."
"Ketika mendatangi kantor PBB di Jakarta mereka tak mau menemui kami. Kami haya ditemui satpam. Karena ada suratnya, siapa kemudian ketika itu kami ingin ketemu malah dihalangi. 2 kali padahal ingin klarifikasi," sambungnya.
Manurut Rahim, sikap Pemerintah Indonesia jauh berbeda dengan sejumlah negara di Eropa dan Timur Tengah. Ketika warga negaranya dituding sebagai teroris, mereka akan berusaha melindunginya.
Menanggapi apakah pihaknya akan meminta perlindungan kepada Pemerintah Indonesia untuk tudingan miring anggotanya ini, Rahim mengaku pesimis. "Saya gak yakin. Karena sudah terlihat bagaimana Pemerintah kita mencari muka kepada Amerika.
"Di satu sisi Ustad Afif mungkin dianggap sebagai duri dalam daging. Artinya, sudut pandang politik pemerintah Indonesia sudah jelek. Padahal kewajiban negara melindungi warganya terlepas dari adanya afiliasi politik," tandas Rahim. (Rmn/Yus)
"Yang saya sayangkan negara ini hanya berdiam diri. Padahal warganya dituding teroris. Harusnya merasa tercoreng karena warga negaranya masuk daftar teroris," ujar juru bicara JAT Abdul Rahim kepada Liputan6.com, Jumat (20/9/2013).
Putra Ustad Abu Bakar Baa`syir ini mengatakan, seharusnya Pemerintah Indonesia melindungi warga negaranya. Ketika tudingan sebagai teroris kepada warganya, Pemerintah Indonesia harusnya mengklarifikasi dan meminta bukti kebenarannya.
"Karena warga negara dituding teroris negara ikut tercoreng kan? Tapi saya heran gak ada perlindungan, bahkan diam saja. Ada banyak sekali nama masuk daftar teroris, tapi tidak ada perlindungan pemerintah."
"Paling pemerintah Indonesia hanya menyikapi tidak ada pengaruh untuk kepentingan internal. Tidak ada upaya klarifikasi," sambungnya.
Selama ini, lanjut Rahim, setiap ada tudingan sebagai jaringan teroris terhadap anggotanya, beberapa kali pihaknya berupaya sendiri mengklarifikasi kepada pihak terkait. Namun hasilnya nihil. "Pernah waktu Ustad Aswan, nama saya juga dimasukin, saya mencoba mengklarifikasi ke PBB."
"Ketika mendatangi kantor PBB di Jakarta mereka tak mau menemui kami. Kami haya ditemui satpam. Karena ada suratnya, siapa kemudian ketika itu kami ingin ketemu malah dihalangi. 2 kali padahal ingin klarifikasi," sambungnya.
Manurut Rahim, sikap Pemerintah Indonesia jauh berbeda dengan sejumlah negara di Eropa dan Timur Tengah. Ketika warga negaranya dituding sebagai teroris, mereka akan berusaha melindunginya.
Menanggapi apakah pihaknya akan meminta perlindungan kepada Pemerintah Indonesia untuk tudingan miring anggotanya ini, Rahim mengaku pesimis. "Saya gak yakin. Karena sudah terlihat bagaimana Pemerintah kita mencari muka kepada Amerika.
"Di satu sisi Ustad Afif mungkin dianggap sebagai duri dalam daging. Artinya, sudut pandang politik pemerintah Indonesia sudah jelek. Padahal kewajiban negara melindungi warganya terlepas dari adanya afiliasi politik," tandas Rahim. (Rmn/Yus)