M Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat mengaku sangat mengetahui proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri. Proyek senilai Rp 5,8 triliun itu diduga terjadi penyelewengan.
Menurut kuasa hukumnya, Elza Syarif, dalam proyek tersebut Nazaruddin berperan sebagai pihak yang diperintahkan sebagai pembagi uang kepada sejumlah pihak di DPR.
"Perannya Nazar itu disuruh-suruh. Dalam ikut rapat, dia membagikan uang ke DPR," ujar Elza Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/9/2013).
Elza mengatakan, menurut pengakuan kliennya, sebelum proyek ini digolkan sudah ada anggaran sebesar Rp 250 miliar yang dibagi-bagikan kepada sejumlah politisi Senayan. "Ini sudah ada Rp 250 miliar dibagikan ke anggota DPR untuk menggolkan proyek," kata Elza.
Nazaruddin yang divonis 7 tahun penjara dalam kasus suap wisma atlet SEA Games ini juga menuding Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi ikut terlibat dalam praktik korupsi pada proyek yang masuk dalam pembahasan anggaran APBN 2011.
Tak hanya itu, Nazaruddin juga menuding adik Mendagri ikut menerima fee proyek e-KTP ini. Namun, Nazaruddin tidak menyebut nilai fee yang diterima Mendagri dan adiknya tersebut.
Nazaruddin mengaku telah menyampaikan kepada penyidik KPK informasi mengenai proyek e-KTP ini. Dia mengatakan, proyek e-KTP tersebut secara penuh dikendalikan Anas dan Setya Novanto.
Sementara Gamawan menilai apa yang disampaikan Nazaruddin itu nyanyian lama. Menurut Gamawan, pihaknya tidak terlibat jika ada korupsi. Pasalnya, keterkaitan pihaknya adalah pada proses tender. "Sebelum (tender) diumumkan, Nazaruddin sudah ditangkap," kata Gamawan di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat 2 Agustus lalu.
Gamawan lalu mempertanyakan kapan korupsi itu terjadi. Pasalnya, kata dia, e-KTP itu diuji coba tahun 2008, 2009, dan 2010. Adapun proyek baru berjalan 2011. "Kita kan enggak tahu yang mana. Kalau yang dia katakan yang 2011, Nazaruddin sudah tertangkap, belum selesai tender," kata dia. Gamawan lantas melaporkan Nazaruddin ke kepolisian atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah. (Ary/Ism)
Menurut kuasa hukumnya, Elza Syarif, dalam proyek tersebut Nazaruddin berperan sebagai pihak yang diperintahkan sebagai pembagi uang kepada sejumlah pihak di DPR.
"Perannya Nazar itu disuruh-suruh. Dalam ikut rapat, dia membagikan uang ke DPR," ujar Elza Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/9/2013).
Elza mengatakan, menurut pengakuan kliennya, sebelum proyek ini digolkan sudah ada anggaran sebesar Rp 250 miliar yang dibagi-bagikan kepada sejumlah politisi Senayan. "Ini sudah ada Rp 250 miliar dibagikan ke anggota DPR untuk menggolkan proyek," kata Elza.
Nazaruddin yang divonis 7 tahun penjara dalam kasus suap wisma atlet SEA Games ini juga menuding Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi ikut terlibat dalam praktik korupsi pada proyek yang masuk dalam pembahasan anggaran APBN 2011.
Tak hanya itu, Nazaruddin juga menuding adik Mendagri ikut menerima fee proyek e-KTP ini. Namun, Nazaruddin tidak menyebut nilai fee yang diterima Mendagri dan adiknya tersebut.
Nazaruddin mengaku telah menyampaikan kepada penyidik KPK informasi mengenai proyek e-KTP ini. Dia mengatakan, proyek e-KTP tersebut secara penuh dikendalikan Anas dan Setya Novanto.
Sementara Gamawan menilai apa yang disampaikan Nazaruddin itu nyanyian lama. Menurut Gamawan, pihaknya tidak terlibat jika ada korupsi. Pasalnya, keterkaitan pihaknya adalah pada proses tender. "Sebelum (tender) diumumkan, Nazaruddin sudah ditangkap," kata Gamawan di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat 2 Agustus lalu.
Gamawan lalu mempertanyakan kapan korupsi itu terjadi. Pasalnya, kata dia, e-KTP itu diuji coba tahun 2008, 2009, dan 2010. Adapun proyek baru berjalan 2011. "Kita kan enggak tahu yang mana. Kalau yang dia katakan yang 2011, Nazaruddin sudah tertangkap, belum selesai tender," kata dia. Gamawan lantas melaporkan Nazaruddin ke kepolisian atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah. (Ary/Ism)