Liputan6.com, Jakarta - Penyanderaan para pengunjung mal Westgate, Kenya, dinyatakan berakhir. 67 orang tewas. Kenya mengumumkan masa berkabung 3 hari. Al Shabaab, kelompok militan asal Somalia, mengaku bertanggung jawab atas aksi ini.
Somalia adalah narasi panjang darah dan air mata. Siapa masih ingat Black Hawk Down? Film itu mengisahkan, pada Oktober 1993, pasukan Amerika Serikat hendak menangkap Mohamed Farah Aidid, salah seorang warlords di Somalia. Ia diincar karena anak buahnya kerap merampas bahan pangan program bantuan kemanusiaan PBB.
Operasi militer di Mogadishu, ibukota negara di sisi timur laut Afrika itu, yang diperkirakan hanya berlangsung 30 menit ternyata berakhir setelah 18 jam.
Para pengikut Aidid melakukan perlawanan yang sama sekali tak terbayangkan. Puluhan prajurit AS tewas, terluka, dan diculik. Dua helikopter Black Hawk pun jatuh dihajar roket. Namun, Aidid gagal dicokok. Washington malu luar biasa.
Somalia mengalami konflik permanen sejak 1991. Presiden Siad Barre, yang berhaluan sosialis, digulingkan. Tapi, para panglima perang gagal mencapai kata sepakat soal pemerintahan baru. Perang sipil pun berkobar.
Pada tahun 2000, para pemimpin suku memilih Abdulkassim Salat Hassan sebagai presiden dalam sebuah pertemuan di Djibouti. Toh, pemerintahan baru ini dengan segera terlihat gagal mempersatukan negeri. Konflik bersenjata terus saja berlangsung.
Interpretasi Literal
Lalu, kaum radikal Islam memunculkan diri sebagai pihak yang berseberangan. Satu yang paling menonjol adalah Islamic Courts Union (ICU). Pada Mei 2006, ICU berhasil menguasai Mogadishu. Lawan terdesak ke utara. Cuma, dunia internasional tak mengakui ICU. Pada akhir 2006, militer Ethiopia dan tentara pemerintahan Somalia gantian memukul. ICU kocar-kacir dan faksi-faksi di dalamnya mencari jalan mereka masing-masing.
Faksi terkuat ICU adalah Al Shabaab yang menguasai Somalia selatan dan tengah. Kelompok ini diperkirakan memiliki beberapa ribu pejuang, termasuk ratusan warga asal Timur Tengah yang berpengalaman dalam konflik Irak dan Afghanistan.
Secara ideologis, Al Shabaab hendak mendirikan negara Islam. Mereka menganut aliran Wahabi, yang menggelar interpretasi kaku dan literal atas teks-teks Islam, jika dibandingkan dengan aliran Sunni mainstream yang diikuti sebagian besar rakyat Somalia. Mereka bertekad menumbangkan rezim yang berkuasa.
Pada akhir 2009, Ethiopia menarik pasukan. Segera Al Shabaab bergerak dengan merebut Baidoa, yang sebelumnya menjadi salah satu basis utama pemerintah Somalia. Perlawanan Al Shabab membuat kewalahan. Tiba waktu meminta bantuan pihak ketiga. Di saat ini, posisi presiden telah beralih ke tokoh moderat, Sheikh Sharif Sheikh Ahmad.
Akhirnya, negara tetangga seperti Uganda, Ethiopia, Djibouti, Sierra Leone, dan Burundi mengirim serdadu untuk membantu pemerintah Somalia. Mereka tergabung dalam pasukan Uni Afrika. Jumlahnya sekitar 17 ribu orang.
Pada 2012, pasukan Uni Afrika merebut kota pelabuhan penting Kismayo. Mogadishu juga sepenuhnya dikuasai. Al-Shabab tinggal menguasai kawasan pedesaan.
Terdesak, nyali Al Shabaab tak ciut. Sejumlah serangan terus dilancarkan. Misalnya, Juli lalu. Seseorang menabrakkan mobil penuh bahan peledak ke konvoi pasukan Uni Afrika di Mogadishu sehingga menewaskan dua warga sipil.
Menggelar Serangan
Al-Shabaab mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Juru Bicara Al Shabaab Sheikh Abdiasis Abu Musab mengatakan, konvoi tersebut membawa sejumlah pejabat Amerika Serikat.
"Kami bertanggung jawab atas serangan bom itu. Warga Amerika adalah sasaran kami," kata Abu Musab.
Sebulan sebelumnya, 14 orang tewas dan 15 lainnya luka-luka dalam serangan terhadap markas PBB di Mogadishu. Mereka yang tewas adalah penyerang, karyawan PBB, dan warga sipil.
Al Shabaab kembali punya andil atas serangan tersebut melalui pernyataan di akun Twitter mereka.
Perdana Menteri Somalia, Abdi Farah Shirdon, mengutuk serangan tersebut. "Saya dan seluruh rakyat Somalia terkejut mengetahui mereka menjadi korban kekerasan biadab itu," ujarnya.
Al Shabaab tak hanya beraksi di Somalia. Pada Juli 2010, kelompok ini melancarkan serangan bom di Kampala, Uganda, yang menewaskan 79 orang yang tengah nonton bareng final Piala Dunia. Inilah aksi pertama dilancarkan di luar Somalia dan diklaim sebagai balasan atas keterlibatan Uganda dalam pasukan Uni Afrika.
"Kami mengirim pesan kepada Uganda dan Burundi. Jika mereka tak menarik diri dari Amisom (African Union Mission in Somalia), serangan akan berlanjut dan juga akan terjadi di Bujumbura (ibukota Burundi)," kata petinggi Al Shabaab, Sheikh Ali Mohamud Rage, seperti dikutip BBC.
Riwayat perlawanan Al Shabaab kiranya masih akan panjang. Penyerangan mal di Kenya menjadi indikasi terang-benderang. (Yus/dari berbagai sumber)
baca juga: Al Shabaab: Para Pemuda Penebar Teror dari Somalia (1)
Al Shabaab, Kenya, dan Negeri Bersimbah Darah Bernama Somalia (2)
Al Shabaab diduga memiliki beberapa ribu pejuang, termasuk ratusan warga asing asal Timur Tengah.
Advertisement