Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengatakan, revisi sebuah undang-undang sebaiknya dilakukan secara komprehensif dan keseluruhan tidak parsial. Termasuk, adanya tuntutan revisi RUU Pilpres Pasal 7 Ayat 1 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).
"Kalau mau direvisi ya direvisi secara keseluruhan. Kalau tidak ya tidak. Jangan kemudian direvisi tarik menariknya untuk persoalan kepentingan partai masing-masing," ujar Pramono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2013).
Pramono menjelaskan dalam konteks ini maka kalau kepala daerah maju dan usulan itu dilakukan kemudian. Suatu hari tidak perlu meminta ijin kepada presiden karena levelnya presiden.
"Coba bayangkan jika presiden tidak megijinkan kepal daerah untuk maju sebagai capres kan tidak fair. Karena ini dalam posisi sebagai capres. Berbeda dengan bupati atau walikota karena masih ada atasnyanya lagi. Kalau presiden kan tidak ada atasannya lagi," imbuh Pramono.
Meski ada pandangan untuk mengubah UU Pikpres, namun ia menegaskan, mayoritas fraksi-fraksi lebih menginginkan UU apa adanya untuk digunakan dalam pilpres mendatang.
"Saya melihat konteksnya kan 2014. Presiden sekarng kan tidak maju tapi semua orang yang meminta ijin pasti dikasih," tukas Pramono.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PDIP Arief Wibowo menilai, Pasal 7 Ayat 1 dalam UU Pilpres harus dibahas kembali dan diubah dalam Rapat Pleno Revisi UU Pilpres. Menurutnya, jika seorang kepala daerah terbukti bagus dalam menjalankan roda pemerintahan dan tak cacat hukum, serta mendapat dukungan rakyat, maka idealnya tak perlu mohon izin lagi kepada presiden.
"Salah satunya dalam Pasal 7 Ayat 1, kita inginkan diubah. Kita ingin mengubah bahwa seorang kepala daerah tidak perlu ijin presiden, jika ingin menjadi capres jadi hanya perlu mendapatkan dukungan partai pengusungnya saja," kata Arief Wibowo. (Adi/Mut)
"Kalau mau direvisi ya direvisi secara keseluruhan. Kalau tidak ya tidak. Jangan kemudian direvisi tarik menariknya untuk persoalan kepentingan partai masing-masing," ujar Pramono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2013).
Pramono menjelaskan dalam konteks ini maka kalau kepala daerah maju dan usulan itu dilakukan kemudian. Suatu hari tidak perlu meminta ijin kepada presiden karena levelnya presiden.
"Coba bayangkan jika presiden tidak megijinkan kepal daerah untuk maju sebagai capres kan tidak fair. Karena ini dalam posisi sebagai capres. Berbeda dengan bupati atau walikota karena masih ada atasnyanya lagi. Kalau presiden kan tidak ada atasannya lagi," imbuh Pramono.
Meski ada pandangan untuk mengubah UU Pikpres, namun ia menegaskan, mayoritas fraksi-fraksi lebih menginginkan UU apa adanya untuk digunakan dalam pilpres mendatang.
"Saya melihat konteksnya kan 2014. Presiden sekarng kan tidak maju tapi semua orang yang meminta ijin pasti dikasih," tukas Pramono.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PDIP Arief Wibowo menilai, Pasal 7 Ayat 1 dalam UU Pilpres harus dibahas kembali dan diubah dalam Rapat Pleno Revisi UU Pilpres. Menurutnya, jika seorang kepala daerah terbukti bagus dalam menjalankan roda pemerintahan dan tak cacat hukum, serta mendapat dukungan rakyat, maka idealnya tak perlu mohon izin lagi kepada presiden.
"Salah satunya dalam Pasal 7 Ayat 1, kita inginkan diubah. Kita ingin mengubah bahwa seorang kepala daerah tidak perlu ijin presiden, jika ingin menjadi capres jadi hanya perlu mendapatkan dukungan partai pengusungnya saja," kata Arief Wibowo. (Adi/Mut)