Sukses

Mobil Murah, Sang Predator Jelang Tahun Politik

Meluncurnya mobil murah disambut kemeriahan pro dan kontra. Ada yang senang. Ada yang untung. Ada yang mencapnya sebagai predator.

Meluncurnya mobil murah disambut kemeriahan pro dan kontra. Pemerintah yang memuluskan kelahiran mobil murah senang. Namun menjadi pe-er berat bagi yang berjibaku memerangi kemacetan Ibukota.

Diam-diam, mobil murah yang sebenarnya tidaklah murah harganya dalam ukuran dunia ini disinyalir membawa bibit predator. Pembelinya dijamin tak akan sudi lagi berjubel menaiki transportasi umum.

Bahkan kebijakan mobil murah ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC) yang diciptakan menjelang tahun politik Pemilu dan Pilpres 2014 ini juga terendus membawa keuntungan bagi sang penguasa saat ini. Tapi menjadi beban yang harus ditanggung penguasa berikutnya.

"Siapa yang diuntungkan, ya pemerintah pusat sekarang. Apalagi jelang tahun politik," ungkap analis kebijakan publik Dinna Wisnu di Jakarta, Sabtu 28 September 2013.

Dinna menjelaskan, dari kebijakan mobil murah, pemerintah tampak ingin mendorong masyarakat Indonesia dari berbagai elemen untuk membeli mobil-mobil yang sedang dipasarkan sekarang. Implikasi dari pembelian mobil itu, akan terjadi pertumbuhan ekonomi.

"Pertumbuhan ekonomi itu kan dari konsumsi-konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat. Tapi ini jadi masalah, untuk pemerintah baru nanti yang akan terpilih. Yang baru yang akan membereskan," ujar Dinna.

Rakyat Untung?

Hal berbeda disampaikan Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana. Tidak hanya pemerintah pusat yang diuntungkan kebijakan mobil murah. Apalagi Partai Demokrat sebagai penyokong utama pemerintahan SBY. Rakyat juga untung.

"Bicara keuntungan, semua untung. Pemerintah untung lewat devisa, dari devisa balik ke rakyat. Jadi rakyat juga untung, karena negara kan punya rakyat. Jangan apa-apa Demokrat diuntungkan. Kan negara ini koalisi, ada partai lain juga kan," kata Sutan kepada Liputan6.com.

Kebijakan mobil murah, menurut dia, berguna untuk menangkal serangan pasar bebas pada 2015 mendatang. Diperkirakan mobil-mobil luar negeri semakin merajalela di Indonesia. Dengan program mobil murah, serangan mobil luar negeri bisa dikendalikan.

"Kalau kita tidak bikin murah ini, mobil dari luar nanti saat pasar bebas 2015, kita nggak bisa apa-apa. Saat kita ada mobil murah, mobil mereka nggak laku," terang Sutan.

Palsu

Di balik murahnya harga mobil yang berkisar di bawah Rp 100 juta, ada kepalsuan demi kepalsuan yang diungkap anggota Dewan Transportasi Jakarta Tulus Abdi. Bahkan tercatat ada 9 kepalsuan.

Kepalsuan pertama, terang Tulus, penggunaan kata 'biaya murah atau low cost' merupakan pelecehan masyarakat Indonesia. Sebab pemerintah menyasar kebijakan ini untuk masyarakat kelas menengah ke bawah. Padahal masyarakat pada kelas tersebut lebih mementingkan sembako daripada mobil.

"Selain itu, letak murahnya di mana? Di Libya saja mobil itu harganya Rp 50 juta. Kalau di sini, orang beli rata-rata dikredit, harganya nambah. Jadi, mana yang low cost?" ujar Tulus.

Kedua, soal mobil hijau atau green car itu tidak terbukti. Karena, mobil yang dijual sama-sama memakai bensin. "Masa mobil murah disuruh beli BBM mahal. Banyak mobil mewah pakai premium. Jadi tidak ada green sama sekali," ungkapnya.

Ketiga, seharusnya mobil memakai desain mobil nasional. Namun, menurut Tulus, hal tersebut termasuk menggantung, karena sebagian komponennya impor. Keempat, pemerintah mau melakukan ekspor mobil murah ini.

"Mimpi kali, kita tidak ada reputasi ekspor (mobil). Bahkan, di ASEAN saja tidak ada reputasi, terus mau ekspor?" cetus Tulus.

Kelima, mobil murah ini diperuntukkan juga untuk mobil di pedesaan. Tapi, hal itu dilihat Tulus tidak ada korelasi. Mobil LCGC yang dipasarkan memiliki desain untuk city car, sehingga tidak cocok masuk desa.

Keenam, akan dilakukan pengisian bensin memakai gas supaya ramah lingkungan. Lagi-lagi, Tulus menyebut hal itu hanya mimpi pemerintah semata. "Alasannya, SPBG di Indonesia cuma terpusat di Jabodetabek," ujarnya.

Tulus juga menuturkan, sebanyak 17 ribu unit mobil LCGC ini sudah di-indent. Dari angka tersebut, ia meyakini 85 persen dipesan oleh warga Jakarta. "Akhirnya, 30 ribu unit yang akan dipasarkan tahun ini pasti terserap di Jabodetabek," tuturnya.

Kedelapan, peralihan pengguna sepeda motor ke mobil LCGC. Kepalsuan itu terlihat karena para pembeli sepeda motor saja sebagian menggunakan kredit. "Jadi kantong mereka tidak cukup, motor saja kredit," imbuh Tulus.

Terakhir, sambung dia, Presiden SBY dalam satu kesempatan menyebut Indonesia pada 2030 harus mengurangi emisi karbon sebesar 26 persen. Sementara, mobil yang menjadi penyumbang polusi terus diperjualbelikan. "Ini kepalsuan dari kebijakan LCGC," cetus Tulus.

Predator

Kekhawatiran transportasi massal bakal lenyap karena warga lebih suka membeli mobil murah juga disampaikan Tulus. Dia bahkan menyamakan warga yang membeli mobil murah dengan predator. Sebab dengan membeli mobil murah, transportasi publik akan mati.

"Ya kalau kita membeli mobil itu, kita sama saja dengan predator. Sekarang lihat saja, kebijakannya saja predator. Tentu yang membeli juga akan menjadi predator terhadap angkutan umum. Pasti akan menggunakan kendaraan pribadinya daripada kendaraan umum," ucap Tulus.

Direktur Bina Sarana Transportasi Perkotaan Kemenhub Djoko Sasono punya pendapat berbeda. Kebijakan mobil murah diyakini tidak akan merangsang kemacetan apabila pemakaiannya diatur.

"Silakan punya mobil banyak, tapi pemakaiannya ada aturannya. Kalau semakin banyak kendaraan parkir di bahu jalan, nanti tidak dapat tempat parkir lagi. Nantinya masyarakat akan menyadari susahnya mencari tempat parkir. Hal itu dengan sendirinya akan membuat masyarakat lari ke kendaraan umum," kata Djoko.

Anggota Komisi V DPR Hetifah menyatakan tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Menurutnya, pemerintah harus berhati-hati membuat kebijakan, apakah kebijakan tersebut akan memberikan lebih banyak dampak negatif kepada publik atau tidak.

"Saya tidak setuju masyarakat didorong punya mobil sebanyak-banyaknya. Ada kutipan dari Walikota Bolgota, Kolombia, Enrique Penalosa, yang mengatakan 'Negara maju disebut maju bukan karena orang miskin punya mobil, tapi saat orang kaya beralih ke angkutan umum'," ujar Hetifah yang juga politisi Fraksi Golkar.

Bus Anti Lampu Merah

Inovasi menarik disampaikan Kementerian Perhubungan yang berupaya menarik minat masyarakat untuk menggunakan transportasi publik. Bisa saja ini menjadi upaya menghadang derasnya laju mobil murah di jalanan.

"Akan ada bus yang jalan nggak kena lampu merah. Kalau mau dekat lampu merah, akan jadi hijau. Untuk menarik orang naik kendaraan umum ya harus dibuat menarik," ujar Djoko.

Bus tersebut termasuk dalam program transit system yang sedang dikerjakan Kemenhub. Program itu akan diberlakukan di 16 kota. Rencananya, tahun depan program tersebut akan diujicobakan di beberapa kota besar.

"Ada di Yogyakarta, Solo, Semarang, Pekanbaru, Palembang, dan Jakarta. Dana yang dibutuhkan untuk program itu tidak sedikit. Sekitar Rp 380 miliar akan digunakan membangun program itu," ungkap Djoko.

Memiliki efek samping yang tak murah, menyebut kata 'mobil murah' pun menjadi gamang. (Sss)