Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Hadi Poernomo menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I (IHPS I) tahun 2013 kepada anggota DPR dalam sidang Paripurna di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta.
Hadi Poernomo menjelaskan, hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan sebanyak 13.969 kasus kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan senilai Rp 56,98 triliun.
"Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.589 kasus senilai Rp 10,74 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan. Rekomendasi BPK terhadap kasus-kasus tersebut antara lain berupa penyerahan aset dan penyetoran uang ke kas negara, daerah dan perusahaan," jelas Hadi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/10/2013).
Lebih jauh Hadi mengungkapkan, sebanyak 5.747 kasus merupakan kelemahan Sistem Pengawas Internal (SPI) yang terdiri dari 2.854 kasus penyimpangan administrasi dan 779 kasus senilai Rp 46,24 triliun merupakan temuan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan.
Selama proses pemeriksaan, lanjut dia, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan dengan penyerahan aset dan atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/dan atau perusahaan senilai Rp 372,40 miliar.
"Jelas sekali, jumlah ini masih sangat kecil dibandingkan nilai temuan BPK. Karena itu, terhadap kasus ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan dengan nilai sebesar Rp 10,74 triliun tersebut dan kasus ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan dengan nilai Rp 46,24 triliun perlu mendapat perhatian pimpinan dan para anggota DPR untuk mengawasi dan mendorong penyelesaian tindaklanjutnya," paparnya.
Hadi menambahkan, pengawasan dari DPR sangat diperlukan agar entitas segera menindaklanjuti rekomendaasi BPK atas temuan yang bernilai besar tersebut sehingga tak terjadi kerugian negara lebih besar.
"Selain itu, melalui pengawasan dari DPR diharapkan bisa dicari upaya-upaya preventif selain yang telah direkomendasikan BPK agar temuan yang selalu terjadi secara berulang-ulang tidak terjadi lagi di waktu yang akan datang," tukas Hadi.
Laporan ini diberikan BPK kepada DPR dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Sidang dihadiri 296 anggota dari total anggota 560 anggota DPR. (Ali/Yus)
Hadi Poernomo menjelaskan, hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan sebanyak 13.969 kasus kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan senilai Rp 56,98 triliun.
"Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.589 kasus senilai Rp 10,74 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan. Rekomendasi BPK terhadap kasus-kasus tersebut antara lain berupa penyerahan aset dan penyetoran uang ke kas negara, daerah dan perusahaan," jelas Hadi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/10/2013).
Lebih jauh Hadi mengungkapkan, sebanyak 5.747 kasus merupakan kelemahan Sistem Pengawas Internal (SPI) yang terdiri dari 2.854 kasus penyimpangan administrasi dan 779 kasus senilai Rp 46,24 triliun merupakan temuan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan.
Selama proses pemeriksaan, lanjut dia, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan dengan penyerahan aset dan atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/dan atau perusahaan senilai Rp 372,40 miliar.
"Jelas sekali, jumlah ini masih sangat kecil dibandingkan nilai temuan BPK. Karena itu, terhadap kasus ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan dengan nilai sebesar Rp 10,74 triliun tersebut dan kasus ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan dengan nilai Rp 46,24 triliun perlu mendapat perhatian pimpinan dan para anggota DPR untuk mengawasi dan mendorong penyelesaian tindaklanjutnya," paparnya.
Hadi menambahkan, pengawasan dari DPR sangat diperlukan agar entitas segera menindaklanjuti rekomendaasi BPK atas temuan yang bernilai besar tersebut sehingga tak terjadi kerugian negara lebih besar.
"Selain itu, melalui pengawasan dari DPR diharapkan bisa dicari upaya-upaya preventif selain yang telah direkomendasikan BPK agar temuan yang selalu terjadi secara berulang-ulang tidak terjadi lagi di waktu yang akan datang," tukas Hadi.
Laporan ini diberikan BPK kepada DPR dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Sidang dihadiri 296 anggota dari total anggota 560 anggota DPR. (Ali/Yus)