Sukses

Dua Istri Perwira TNI Berhasil Dibebaskan

Dua istri perwira TNI yang disandera GAM selama tujuh bulan akhirnya berhasil dibebaskan pasukan Raiders tadi siang. Pembebasan ini dilakukan dalam operasi militer dengan perencanaan yang matang.

Liputan6.com, Banda Aceh: Soraya dan Safrida Amin, dua wanita bersaudara istri perwira TNI Angkatan Udara yang disandera Gerakan Aceh Merdeka sejak Juli silam, berhasil dibebaskan pasukan TNI Batalyon Infanteri 700 Raiders, sekitar pukul 12.30 WIB, Kamis (29/1). Pembebasan itu didahului baku tembak antara pasukan Raiders dan tentara GAM di Desa Tungkah Gajah, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam.

Kabar itu dibenarkan Panglima Komandan Operasi TNI Mayor Jenderal George Toisuta. Menurut dia, setelah mendapatkan isyarat dari pasukan TNI yang berkuatan 40 orang, Syafrida dan Soraya langsung berlindung di dalam parit.

Sejauh ini, kondisi Syafrida cukup sehat. Tapi tak demikian dengan Soraya. Ia masih perlu diinfus. Saat ini, keduanya masih menjalani pemeriksaan kesehatan lanjutan. Rencananya, mereka akan dibawa ke Jakarta setelah pemeriksaan kesehatan selesai.

Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan yang juga Ketua Juru Runding Pembebasan Sandera GAM Sudi Silalahi juga mengamini informasi tersebut. "Alhamdulillah benar berita itu," kata Sudi yang mendapat laporan langsung dari Penguasa Darurat Militer Daerah dan Komando Operasi TNI di NAD.

Sekmenkopolkam mengatakan pembebasan ini bukan hasil dari perundingan dengan GAM. Sebab, Komisi Palang Merah Internasional (ICRC), sejak beberapa waktu silam, memutuskan untuk tak terlibat untuk sementara waktu. "Dengan stay-off-nya ICRC, kita nggak ada deal apa pun untuk pembebasan sandera melalui nego (negosiasi)," ungkap Sudi.

Nah, kesempatan ini dimanfaatkan TNI untuk membebaskan sandera dengan operasi militer dan tentunya dengan perencanaan yang cermat. Dengan demikian, pembebasan ini adalah hasil serangan militer TNI, bukan hasil negoisasi.

Menurut Sudi, sebenarnya upaya membebaskan sandera melalui jalan berunding sudah dilakukan selama hampir tiga pekan. Namun, karena inkonsistensi pihak GAM, seperti bergantinya juru runding hingga lima kali dan pingpong dari Aceh ke Stockholm dan sebaliknya, kata sepakat dalam perundingan sepertinya sulit dicapai. Apalagi, pihak ICRC sudah merasa lelah karena dioper-oper oleh GAM [baca: Pembebasan Sandera Terhambat Ketidakpastian GAM].

Jika mengingat peristiwa yang menimpa Ersa Siregar, wartawan Rajawali Citra Televisi (RCTI) yang disandera, pembebasan dua sandera wanita ini boleh jadi menimbulkan pertanyaan. Sebab, kedua peristiwa ini punya satu kesamaan, yakni dalam kedua peristiwa terjadi baku tembak antara TNI dan GAM. Sayangnya, Ersa tewas tertembak, sebulan silam [baca: Ersa Siregar Tewas Tertembak]. Sedangkan kedua wanita tersebut berhasil dibebaskan dengan selamat.

Mengenai hal ini, Sudi punya penjelasannya. Dia mengatakan bahwa saat tewasnya Ersa, pasukan Marinir yang sedang berpatroli diserang terlebih dahulu oleh GAM. Pasukan TNI tak mengetahui kehadiran Ersa di situ. Dengan prosedur taktis dan teknis, pasukan TNI segera membalas serangan itu. Maka, terjadilah tembak-menembak. Saat pertempuran berakhir, barulah pasukan TNI melakukan pembersihan dan menemukan nyawa Ersa telah melayang.

Sedangkan kedua wanita yang selamat itu, TNI terlebih dahulu telah merencanakan pembebasan mereka dengan matang. TNI telah mengetahui posisi dan lokasi kedua wanita itu sesuai dengan informasi yang diperoleh. Itulah sebabnya, sebelum pembebasan dilakukan, ada instruksi untuk berhati-hati, agar kedua wanita tersebut jangan sampai tertembak.

Soal Ferry Santoro, kamerawan RCTI yang masih disandera GAM, Sudi mengatakan belum mengetahui nasibnya. Namun, menurut informasi yang diperoleh intelijen sebelum pembebasan itu dilakukan, Ferry bersama kedua wanita tersebut. Sayangnya, pihak TNI tak menemukan Ferry. Mereka memperkirakan Ferry dibawa lari GAM atau berada di lokasi yang berbeda dengan kedua wanita itu saat disandera.(LIA/Tim Liputan 6 SCTV)