Sukses

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Ayah Wilfrida Soik

"Kami keluarga besar almarhum bersepakat untuk tidak dilakukan otopsi terhadap jenazah almarhum," kata adik kandung almarhum, Yohanes Bere.

Keluarga almarhum Rikardus Mau, ayah kandung Wilfrida Soik, TKW asal Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur menolak rencana otopsi jenazah almarhum. Rikardus meninggal Minggu 6 Oktober kemarin, usai kembali mengunjungi anaknya di Malaysia.

Kedatangan almarhum ke Malaysia guna mengunjungi Wilfrida, terkait persidangan ancaman hukuman mati di Pengadilan Kelantan, Malaysia.

"Kami keluarga besar almarhum bersepakat untuk tidak dilakukan otopsi terhadap jenazah almarhum Rikardus Mau," kata adik kandung almarhum Rikardus Mau, Yohanes Bere, di rumah duka Dusun Kolo Ulun, Desa Faturika, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu, Senin (7/10/2013).

Penolakan tersebut, kata Yohanes, karena hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan tim medis dari Dinas Kesehatan Kabupaten Belu, serta tim dokter Forensik Kepolisian, tidak ditemukan tanda-tanda aneh penyebab kematian almarhum.

"Dengan hasil pemeriksaan luar tersebut, kami keluarga akhirnya bersepakat bahwa almarhum meninggal dengan wajar, karena tanpa ada tanda kekerasan," kata Yohanes, meskipun keluarga tidak mengetahui pasti penyebab kematian almarhum Rikardus Mau.

Yohanes yang juga Kepala Sekolah SD I Renrua itu menjelaskan, penolakan keluarga dilakukan otopsi tersebut, sudah dilakukan dengan membuat pernyataan di hadapan kepolisian Polres Belu, yang datang ke rumah duka Minggu 6 Oktober, siang kemarin.
     
"Kakak saya ini mati wajar dan sudah merupakan panggilan Tuhan," katanya.

Kapolres Belu AKPB Daniel Yudo Ruhoro menegaskan, penolakan pihak keluarga almarhum merupakan hak hukum keluarga. Dia mengaku, hasil pemeriksaan fisik memang tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan yang menjadi penyebab kematian almarhum.

"Karena ditolak otopsi, tim forensik juga tidak bisa melakukannya. Lagipula tidak ada tanda kekerasan di tubuh jenazah almarhum," kata Daniel.

Kronologi Kematian Rikardius

Istri almarhum, Maria Kolo, mengaku almarhum dalam kondisi sehat, sejak berangkat ke Malaysia pada Jumat 27 September hingga pulang ke kampung halamannya di Desa Faturika, Kecamatan Raimanuk, Sabtu 5 Oktober siang hari.

Menurut maria, saat tiba di kediaman di Dusun Kolo Ulun, almarhum masih dalam kondisi sehat dan tidak pernah mengeluh sakit apapun. Bersama dengan 2 anak, lanjut Maria, aktivitas dilakukan sebagaimana biasa, kendati tidak melakukan pekerjaan rutin ke kebun.

Karena baru saja melakukan perjalanan panjang, sekitar pukul 19.00 WITA, 4 orang dalam rumah panggung beratap alang-alang itu pun tidur. Sekitar tengah malam hingga dini hari, almarhum bangun dari tempat pembaringannya ke luar rumahnya.

"Saya menyangka almarhum pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil," kata Maria.

Tanpa ada rasa curiga dan tidak dengan sebuah tanda-tanda sebelumnya, Maria pun terus melanjutkan tidur. Hingga pagi hari, ketika matahari sudah mulai terbit, almarhum belum juga kembali dan berbaring di tempatnya. "Saya lalu bertanya-tanya, ke mana almarhum," kata Maria.

Saat keluar rumah, ternyata didapati almarhum sedang terbaring di depan rumah, tepat di samping alang-alang rumah, dengan posisi miring dan kedua tangan terkatup di bawah kepalanya. "Saya kaget dan berteriak minta tolong ke tetangga. Almarhum saat itu digotong masuk ke rumah dan ternyata setelah dilihat sudah meninggal dunia," katanya.

"Saya tidak tahu sebabnya, namun yang pasti ini adalah panggilan Tuhan. Dia tidak memberikan pesan apa-apa kepada saya dan anak-anak. Inilah yang membuat saya sedih," kata Maria dengan deraian air mata.

Menurut rencana, Rikardus Mau dimakamkan di samping rumah miliknya di Dusun Kolo Ulun, Desa Faturika, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu pada Selasa 8 Oktober besok. (Ant/Rmn/Yus)