Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat jarang marah, apalagi sangat marah. Banyak alasan untuk ini. Sebagai Presiden dan Kepala Negara dari sebuah negara yang dikenal dengan sikap ketimuran dan sopan santunnya, tentu sangat tidak elok kalau SBY terlalu sering mengumbar amarah. Ditambah lagi selama ini perwira tinggi TNI berbintang 4 itu dikenal sebagai sosok yang lembut, cerdas, dan hati-hati.
Namun, bukan berarti SBY tak pernah marah. Sama seperti manusia lainnya, SBY juga punya batas kesabaran saat menghadapi tingkah bawahan yang tak sesuai dengan keinginan hatinya. Tapi itu juga tidak sering terjadi. Yang paling diingat publik tentu saja marahnya Presiden saat bawahannya, baik itu menteri atau kepala daerah, sibuk mengobrol atau tertidur ketika dia berpidato. Bahkan, akhir Agustus tahun lalu SBY pernah marah di depan anak-anak yang tertidur saat dirinya berpidato.
Itu pun dengan catatan; tak ada kata-kata yang tajam atau raut muka yang keras. Karena itu, beberapa kali kejadian serupa seolah menjadi biasa dan ditanggapi dengan positif pula oleh publik. Pejabat mana yang boleh menganggap sepele pidato presidennya? Sehingga sah-sah saja SBY tersinggung atau merasa disepelekan.
Tapi, apa yang terjadi pada Kamis 10 Oktober 2013 sangat berbeda. Kemarahan yang diperlihatkan SBY malam itu tidak lagi bisa dikategorikan sebagai teguran belaka. Ini benar-benar marah yang sebenarnya. Apakah Presiden marah besar karena menahan letih setelah sepekan lamanya mengunjungi Bali dan Brunei Darussalam untuk tugas kenegaraan? Tidak sesederhana itu pastinya.
Awalnya, rencana konferensi pers di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, sepulangnya Presiden dari lawatan ke Brunei Darussalam, Kamis malam itu, diduga akan memyampaikan hasil-hasil KTT APEC di Bali dan KTT Asia Timur di Brunei Darussalam. Karena itu, tak banyak kejutan yang diharapkan dari apa yang akan disampaikan Presiden.
Semuanya menjadi lain ketika SBY menyebut nama Luthfi Hasan Ishaaq dan Bunda Putri. Nama yang pertama sudah sangat populer dan hampir tiap hari menghiasi pemberitaan media massa. Karena selain pernah menjadi Presiden Partai Keadilan Sejahtera, dia makin populer setelah dibui Komisi Pemberantasan Korupsi karena urusan suap pengadaan impor daging sapi.
Sedangkan Bunda Putri, namanya mulai terdengar dalam persidangan di Pengadilan Tipikor dalam kasus suap impor daging sapi. Namanya makin dikenal setelah Luthfi dalam persidangan Kamis silam menyebutnya sebagai orang dekat Presiden SBY dan tahu banyak soal perombakan kabinet serta pergantian menteri. Bedanya dengan Luthfi, sosok Bunda putri ini tak pernah kelihatan di depan publik, identitasnya diragukan, profesinya tak diketahui. Semuanya serba sumir, tapi pengaruhnya disebutkan begitu besar, hingga menyentuh ruang-ruang Istana.
Hal inilah yang membuat berang Presiden SBY. Turun dari pesawat dan belum sempat beristirahat, mantan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan ini langsung mengawali konferensi pers dengan kalimat yang langsung bisa ditangkap arahnya.
"Baru saya mendarat tadi. Saya belum duduk ibaratnya, sudah diberitahu oleh staf bahwa ada isu yang bergulir sekarang ini, kesaksian orang dalam persidangan tapi karena pernyataanya menarik segera menjadi berita di media massa. Dan saya katakan tadi, tidak lazim mengomentari seperti ini, 9 tahun hemat bicara untuk mengomentari komentar seperti itu, kali ini lain, kalau tidak dihentikan hari ini dalam arti memberikan penjelasan yang benar, bisa rakyat bingung, bisa jadi berita itu dianggap benar," ujar Presiden dengan nada tertahan.
Benar, beberapa jam sebelum Presiden berbicara, persidangan di Pengadilan Tipikor menghadirkan Luthfi yang bersaksi untuk terdakwa Ahmad Fathanah, kolega dan orang dekat Luthfi. Ketika kesaksian masuk pada pembahasan sosok Bunda Putri, Luthfi mengatakan bahwa wanita itu adalah orang dekat Presiden SBY dan tahu banyak soal perombakan kabinet dan pergantian menteri. Keterangan inilah yang menjadi biang marahnya Presiden.
"Saya tidak tahu, saya tidak kenal, dan tidak ada kaitannya dengan saya. Kalau saya mengatakan saya tidak tahu, kalau ada orang yang mengatakan SBY sebagai presiden perangkat presiden pasti tahu. Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet pasti tahu, Sekretaris Pribadi pasti tahu. Sebab kalau berhubungan dengan saya, atau ingin bertemu saya, atau menelpon saya, kirim surat ke saya, pasti melewati sistem. Sudah saya cek semua, tidak ada satu pun yang tahu," tegas Presiden.
Wajar Presiden marah, karena munculnya nama Bunda Putri telah membuat banyak orang sibuk. Bahkan, Presiden dan delegasi yang tengah menjalankan tugas negara di Brunei Darussalam dibuat kerepotan mencari wujud sebenarnya Bunda Putri.
"Mungkin istri, keluarga tidak ada yang tahu siapa itu Bunda Putri. Setelah saya cek, tidak ada yang tahu a, b, c, d. Saya cek jangan-jangan pernah telepon, tidak ada. Pernah kirim surat tidak ada. Pernah kirim SMS, tidak ada. Pernah datang ketemu saya, tidak ada. 100 persen tidak ada. Oleh karena itu, saya cari tahu siapa sebetulnya. Saya mencari sumber-sumber dari lembaga sah yang bisa berikan keterangan kepada saya, kenal nggak siapa yang disebut Bunda Putri," cerita SBY.
Sedikit titik terang didapat Presiden dari keterangan Menteri Pertanian Suswono. Sudah dicari dengan mengerahkan banyak sumber daya yang dimiliki, hanya Suswono yang mengaku kenal dengan nama Bunda Putri.
"Setelah saya cek lembaga kepresidenan, keluarga dan lain-lain. Sampailah, saya perintahkan Pak Sudi berkomunikasi dengan Menteri Pertanian Suswono, tanyakan siapa orang itu? Tanyakan Pak Suswono ada apa? Siapa orang itu. Saya tidak mengerti urusan kejahatan daging sapi dan putaran-putaran melibatkan banyak orang. Yang saya minta KPK tegakkan hukum. Pak Suswono mengatakan, Bunda Putri istri dari salah satu pejabat di Kementerian Pertanian. Katanya juga pengusaha, eksportir asal Cilimus, Jabar. Saya juga tidak tahu. Lantas dicek oleh staf saya, Wamentan apa betul ada kaitannya dengan pejabat, konon katanya betul," lanjut Presiden.
Bisa jadi ini yang menyebabkan Presiden makin marah. Kenapa harus Mentan Suswono yang kenal dengan Bunda Putri. Belum cukupkah Suswono 'melukai hati' Presiden ketika diketahui adanya proyek pengadaan daging sapi impor di kementerian yang dipimpinnya sehingga berakibat pada melambungnya harga daging di pasaran? Belum cukupkah Suswono membuat Presiden mengelus dada karena bahan kebutuhan pokok kita lebih banyak mengandalkan impor, di negara yang katanya punya tanah paling subur sejagad?
Tak heran kalau kemudian nada suara SBY makin tinggi. Raut muka mengeras dan kata-kata yang keluar lebih cepat dari sebelumnya. Jelas itu bukan cara bicara SBY yang biasa terlihat di layar kaca. Bersyukurlah, malam itu Luthfi, Suswono, dan Bunda Putri tak hadir di Bandara Halim.
"Bunda Putri orang yang sangat dekat dengan Presiden, 1.000 persen Luthfi bohong. Dia sangat tahu dengan kebijakan reshuffle, 2.000 persen bohong. Kalau ada reshuffle kabinet, istri saya pun tidak tahu. Tidak semua menteri tahu. Kalau ada reshuffle, yang saya ajak bicara Wakil Presiden, Sekretaris Mensesneg. Kalau menteri itu kebetulan di bawah menko tertentu, menkonya saya panggil. Tidak ada satu pun yang saya ajak bicara soal reshuffle, tidak juga istri saya. Kalau kutipannya ini benar, 1.000 persen bohong. Tahu kebijakan reshuffle 2.000 persen bohong," tegas SBY sambil beberapa kali menunjuk-nunjuk ke depan.
Kalau dilihat urutan kejadiannya, bisa dimaklumi kemarahan yang diperlihatkan Presiden. Alasannya, nama seseorang yang belum lagi jelas status dan keberadaannya diseret mendekat ke Presiden. Jika mengacu pada hukum sebab akibat, jika benar Bunda Putri adalah orang dekat SBY dan punya pengaruh yang sangat besar, keuntungan apa yang sudah didapat Luthfi dari perkenalannya dengan Bunda Putri? Misalnya, Bunda Putri bisa meloloskan nama yang disodorkan Luthfi untuk menjadi menteri, berhasil masuk dalam kabinet. Jika tidak, berarti ucapan Luthfi tentang sosok Bunda Putri sulit untuk dibenarkan.
Pada titik inilah agaknya SBY merasa telah dizalimi. Sebagai Presiden dan Kepala Negara SBY merasa dirinya ditarik oleh seseorang yang sedang menjadi terdakwa kasus korupsi untuk ikut serta dalam pusaran cerita yang tak jelas ujungnya. Seperti disampaikan Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, bahwa apa yang disebutkan oleh Luthfi sudah keterlaluan ngawurnya. Jika meminjam ucapan Sutan Bhatoegana, Ketua DPP Partai Demokrat, Luthfi dinilainya sedang galau. Tak ingin dihukum sendiri, Luthfi pun mengajak orang lain yang tidak terlibat.
Namun, sejumlah kalangan berpendapat lain. Kemarahan yang diperlihatkan oleh SBY dinilai berlebihan dan tak perlu. Ketua Fraksi Hanura di DPR, Syarifuddin Sudding, misalnya, menganggap apa yang dilakukan Presiden sebagai sesuatu yang tidak pantas. Penggunaan kata ribuan persen juga dinilai berlebihan. "Tidak sepantasnya seorang Presiden RI menanggapi kesaksian LHI dengan begitu reaksioner," ujar Suding.
Lain lagi dengan anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo. Kendati memaklumi kemarahan SBY karena namanya dibawa-bawa di persidangan, dia tetap menilai reaksi Presiden berlebihan. "Sikap dan kemarahan presiden yang demikian keras dapat mempengaruhi pengadilan. Hakim, jaksa, saksi dan tentu saja terdakwa akan merasa tertekan," ujar kader Partai Golkar ini.
Terlepas dari layak atau tidaknya aksi marah Presiden, urusannya belum akan selesai dalam waktu dekat. Presiden, kata Julian, sudah memerintahkan stafnya untuk mencari sampai ketemu jatidiri Bunda Putri. Selain itu, klarifikasi dari Menteri Suswono tentang hal ini juga masih ditunggu. Dan publik juga masih menanti kepastian apakah Bunda Putri itu sosok yang benar ada atau rekaan.
Jika nanti Bunda Putri itu ditemukan sosoknya, tinggal kita mendengarkan siapa dia sebenarnya, di mana alamatnya, apa pekerjaannya, dan posisi apa yang dia isi di Kabinet Indonesia Bersatu II. Pertanyaan yang akan sangat sulit dijawab Bunda Putri nantinya.
Namun, akan lebih sulit lagi jika Bunda Putri itu hanya sebuah nama tanpa wujud. Jika itu terjadi, berarti Presiden marah-marah di bandara, malam-malam, pulang dari tugas negara, di depan publik pula, kepada siapa? Sudah sepatutnya Bunda Putri secepatnya ditemukan, biar Presiden tidak dianggap memarahi siluman. (Ado)
Namun, bukan berarti SBY tak pernah marah. Sama seperti manusia lainnya, SBY juga punya batas kesabaran saat menghadapi tingkah bawahan yang tak sesuai dengan keinginan hatinya. Tapi itu juga tidak sering terjadi. Yang paling diingat publik tentu saja marahnya Presiden saat bawahannya, baik itu menteri atau kepala daerah, sibuk mengobrol atau tertidur ketika dia berpidato. Bahkan, akhir Agustus tahun lalu SBY pernah marah di depan anak-anak yang tertidur saat dirinya berpidato.
Itu pun dengan catatan; tak ada kata-kata yang tajam atau raut muka yang keras. Karena itu, beberapa kali kejadian serupa seolah menjadi biasa dan ditanggapi dengan positif pula oleh publik. Pejabat mana yang boleh menganggap sepele pidato presidennya? Sehingga sah-sah saja SBY tersinggung atau merasa disepelekan.
Tapi, apa yang terjadi pada Kamis 10 Oktober 2013 sangat berbeda. Kemarahan yang diperlihatkan SBY malam itu tidak lagi bisa dikategorikan sebagai teguran belaka. Ini benar-benar marah yang sebenarnya. Apakah Presiden marah besar karena menahan letih setelah sepekan lamanya mengunjungi Bali dan Brunei Darussalam untuk tugas kenegaraan? Tidak sesederhana itu pastinya.
Awalnya, rencana konferensi pers di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, sepulangnya Presiden dari lawatan ke Brunei Darussalam, Kamis malam itu, diduga akan memyampaikan hasil-hasil KTT APEC di Bali dan KTT Asia Timur di Brunei Darussalam. Karena itu, tak banyak kejutan yang diharapkan dari apa yang akan disampaikan Presiden.
Semuanya menjadi lain ketika SBY menyebut nama Luthfi Hasan Ishaaq dan Bunda Putri. Nama yang pertama sudah sangat populer dan hampir tiap hari menghiasi pemberitaan media massa. Karena selain pernah menjadi Presiden Partai Keadilan Sejahtera, dia makin populer setelah dibui Komisi Pemberantasan Korupsi karena urusan suap pengadaan impor daging sapi.
Sedangkan Bunda Putri, namanya mulai terdengar dalam persidangan di Pengadilan Tipikor dalam kasus suap impor daging sapi. Namanya makin dikenal setelah Luthfi dalam persidangan Kamis silam menyebutnya sebagai orang dekat Presiden SBY dan tahu banyak soal perombakan kabinet serta pergantian menteri. Bedanya dengan Luthfi, sosok Bunda putri ini tak pernah kelihatan di depan publik, identitasnya diragukan, profesinya tak diketahui. Semuanya serba sumir, tapi pengaruhnya disebutkan begitu besar, hingga menyentuh ruang-ruang Istana.
Hal inilah yang membuat berang Presiden SBY. Turun dari pesawat dan belum sempat beristirahat, mantan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan ini langsung mengawali konferensi pers dengan kalimat yang langsung bisa ditangkap arahnya.
"Baru saya mendarat tadi. Saya belum duduk ibaratnya, sudah diberitahu oleh staf bahwa ada isu yang bergulir sekarang ini, kesaksian orang dalam persidangan tapi karena pernyataanya menarik segera menjadi berita di media massa. Dan saya katakan tadi, tidak lazim mengomentari seperti ini, 9 tahun hemat bicara untuk mengomentari komentar seperti itu, kali ini lain, kalau tidak dihentikan hari ini dalam arti memberikan penjelasan yang benar, bisa rakyat bingung, bisa jadi berita itu dianggap benar," ujar Presiden dengan nada tertahan.
Benar, beberapa jam sebelum Presiden berbicara, persidangan di Pengadilan Tipikor menghadirkan Luthfi yang bersaksi untuk terdakwa Ahmad Fathanah, kolega dan orang dekat Luthfi. Ketika kesaksian masuk pada pembahasan sosok Bunda Putri, Luthfi mengatakan bahwa wanita itu adalah orang dekat Presiden SBY dan tahu banyak soal perombakan kabinet dan pergantian menteri. Keterangan inilah yang menjadi biang marahnya Presiden.
"Saya tidak tahu, saya tidak kenal, dan tidak ada kaitannya dengan saya. Kalau saya mengatakan saya tidak tahu, kalau ada orang yang mengatakan SBY sebagai presiden perangkat presiden pasti tahu. Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet pasti tahu, Sekretaris Pribadi pasti tahu. Sebab kalau berhubungan dengan saya, atau ingin bertemu saya, atau menelpon saya, kirim surat ke saya, pasti melewati sistem. Sudah saya cek semua, tidak ada satu pun yang tahu," tegas Presiden.
Wajar Presiden marah, karena munculnya nama Bunda Putri telah membuat banyak orang sibuk. Bahkan, Presiden dan delegasi yang tengah menjalankan tugas negara di Brunei Darussalam dibuat kerepotan mencari wujud sebenarnya Bunda Putri.
"Mungkin istri, keluarga tidak ada yang tahu siapa itu Bunda Putri. Setelah saya cek, tidak ada yang tahu a, b, c, d. Saya cek jangan-jangan pernah telepon, tidak ada. Pernah kirim surat tidak ada. Pernah kirim SMS, tidak ada. Pernah datang ketemu saya, tidak ada. 100 persen tidak ada. Oleh karena itu, saya cari tahu siapa sebetulnya. Saya mencari sumber-sumber dari lembaga sah yang bisa berikan keterangan kepada saya, kenal nggak siapa yang disebut Bunda Putri," cerita SBY.
Sedikit titik terang didapat Presiden dari keterangan Menteri Pertanian Suswono. Sudah dicari dengan mengerahkan banyak sumber daya yang dimiliki, hanya Suswono yang mengaku kenal dengan nama Bunda Putri.
"Setelah saya cek lembaga kepresidenan, keluarga dan lain-lain. Sampailah, saya perintahkan Pak Sudi berkomunikasi dengan Menteri Pertanian Suswono, tanyakan siapa orang itu? Tanyakan Pak Suswono ada apa? Siapa orang itu. Saya tidak mengerti urusan kejahatan daging sapi dan putaran-putaran melibatkan banyak orang. Yang saya minta KPK tegakkan hukum. Pak Suswono mengatakan, Bunda Putri istri dari salah satu pejabat di Kementerian Pertanian. Katanya juga pengusaha, eksportir asal Cilimus, Jabar. Saya juga tidak tahu. Lantas dicek oleh staf saya, Wamentan apa betul ada kaitannya dengan pejabat, konon katanya betul," lanjut Presiden.
Bisa jadi ini yang menyebabkan Presiden makin marah. Kenapa harus Mentan Suswono yang kenal dengan Bunda Putri. Belum cukupkah Suswono 'melukai hati' Presiden ketika diketahui adanya proyek pengadaan daging sapi impor di kementerian yang dipimpinnya sehingga berakibat pada melambungnya harga daging di pasaran? Belum cukupkah Suswono membuat Presiden mengelus dada karena bahan kebutuhan pokok kita lebih banyak mengandalkan impor, di negara yang katanya punya tanah paling subur sejagad?
Tak heran kalau kemudian nada suara SBY makin tinggi. Raut muka mengeras dan kata-kata yang keluar lebih cepat dari sebelumnya. Jelas itu bukan cara bicara SBY yang biasa terlihat di layar kaca. Bersyukurlah, malam itu Luthfi, Suswono, dan Bunda Putri tak hadir di Bandara Halim.
"Bunda Putri orang yang sangat dekat dengan Presiden, 1.000 persen Luthfi bohong. Dia sangat tahu dengan kebijakan reshuffle, 2.000 persen bohong. Kalau ada reshuffle kabinet, istri saya pun tidak tahu. Tidak semua menteri tahu. Kalau ada reshuffle, yang saya ajak bicara Wakil Presiden, Sekretaris Mensesneg. Kalau menteri itu kebetulan di bawah menko tertentu, menkonya saya panggil. Tidak ada satu pun yang saya ajak bicara soal reshuffle, tidak juga istri saya. Kalau kutipannya ini benar, 1.000 persen bohong. Tahu kebijakan reshuffle 2.000 persen bohong," tegas SBY sambil beberapa kali menunjuk-nunjuk ke depan.
Kalau dilihat urutan kejadiannya, bisa dimaklumi kemarahan yang diperlihatkan Presiden. Alasannya, nama seseorang yang belum lagi jelas status dan keberadaannya diseret mendekat ke Presiden. Jika mengacu pada hukum sebab akibat, jika benar Bunda Putri adalah orang dekat SBY dan punya pengaruh yang sangat besar, keuntungan apa yang sudah didapat Luthfi dari perkenalannya dengan Bunda Putri? Misalnya, Bunda Putri bisa meloloskan nama yang disodorkan Luthfi untuk menjadi menteri, berhasil masuk dalam kabinet. Jika tidak, berarti ucapan Luthfi tentang sosok Bunda Putri sulit untuk dibenarkan.
Pada titik inilah agaknya SBY merasa telah dizalimi. Sebagai Presiden dan Kepala Negara SBY merasa dirinya ditarik oleh seseorang yang sedang menjadi terdakwa kasus korupsi untuk ikut serta dalam pusaran cerita yang tak jelas ujungnya. Seperti disampaikan Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, bahwa apa yang disebutkan oleh Luthfi sudah keterlaluan ngawurnya. Jika meminjam ucapan Sutan Bhatoegana, Ketua DPP Partai Demokrat, Luthfi dinilainya sedang galau. Tak ingin dihukum sendiri, Luthfi pun mengajak orang lain yang tidak terlibat.
Namun, sejumlah kalangan berpendapat lain. Kemarahan yang diperlihatkan oleh SBY dinilai berlebihan dan tak perlu. Ketua Fraksi Hanura di DPR, Syarifuddin Sudding, misalnya, menganggap apa yang dilakukan Presiden sebagai sesuatu yang tidak pantas. Penggunaan kata ribuan persen juga dinilai berlebihan. "Tidak sepantasnya seorang Presiden RI menanggapi kesaksian LHI dengan begitu reaksioner," ujar Suding.
Lain lagi dengan anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo. Kendati memaklumi kemarahan SBY karena namanya dibawa-bawa di persidangan, dia tetap menilai reaksi Presiden berlebihan. "Sikap dan kemarahan presiden yang demikian keras dapat mempengaruhi pengadilan. Hakim, jaksa, saksi dan tentu saja terdakwa akan merasa tertekan," ujar kader Partai Golkar ini.
Terlepas dari layak atau tidaknya aksi marah Presiden, urusannya belum akan selesai dalam waktu dekat. Presiden, kata Julian, sudah memerintahkan stafnya untuk mencari sampai ketemu jatidiri Bunda Putri. Selain itu, klarifikasi dari Menteri Suswono tentang hal ini juga masih ditunggu. Dan publik juga masih menanti kepastian apakah Bunda Putri itu sosok yang benar ada atau rekaan.
Jika nanti Bunda Putri itu ditemukan sosoknya, tinggal kita mendengarkan siapa dia sebenarnya, di mana alamatnya, apa pekerjaannya, dan posisi apa yang dia isi di Kabinet Indonesia Bersatu II. Pertanyaan yang akan sangat sulit dijawab Bunda Putri nantinya.
Namun, akan lebih sulit lagi jika Bunda Putri itu hanya sebuah nama tanpa wujud. Jika itu terjadi, berarti Presiden marah-marah di bandara, malam-malam, pulang dari tugas negara, di depan publik pula, kepada siapa? Sudah sepatutnya Bunda Putri secepatnya ditemukan, biar Presiden tidak dianggap memarahi siluman. (Ado)