Sukses

Akbar Siap Menghadapi Rencana PK

Ketua DPR Akbar Tandjung tidak khawatir mendengar rencana jaksa Fahmi yang hendak mengajukan PK atas kasasinya yang telah diluluskan MA. Akbar menyatakan akan mengikuti prosedur hukum di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta: Dikabulkannya kasasi Akbar Tandjung membuat gerah jaksa penuntut umum Kasus Korupsi Dana Nonbujeter Badan Urusan Logistik Fahmi Idris. Fahmi pun bersiap mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung. Akbar Tandjung tetap bersikap santai. Ketua umum Partai Golongan Karya itu menyatakan siap menghadapi rencana pengajuan PK. "Kita kembali kepada peraturan perundang-undangan, apakah memungkinkan untuk mengajukan PK. Setahu saya, PK itu diajukan oleh ahli waris daripada terdakwa. Kita tunggu saja apa memang betul bisa?" ujar Akbar, di sela-sela acara syukuran di Jakarta, Jumat (13/1).

Akbar memang tengah bersuka ria. Kegembiraan Akbar diwujudkan dengan memotong nasi tumpeng dan membagikannya kepada para fungsionaris Golkar serta anak-anak panti asuhan. Acara yang digelar di Aula Gedung DPR, Jakarta Selatan, itu sekaligus merayakan ulang tahun Fraksi Partai Golkar. Istri Akbar, Krisnina Maharani Tandjung juga terlihat hadir.

Jaksa Fahmi yang ditemui SCTV dalam kesempatan berbeda mengatakan, alasan MA bahwa Akbar hanya melaksanakan perintah Presiden Burhanuddin Jusuf Habibie--Kepala Negara RI ketika Kasus Bulog senilai Rp 40 miliar dikucurkan--dinilai terlampau dicari-cari. Menurut Fahmi, para Hakim Agung lebih banyak menggunakan pertimbangan dari saksi ahli yang meringankan Akbar. "Kalau ada peluang PK, kenapa saya tak PK?" kata Fahmi.

Landasan hukum untuk pengajuan PK, kata Fahmi, dibuat berdasarkan Pasal 263 Ayat 2 dan 3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dalam ayat 2 disebutkan bahwa: "Terhadap keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya, dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada MA". Sedangkan ayat 3 berisi: "Atas dasar alasan yang sama pada ayat 2, terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila keputusan itu, suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan".

Jaksa Fahmi juga akan menggunakan dasar pengalaman sebelumnya dalam Kasus Kasasi Mochtar Pakpahan dan Kasus Gandhi Memorial School (GMS). Dari informasi yang dihimpun Liputan6.com, perkara Gandhi Memorial School, sekolah untuk anak-anak warga negara India, ramai dibicarakan pada April 1996. Sengketa kepemilikan GMS di Pasar Baru, Jakarta Pusat, dan Ancol di Jakarta Utara dimulai setelah Yayasan Gandhi Seva Loka nama baru dari Asoasiasi Pedagang Bombay Jakarta--selaku pendiri GMS--menuduh Kepala Sekolah GMS Ram Gulumal alias V. Ram mengubah secara ilegal akte pendirian sekolah tersebut. Ram pun dianggap menggelapkan aset yayasan.

Pengadilan Negeri Jakpus yang menyidangkan kasus tersebut memutuskan Ram bersalah memalsukan dokumen. Ram diganjar hukuman satu tahun penjara. Sementara soal penggelapan aset diputus tak terbukti. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jakarta membenarkan keputusan PN Jakpus, tapi hukuman dikurangi hanya delapan bulan. Kedua pihak sama-sama mengajukan kasasi. Kasasi Ram diterima MA, pada 11 Mei 1995, dan ia dinyatakan bebas murni.

Pihak penggugat, Gandhi Seva Loka, menemukan kekeliruan dalam putusan kasasi. Pengacara Gandhi Seva Loka, Amir Syamsuddin lantas menulis surat kepada Ketua Muda Bidang Pidana Umum Mahkamah Agung (ketika itu) Adi Andojo. Dan, Adi segera menindaklanjuti dengan mengeluarkan surat penangguhan keputusan kasasi kasus GMS ini.

Belakangan, isu korupsi dalam tubuh MA yang saat itu dipimpin Soerjono akhirnya mengemuka. Tuduhan mengarah kepada V. Ram dan kuasa hukumnya Djazuli Bachar. Ram dan Djazuli dianggap berkolusi dengan Majelis Hakim Agung yang mengadili perkaranya.(KEN/Christianto dan Satya Pandia)
    Produksi Liputan6.com