Presiden SBY akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Komisi Yudisial (KY) menjadi salah satu lembaga yang dilibatkan dalam Perppu itu untuk perekrutan hakim konstitusi dan pengawasan terhadap MK.
Terkait pelibatan itu, KY menyambut gembira. Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar mengatakan, KY siapkan melaksanakan apa yang ditugaskan dalam Perppu tersebut.
"Sebagai lembaga Negara, KY akan menjalankan politik hukum yang diambil Negara, dalam hal ini sebagaimana dituangkan pada Perppu tersebut," kata Asep di Jakarta, Kamis (17/10/2013).
Untuk menindaklanjutinya, lanjut Asep, dalam waktu secepatnya KY akan melakukan konsolidasi internal guna mengkaji berbagai tugas dan wewenang baru tersebut. KY, kata Asep, juga akan melakukan koordinasi dengan semua pihak yang terkait. Baik Pemerintah, DPR, MA, dan MK.
"Sebab untuk beberapa materi Perppu, KY pun saat ini masih meraba-raba apa maksudnya dan bagaimana teknis pelaksanaannya," kata dia.
"Misalnya, poin pengawasan dilakukan secara permanen oleh Majelis Kehormatan di mana KY menjadi pembentuk dan sekretariatnya."
Mengenai materinya sendiri, sambung Asep, sejak awal KY memang memandang perlu dilakukan pembenahan proses rekrutmen hakim MK agar berjalan lebih independen, mempunyai parameter yang lebih terukur, prosesnya lebih transparan, dan publik lebih diberi ruang untuk berpartisipasi.
"Adapun mengenai pengawasan hakim MK, memang perlu dibentuk lembaga pengawas eksternal yang permanen dan mengawasi etika perilaku hakim MK secara terus menerus, baik di dalam maupun luar sidang," ujar Asep.
Perppu No 1 Tahun 2013 tentang MK sudah ditandatangani Presiden SBY. Ada 3 hal penting dalam Perppu itu.
Pertama, syarat menjadi hakim konstitusi yang tertuang dalam Pasal 15 ayat 2 huruf i ditambahkan dengan tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu 7 tahun.
Kedua, mekanisme proses seleksi hakim MK disempurnakan. Sehingga, memperkuat prinsip transparansi seperti pada Pasal 19 UU MK. Sebelum ditetapkan presiden, pengajuan hakim MK oleh MA, DPR, atau presiden, terlebih dahulu dilakukan proses uji kelayakan dan kepatutan oleh Panel Ahli yang dibentuk Komisi Yudisial.
Ketiga, soal sistem pengawasan yang efektif, yakni disebut Mejelis Kehormatan MK yang bersifat permanen, bukan adhoc. (Mut)
Terkait pelibatan itu, KY menyambut gembira. Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar mengatakan, KY siapkan melaksanakan apa yang ditugaskan dalam Perppu tersebut.
"Sebagai lembaga Negara, KY akan menjalankan politik hukum yang diambil Negara, dalam hal ini sebagaimana dituangkan pada Perppu tersebut," kata Asep di Jakarta, Kamis (17/10/2013).
Untuk menindaklanjutinya, lanjut Asep, dalam waktu secepatnya KY akan melakukan konsolidasi internal guna mengkaji berbagai tugas dan wewenang baru tersebut. KY, kata Asep, juga akan melakukan koordinasi dengan semua pihak yang terkait. Baik Pemerintah, DPR, MA, dan MK.
"Sebab untuk beberapa materi Perppu, KY pun saat ini masih meraba-raba apa maksudnya dan bagaimana teknis pelaksanaannya," kata dia.
"Misalnya, poin pengawasan dilakukan secara permanen oleh Majelis Kehormatan di mana KY menjadi pembentuk dan sekretariatnya."
Mengenai materinya sendiri, sambung Asep, sejak awal KY memang memandang perlu dilakukan pembenahan proses rekrutmen hakim MK agar berjalan lebih independen, mempunyai parameter yang lebih terukur, prosesnya lebih transparan, dan publik lebih diberi ruang untuk berpartisipasi.
"Adapun mengenai pengawasan hakim MK, memang perlu dibentuk lembaga pengawas eksternal yang permanen dan mengawasi etika perilaku hakim MK secara terus menerus, baik di dalam maupun luar sidang," ujar Asep.
Perppu No 1 Tahun 2013 tentang MK sudah ditandatangani Presiden SBY. Ada 3 hal penting dalam Perppu itu.
Pertama, syarat menjadi hakim konstitusi yang tertuang dalam Pasal 15 ayat 2 huruf i ditambahkan dengan tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu 7 tahun.
Kedua, mekanisme proses seleksi hakim MK disempurnakan. Sehingga, memperkuat prinsip transparansi seperti pada Pasal 19 UU MK. Sebelum ditetapkan presiden, pengajuan hakim MK oleh MA, DPR, atau presiden, terlebih dahulu dilakukan proses uji kelayakan dan kepatutan oleh Panel Ahli yang dibentuk Komisi Yudisial.
Ketiga, soal sistem pengawasan yang efektif, yakni disebut Mejelis Kehormatan MK yang bersifat permanen, bukan adhoc. (Mut)