Kejaksaan Agung mengklaim sejak Januari hingga September 2013, telah menyelamatkan keuangan negara lebih dari Rp 224 miliar atau tepatnya sebesar Rp 224.760.317.073 dan US$ 500 ribu dari hasil tindak pidana korupsi. Laporan itu disampaikan setelah dikritisi Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang menyebut Kejagung setengah hati dalam memberantas korupsi.
"Adapun jumlah penyidikan sebanyak 1.166 perkara, dan jumlah penuntutan sebanyak 1.155 perkara, berasal dari Kejaksaan 768 perkara dan Kepolisian 387 Perkara," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi di Kejagung, Jakarta, Selasa (22/10/2013).
Laporan data itu termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang dan Jangka Menengah.
"Selain itu berdasarkan penyusunan dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi," jelas dia.
Untung membeberkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atas auditorat utama Keuangan Negara I Di Jakarta, Nomor: 57/Hp/Xiv/07/2013 Tanggal: 2 Juli 2013 Tentang Piutang Kejaksaan RI Posisi Per 30 Juni 2012 pada Kejagung, Kejati dan Kejari di DKI Jakarta dan Jawa Barat memiliki saldo piutang.
"Dalam Laporan Keuangan Kejaksaan RI per 30 Juni 2012 khusus untuk uang pengganti adalah sebesar Rp 12.761.269.954.983,50 dan USD 290.408.669,77."
Disisi lain, sambung Untung, pihaknya mengakui belum dapat mengeksekusi uang pengganti yang dilakukan Kejaksaan. Ia berdalih hal itu butuh kesabaran dari semua pihak untuk melaksanakan eksekusi terhadap putusan. Sebab, uang pengganti tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
"Karena itu Kejaksaan saat ini masih perlu menelusuri kekayaan terpidana," katanya.
Untung berdalih alasan lain lambatnya kejaksaan mengeksekusi uang penganti itu, lantaran banyaknya terpidana memilih atau mengganti uang pengganti dengan hukuman badan sebagaimana UU Nomor 31 Tahun 1999.
"Pengganti dengan hukuman badan dan pilihan ini banyak dimanfaatkan oleh para terpidana karena masa hukuman subsidiairnya yang relatif singkat," pungkas Untung. (Mut/Ism)
"Adapun jumlah penyidikan sebanyak 1.166 perkara, dan jumlah penuntutan sebanyak 1.155 perkara, berasal dari Kejaksaan 768 perkara dan Kepolisian 387 Perkara," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi di Kejagung, Jakarta, Selasa (22/10/2013).
Laporan data itu termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang dan Jangka Menengah.
"Selain itu berdasarkan penyusunan dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi," jelas dia.
Untung membeberkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atas auditorat utama Keuangan Negara I Di Jakarta, Nomor: 57/Hp/Xiv/07/2013 Tanggal: 2 Juli 2013 Tentang Piutang Kejaksaan RI Posisi Per 30 Juni 2012 pada Kejagung, Kejati dan Kejari di DKI Jakarta dan Jawa Barat memiliki saldo piutang.
"Dalam Laporan Keuangan Kejaksaan RI per 30 Juni 2012 khusus untuk uang pengganti adalah sebesar Rp 12.761.269.954.983,50 dan USD 290.408.669,77."
Disisi lain, sambung Untung, pihaknya mengakui belum dapat mengeksekusi uang pengganti yang dilakukan Kejaksaan. Ia berdalih hal itu butuh kesabaran dari semua pihak untuk melaksanakan eksekusi terhadap putusan. Sebab, uang pengganti tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
"Karena itu Kejaksaan saat ini masih perlu menelusuri kekayaan terpidana," katanya.
Untung berdalih alasan lain lambatnya kejaksaan mengeksekusi uang penganti itu, lantaran banyaknya terpidana memilih atau mengganti uang pengganti dengan hukuman badan sebagaimana UU Nomor 31 Tahun 1999.
"Pengganti dengan hukuman badan dan pilihan ini banyak dimanfaatkan oleh para terpidana karena masa hukuman subsidiairnya yang relatif singkat," pungkas Untung. (Mut/Ism)