Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai Mahkamah Konstitusi (MK) tak memiliki kewenangan menguji Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dikeluarkan Presiden SBY terkait MK.
Hal itu diungkapkan Yusril terkait langkah pengacara Habiburokhman yang mendaftarkan permohonan uji materi Perppu No 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kewenangan MK yang diberikan UUD 45 adalah menguji Undang-Undang," tulis Yusril dalam akun twitternya @Yusrilihza_Mhd, Selasa (21/10/2013).
Meski begitu, Yusril mengakui, jika jiwa Perppu setara dengan UU. Tapi bagaimanapun juga Perppu bukanlah UU.
Perppu itu, kata dia, diterbitkan Presiden dalam hal kegentingan yang memaksa. "Keberlakuannya terbatas sampai masa sidang DPR berikut," imbuh Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang ini.
Menurut Yusril, kalau DPR setuju dengan Perppu itu, maka disahkan menjadi UU. Begitu pun sebaliknya, DPR dapat menolak Perppu itu dan harus dicabut.
"Jadi mekanisme menguji Perppu ada pada DPR, bukan pada MK. Sifat 'pengujian' oleh DPR lebih luas daripada MK," kata mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini.
DPR Bisa Batalkan Perppu
Lebih jauh Yusril menerangkan, MK hanya menguji norma UU terhadap norma UUD. Sementara 'pengujian' oleh DPR dapat mempersoalkan sejauh mana validitas Perppu itu dilihat dari sifat kegentingan memaksanya.
"Kalau DPR menganggap sifat kegentingan memaksanya tidak ada, DPR dapat menolak pengesahan Perppu tersebut. Dan MK tidak dapat menguji hal seperti ini," jelas Yusril.
Sebelumnya, pengacara Habiburokhman mendaftarkan gugatan Pengujian Undang-Undang ke MK terhadap Perppu No 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 24 tahun 2003 tentang MK, kemarin.
Habib menerangkan, Perppu soal MK itu bertentangan dengan Pasal 22 UUD 1945. Artinya Perppu itu dinilai inkonstitusional, karena Perppu itu dikeluarkan tidak dalam keadaan genting dan memaksa.
Menurut Habib, dikeluarkannya Perppu itu mereduksi persoalan korupsi menjadi seolah-olah hanya terjadi di MK. Padahal, persoalan korupsi adalah persoalan yang terjadi pada hampir seluruh institusi Negara. Baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif.
"Andi Mallarangeng ditetapkan sebagai tersangka, kenapa Presiden SBY tidak keluarkan Perppu tentang UU Kementerian? Lalu ada Irjen Djoko Susilo ditetapkan tersangka . Kenapa SBY tidak keluarkan Perppu tentang UU Kepolisian? Rudi Rubiandini ditetapkan sebagai tersangka, kenapa tidak dikeluarkan Perppu tentang SKK Migas," tanya Habib.
"Jadi ini obat yang salah untuk penyakit korupsi di Indonesia," tukas Habib. (Ali/Mut)
Hal itu diungkapkan Yusril terkait langkah pengacara Habiburokhman yang mendaftarkan permohonan uji materi Perppu No 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kewenangan MK yang diberikan UUD 45 adalah menguji Undang-Undang," tulis Yusril dalam akun twitternya @Yusrilihza_Mhd, Selasa (21/10/2013).
Meski begitu, Yusril mengakui, jika jiwa Perppu setara dengan UU. Tapi bagaimanapun juga Perppu bukanlah UU.
Perppu itu, kata dia, diterbitkan Presiden dalam hal kegentingan yang memaksa. "Keberlakuannya terbatas sampai masa sidang DPR berikut," imbuh Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang ini.
Menurut Yusril, kalau DPR setuju dengan Perppu itu, maka disahkan menjadi UU. Begitu pun sebaliknya, DPR dapat menolak Perppu itu dan harus dicabut.
"Jadi mekanisme menguji Perppu ada pada DPR, bukan pada MK. Sifat 'pengujian' oleh DPR lebih luas daripada MK," kata mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini.
DPR Bisa Batalkan Perppu
Lebih jauh Yusril menerangkan, MK hanya menguji norma UU terhadap norma UUD. Sementara 'pengujian' oleh DPR dapat mempersoalkan sejauh mana validitas Perppu itu dilihat dari sifat kegentingan memaksanya.
"Kalau DPR menganggap sifat kegentingan memaksanya tidak ada, DPR dapat menolak pengesahan Perppu tersebut. Dan MK tidak dapat menguji hal seperti ini," jelas Yusril.
Sebelumnya, pengacara Habiburokhman mendaftarkan gugatan Pengujian Undang-Undang ke MK terhadap Perppu No 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 24 tahun 2003 tentang MK, kemarin.
Habib menerangkan, Perppu soal MK itu bertentangan dengan Pasal 22 UUD 1945. Artinya Perppu itu dinilai inkonstitusional, karena Perppu itu dikeluarkan tidak dalam keadaan genting dan memaksa.
Menurut Habib, dikeluarkannya Perppu itu mereduksi persoalan korupsi menjadi seolah-olah hanya terjadi di MK. Padahal, persoalan korupsi adalah persoalan yang terjadi pada hampir seluruh institusi Negara. Baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif.
"Andi Mallarangeng ditetapkan sebagai tersangka, kenapa Presiden SBY tidak keluarkan Perppu tentang UU Kementerian? Lalu ada Irjen Djoko Susilo ditetapkan tersangka . Kenapa SBY tidak keluarkan Perppu tentang UU Kepolisian? Rudi Rubiandini ditetapkan sebagai tersangka, kenapa tidak dikeluarkan Perppu tentang SKK Migas," tanya Habib.
"Jadi ini obat yang salah untuk penyakit korupsi di Indonesia," tukas Habib. (Ali/Mut)