Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengajukan Pengujian Undang-Undang (PUU) atau uji materi terhadap 25 pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Muhammadiyah merasa dirugikan dengan berlakunya UU Ormas tersebut.
Pada lanjutan sidang di Gedung MK, Muhammadiyah menyerahkan salinan perbaikan permohonan sesuai yang diminta Mahkamah. "Kami diminta memperbaiki permohonan untuk dikelompokkan pasal-pasalnya sesuai saran hakim konstitusi," kata Kuasa Hukum Pemohon, Syaiful Bakhri di Gedung MK, Jakarta, Rabu (23/10/2013).
Syaiful memaparkan, pihaknya mengelompokkan permohonan pengujian konstitusionalitas yang terdapat dalam UU Ormas. Di antaranya, pengkerdilan makna kebebasan berserikat melalui pembentukan UU Ormas, pembatasan kemerdekaan berserikat yang berlebih-lebihan, pengaturan yang tidak memberikan kepastian hukum, serta turut campur pemerintah dalam penjabaran kemerdekaan berserikat.
Syaiful mengatakan, dari 90 pasal, 25 pasal yang diuji materi itu merupakan inti pokok UU Ormas. "Jadi dengan pasal-pasal itu saja UU ini bisa berhenti," kata Syaiful.
Sebanyak 25 pasal yang dimohonkan itu, yakni Pasal 1 angka 1; Pasal 4, Pasal 5; Pasal 8; Pasal 9; Pasal 10; Pasal 11; Pasal 21; Pasal 23; Pasal 24; Pasal 25; Pasal 30 ayat (2); Pasal 33 ayat (1) dan (2); Pasal 34 ayat (1); Pasal 35; Pasal 36; Pasal 38; Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6); Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 58; serta Pasal 59 ayat (1) dan (3) huruf a.
Syaiful mengatakan, 25 pasal itu bertentangan dengan paragraf ke-4 UUD 1945, karena memberi pembatasan hak asasi manusia untuk berserikat dan berkumpul. Karena itu, kata Syaiful, Muhammadyah merasa dirugikan atas berlakuknya UU Ormas itu.
"Muhammadiyah bukan ormas lagi, tapi sudah naik pangkat, karena lahir sebelum republik ini berdiri, yaitu pada 1912, pada waktu kolonial Belanda dan gerakannya demokrasi bukan ormas," kata Syaiful.
Muhammadiyah mendaftarkan permohonan uji materi terhadap UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas pada Kamis 10 Oktober lalu. Sebanyak 25 pasal dipermasalahkan karena dinilai telah merugikan hak konstitusional Pemohon. (Rmn/Yus)
Pada lanjutan sidang di Gedung MK, Muhammadiyah menyerahkan salinan perbaikan permohonan sesuai yang diminta Mahkamah. "Kami diminta memperbaiki permohonan untuk dikelompokkan pasal-pasalnya sesuai saran hakim konstitusi," kata Kuasa Hukum Pemohon, Syaiful Bakhri di Gedung MK, Jakarta, Rabu (23/10/2013).
Syaiful memaparkan, pihaknya mengelompokkan permohonan pengujian konstitusionalitas yang terdapat dalam UU Ormas. Di antaranya, pengkerdilan makna kebebasan berserikat melalui pembentukan UU Ormas, pembatasan kemerdekaan berserikat yang berlebih-lebihan, pengaturan yang tidak memberikan kepastian hukum, serta turut campur pemerintah dalam penjabaran kemerdekaan berserikat.
Syaiful mengatakan, dari 90 pasal, 25 pasal yang diuji materi itu merupakan inti pokok UU Ormas. "Jadi dengan pasal-pasal itu saja UU ini bisa berhenti," kata Syaiful.
Sebanyak 25 pasal yang dimohonkan itu, yakni Pasal 1 angka 1; Pasal 4, Pasal 5; Pasal 8; Pasal 9; Pasal 10; Pasal 11; Pasal 21; Pasal 23; Pasal 24; Pasal 25; Pasal 30 ayat (2); Pasal 33 ayat (1) dan (2); Pasal 34 ayat (1); Pasal 35; Pasal 36; Pasal 38; Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6); Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 58; serta Pasal 59 ayat (1) dan (3) huruf a.
Syaiful mengatakan, 25 pasal itu bertentangan dengan paragraf ke-4 UUD 1945, karena memberi pembatasan hak asasi manusia untuk berserikat dan berkumpul. Karena itu, kata Syaiful, Muhammadyah merasa dirugikan atas berlakuknya UU Ormas itu.
"Muhammadiyah bukan ormas lagi, tapi sudah naik pangkat, karena lahir sebelum republik ini berdiri, yaitu pada 1912, pada waktu kolonial Belanda dan gerakannya demokrasi bukan ormas," kata Syaiful.
Muhammadiyah mendaftarkan permohonan uji materi terhadap UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas pada Kamis 10 Oktober lalu. Sebanyak 25 pasal dipermasalahkan karena dinilai telah merugikan hak konstitusional Pemohon. (Rmn/Yus)