Sukses

Muhammadiyah: UU Ormas Bentuk Pemerintah Lebih Represif

"Ini sangat represif, ormas bisa dibubarkan oleh mekanisme peradilan," ujar Kuasa Hukum Pengurus Pusat Muhammadiyah Syaiful Bakhri.

Kuasa Hukum Pengurus Pusat Muhammadiyah Syaiful Bakhri mengatakan, kebebasan masyarakat berserikat telah diatur dalam UUD 1945. Karena itu, pemerintah seharusnya tidak perlu mencampuri dengan ketat kebebasan masyarakat untuk berserikat.

"Ini diatur sedemikian rinci, padahal dalam kebebasan berserikat itu tidak perlu pengaturan secara rinci. Berarti pemerintah ikut campur terlalu dalam. Kan tidak boleh pemerintah mengatur secara detil kehidupan bermasyarakat," kata Syaiful usai sidang uji materi UU Ormas di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (23/10/2013).

Syaiful menerangkan, dalam UU Ormas yang lama hanya terdapat 20 pasal. Sementara UU Ormas yang baru memiliki 90 pasal. Karena itu, ia menilai dengan UU Ormas yang sekarang pemerintah lebih represif terhadap kehidupan berserikat.

"Ini sangat represif, ormas bisa dibubarkan oleh mekanisme peradilan. Tapi seharusnya mekanisme admnistrasi yang paling dikedepankan, karena kalau administrasi itu kewenangan dari Kemendagri untuk bisa melakukan pembubaran," ujar Syaiful.

Lebih jauh Syaiful menjelaskan, sejatinya masih ada aparat penegak hukum untuk menindak setiap ormas yang anarkis. Aparat bisa menerapkan KUHP bagi ormas yang ditengarai melakukan tindak pidana.

"Kalau ormas anarkis itu urusan penegak hukum, tidak boleh dikaitan dengan aturan lebih rinci dalam UU Ormas," ujarnya.

PP Muhammadiyah sendiri mendaftarkan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) ke Mahkamah Konstitusi pada Kamis (10/10) lalu. Sebanyak 25 pasal dipermasalahkan karena dinilai telah merugikan hak konstitusional Pemohon. (Rmn/Ism)