Suasana sekolah siang itu sepi. Hampir seluruh penghuninya menunaikan salat Jumat. Namun, di salah satu ruang kelas, sejumlah siswa dan siswi malah terlibat perbuatan asusila.
Pemandangan kontras itu terjadi di sebuah sekolah SMP di Jakarta Pusat. Tepatnya pada Jumat 13 September 2013, pukul 11.50 WIB. Parahnya, perbuatan yang belum pantas dilakukan murid SMP itu direkam dengan kamera ponsel.
Berdasarkan video yang diperiksa polisi, tampak sepasang kekasih FP (15) dan AE (16), saling bercumbu di lantai kelas. Tanpa malu, keduanya yang masih mengenakan seragam SMP itu melakukannya di depan sejumlah murid lain.
Menurut polisi, sebelum adegan itu terjadi, AE turun dari kelasnya saat jam pelajaran usai. Di lantai dasar, teman korban, A, mengajaknya ke salah satu ruangan untuk bertemu dengan teman lainnya, yakni CN, CD, DN, IV, dan WW.
Ketika korban masuk, selain ada teman-teman yang disebut tadi, ternyata sudah ada seorang pria yang merupakan adik kelas mereka, FP. Kemudian, A menyuruh AE untuk berhubungan intim dengan FP.
Teman-teman yang lainnya merekam dengan menggunakan telepon genggam. Menurut keterangan tersebut, A juga mengancam AE dengan menggunakan pisau dan akan melukainya jika tidak melakukan apa yang ia suruh. Bahkan A mengancam AE akan menyebar video yang telah direkam teman-temannya.
Ibu AE, berinisial N pun melaporkan kejadian yang menimpa anaknya itu dengan dugaan perkosaan.
Tertawa-tawa
Namun, dari video yang didalami, polisi menyimpulkan perbuatan asusila itu berdasarkan suka sama suka. Polisi tidak menemukan adanya unsur paksaan, malah ada adegan mereka saling tertawa.
"Iya ada adegan mereka ketawa-ketawa bersama dalam rekaman itu," kata Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat, AKBP Tatan Dirsan saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 22 Oktober lalu.
Hal itulah yang jadi salah satu alasan polisi mengambil kesimpulan dugaan perkosaan itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Apalagi kedua remaja itu, memiliki hubungan khusus.
"Setelah dilakukan penyelidikan dari saksi dan barang bukti bahwa keduanya memiliki hubungan dan tidak ada paksaan," ujarnya.
Polisi pun masih belum menetapkan tersangka pada kasus itu. "Ini masih terus didalami. Kita masih periksa terus. Untuk perekam juga belum dijadikan tersangka," imbuh Tatan.
Untuk mengungkap kasus itu, polisi memeriksa siswi yang memerankan adegan asusila dalam video itu. Pemeriksaan dilakukan di sebuah tempat rahasia.
"Kita periksa AE, pemeran wanitanya. Penyidik ke sana untuk periksa apa yang terjadi, motif dan tujuan melakukan itu. Pemeriksaan sedang berlangsung di suatu tempat yang tidak bisa diberitahukan," kata Rikwanto.
Pemeriksaan AE, dinilai penting untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Karena, dari pemeriksaan 17 saksi sebelumnya, motif yang diungkapkan berdasarkan suka sama suka.
"Kita akan lihat apa yang terjadi, karena dugaan yang muncul suka sama suka, tapi ada yang bilang di-bully dan dipaksa, jawaban akan kita dapat dari AE. Dari saksi sebelumnya, bilang tidak ada paksaan sama sekali," jelas Rikwanto.
Dilakukan 3 Kali
Selain menyimpulkan perbuatan asusila itu dilakukan atas dasar suka sama suka, polisi juga menyebut para pelaku tak sekali melakukan.Â
"Dan itu sudah dilakukan 3 kali. Pada 9 Oktober itu terakhir dengan kelompok yang sama, pemerannya sama," kata Kepala Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, Senin 21 Oktober.
Menurut Rikwanto, keterangan tersebut diperoleh setelah polisi memeriksa 10 saksi yang semua berasal dari siswa dan siswi, baik itu pemeran maupun perekam adegan seks. Semua saksi sudah diperiksa, termasuk penjaga sekolah dan guru konseling.
"Seperti suka sama suka, maka perlu konfirmasi lagi pada yang ada di ruang kelas. Termasuk pada yang nonton," ujar Rikwanto.
Dari hasil pemeriksaan juga terungkap, selain merekam adegan asusila itu, para siswa yang terlibat juga menyebarkan video tersebut. "Itu disebarkan di antara mereka sendiri," ungkapnya.
Salah satu siswa kelas 8, mengaku sudah melihat video itu sejak pertama kali dibuat. "Pas hari itu juga. Ada ekstra kurikuler Silat tiap Jumat jam 13.00 WIB. Lagi sekolah juga masih ramai," kata siswa yang menolak menyebutkan nama saat ditemui Liputan6.com di depan sekolah, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2013).
Siswi kelas IX juga mengaku bisa menyaksikan video asusila itu dari rekannya yang mengaku mengetahui peristiwa tersebut. Namun, lagi-lagi siswi itu enggan membeberkan lebih jauh perihal penyebaran videonya.
"Tahu sudah lihat juga pas besoknya. Saya liat di HP teman saya. Takut juga sudah pernah lihat, takut kesalahan," ucap siswi itu.
Sementara, pihak sekolah yang diwakilkan petugas kemanan jaga mengaku mengetahui adanya peristiwa itu justru saat ada penyidik dari Polres Jakarta Pusat mendatangi sekolah.
"Belum tahu, belum pernah lihat. Tahunya pas ada penyidik datang ke sekolah saja," tukas penjaga keamanan itu.
Beredar di Dunia Maya
Selain tersebar di kalangan murid, kini video asusila yang dilakukan FP dan AE kini beredar luas di dunia maya. Polisi pun kini memburu sang penyebar.
"Kita sedang cari penyebar video itu. Jadi sabar sedikit ya," kata Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Pusat, AKBP Tatan Dirsan saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis (24/10/2013).
Dari video yang diperoleh tim Liputan6.com, adegan asusila itu seperti yang disampaikan polisi. Perbuatan asusila yang dilakukan FP dengan AE tidak ada unsur paksaan. Ada adegan saling tertawa yang terekam dalam video tersebut.
Pemerhati anak Seto Mulyadi atau biasa disapa Kak Seto angkat bicara atas beredarnya video asusila itu di dunia maya. Kak Seto meminta agar rekaman dari adegan tak senonoh itu dihapus semua pihak yang tidak berkepentingan, agar tidak mempengaruhi psikologi korban.
"Saya mohon dari Kominfo untuk menghapus video itu bila sudah masuk Youtube atau media online lain itu agar dihilangkan, teknisnya diatur. Hal serupa juga perlu dilakukan oleh polisi," kata Kak Seto saat berbincang dengan Liputan6.com.
Gayung bersambut, polisi menyanggupi permintaan Kak Seto. Polisi pun siap menghapus video-video yang telah beredar luas melalui internet.
"Ada 3 rekaman foto dan video lewat HP, ada yang sudah dihapus, dan peredaran ke mana saja akan kita lacak dan usut. Apakah share ke pihak lain, akan kita lacak dengan IT," kata Rikwanto.
Obat Perangsang?
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan pernyataan polisi dan sekolah bahwa adegan intim siswi AE dengan siswa FP yang direkam, dilakukan atas dasar suka sama suka. Pernyataan itu dinilai tidak masuk akal.
"Karena suka sama suka itu tidak berlaku untuk anak-anak. Seusia mereka, belum semestinya mereka mengerti hal itu," kata Komisioner KPAI Bidang Napza dan Pornogragi Maria Advianti saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu 23 Oktober.
Setelah menganalisa video hubungan intim antara AE dan seorang siswa, polisi menyatakan perbuatan itu dilakukan atas dasar saling suka. Tidak ada unsur pemaksaan.
Namun Maria curiga AE telah dicekoki obat tertentu sebelum melakukan adegan seperti dalam rekaman video itu. "Setelah dicekoki obat, perempuannya akan merasa rileks. Jadi dalam video terlihat enjoy saja dan tidak ada perlawanan," lanjutnya.
Maria menambahkan, setidaknya ada 21 jenis narkoba sintetis yang belum terdaftar. Efeknya pun langsung mengarah ke free sex. "Begitu dia minum, nggak lama efeknya menimbulkan korban terangsang. Kalau sudah begitu tinggal disodorin saja kan," tegas Maria.
Sementara, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait geram atas pernyataan pihak kepolisian yang menyebut perbuatan asusila yang ditonton dan direkam sekelompok siswa di ruang kelas, dilakukan atas dasa suka sama suka.
"Tidak benar itu. Korbannya kan belum dimintai keterangan, kok sudah dikatakan suka sama suka?" kata Arist saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 22 Oktober.
Arist menilai, kepolisian ini terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan. Ia malah tak habis pikir, masa ada seorang anak remaja melakukan hubungan badan di luar hubungan pernikahan mau ditonton banyak orang.
"Terlalu gegabah dan terburu-buru itu polisi mengatakan suka sama suka. Coba pikir deh, pasangan suami istri saja mana mau melakukan hubungan badan ditonton banyak orang? Sangat geram saya mendengarnya," cetus Arist.
Arist mengungkapkan, atas pemberitaan ini, keluarga korban semakin tertekan. Ia pun berharap, media bisa memberitakan lebih bijak terkait kasus ini.
"Keluarga korban sangat tertekan dan marah. Apalagi korban semakin trauma berat mendengar kabar dari media sekarang ini," ungkap Arist.
Arist menilai, apa yang dialami AE merupakan bullying dalam bentuk kejahatan seksual. Tak cuma melecehkan dengan memaksa melakukan seks oral, teman-teman sekolah AE juga mempertontonkan dan merekam aksi pelecehan itu.
Jokowi-Ahok Bicara
Perbuatan asusila yang dilakukan pelajar di Ibukota itu telah sampai ke telinga Gubernur DKI Jakarta Jokowi. Namun, ia itu belum mau berkomentar apapun.
"Saya sudah minta laporan, tapi sampai detik ini saya belum diberi laporan," ujar politisi PDIP bernama lengkap Joko Widodo itu di Balai Kota, Jakarta, Rabu, 23 Oktober lalu.
Jokowi beralasan, karena kasus tersebut menyangkut masalah asusila, norma, dan etika, ia tidak mau memberikan penjelasan bila belum mengetahui persoalan tersebut secara lebih detail.
"Saya nggak mau ngomong sebelum ada laporan, saya mau laporannya dulu, supaya ini tidak simpang siur," tegas Jokowi.
Sedangkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai adanya kelalaian guru BP (bimbingan dan penyuluhan) dan guru wali kelas di SMP Jakarta Pusat terhadap munculnya video asusila yang dilakukan siswanya di ruang kelas.
"Kalau bisa nyalahin guru BP atau wali kelas. Kenapa bisa tahu atau tidak bisa deteksi kalau siswanya ada potensi semacam itu?" ujar pria yang kerap disapa Ahok itu di Balaikota DKI Jakarta, Kamis 24 Oktober.
Ahok menyatakan, untuk sanksi tidak bisa diberikan langsung kepada siswa. Karena itu, sebelumnya harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu mengenai siapa saja yang semestinya bertanggung jawab terkait kejadian tersebut.
Menurut Ahok, banyak faktor yang menyebabkan longgarnya pengawasan terhadap kegiatan siswa di sekolah. "Kita mesti selidiki. Guru-guru dan kepala sekolah kan sering pulang cepat juga. Bagaimana mengawasinya? Kita akan kirim inspektorat untuk cek salahnya di mana. Dinas Pendidikan tentunya," papar Ahok.
Setelah itu, lanjut mantan bupati Belitung Timur itu, inspektorat yang berwenang memberikan sanksi terkait kelalaian pengawasan tersebut. "Inspektorat yang beri sanksi nanti," ujarnya.
Ahok pun mengakui sebenarnya tidak hanya pengaruh dari lingkungan sekolah, tapi juga peran orangtua dan masyarakat juga diperlukan.
Pernyataan berbeda diungkapkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh. Ia menolak bila hanya pihak sekolah yang disalahkan dalam kasus video asusila siswa-siswi SMP di Jakarta Pusat.
Menurutnya, tidak selalu setiap ada kejadian di sekolah, kesalahan ditimpakan ke pihak sekolah.
"Tidak serta merta, setiap ada kejadian sekolah yang disalahkan. Memang sekolah punya kontribusi, tapi tidak tunggal," ujar Nuh usai mengikuti pelantikan Komjen Pol Sutarman sebagai Kapolri yang baru di Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/10/2013).
Nuh tidak memungkiri bila tindakan asusila itu terjadi di dalam lingkungan sekolah, namun itu bukan berarti pihak sekolah yang punya peran atas terjadinya kasus tersebut. "Praktiknya di sekolah, karena di luar nggak ada tempat," ujarnya sambil tertawa.
Yang jelas, lanjut Nuh, apa pun alasannya, perilaku itu harus diberi sanksi. Namun, dia menolak jika setiap kasus yang menyangkut anak didik harus diberi sanksi dengan mengeluarkan murid bersangkutan.
"Saya itu menghindari sanksi drop out. Kalau setiap salah dikeluarkan, nanti siapa yang menampung? Itu hanya akan memindahkan masalah. Karena itu sebisa mungkin tidak dikeluarkan, tapi harus diberi sanksi dan diberi pembinaan," tegasnya.
Sedangkan terkait dengan kerapnya murid sekolah menjadikan telepon genggam sebagai alat untuk melakukan hal-hal yang negatif, Nuh merasa belum cukup alasan untuk melarang penggunaan alat komunikasi itu. "Tidak sampai segitulah, kan tidak setiap yang bawa HP itu nakal," tukas Nuh.
Akar Masalah
Kak Seto mencermati akar masalah dari terjadinya kasus tersebut adalah kurangnya jam belajar anak yang dibuat menarik. Pencipta figur Si Komo itu menilai akibat jam belajar yang begitu menekan, membuat siswa mencari hal lain dan menyalurkan dalam bentuk negatif.
"Banyak siswa yang belajar karena terpaksa lalu lari, bisa lari ke narkoba, rokok, atau seks bebas. Nah, kita harus ciptakan kondisi belajar mengasyikan, ini jadi tanggung jawab orangtua dan guru serta siswa juga," jelasnya.
Kak Seto juga menilai, kejadian serupa bisa terulang bila dinamika psikologi tidak tersalurkan dengan cara yang tepat. Ia pun berharap agar ada penyelesaian yang baik dari pihak sekolah akan kejadian ini.
Sementara, Psikolog Klinis dari Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Heri Widodo M.Psi, mengungkap 5 faktor yang menjadi penyebab terjadinya perbuatan asusila di kalangan pelajar SMP itu.
Pertama, adalah pengaruh teman sebaya. "Berbeda dengan individu di masa anak-anak, bagi remaja, pendapat dan penerimaan teman sebaya sangatlah penting," kata Heri kepada Liputan6.com.
Menurutnya, eksistensi sangat dipengaruhi oleh bagaimana persesepsi teman sebaya terhadap mereka. "Jika teman sebaya memberikan pengaruh yang negatif, misalnya mendorong mereka utk bertindak amoral, maka remaja akan mendapat dorongan yang kuat untuk melakukannya," ujarnya.
Kedua adalah pengaruh media. Pengaruh informasi media seperti cetak, elektronik, internet, yang tidak difilter dengan baik dapat mempengaruhi remaja untuk bertindak amoral.
Faktor ketiga yakni pengaruh model. "Dalam melakukan tindakan amoral, remaja juga mendapatkan pengaruh dari orang dewasa dalam bentuk model/contoh. Saat ini dapat dijumpai banyaknya perilaku amoral orang dewasa yang bisa ditemui remaja (misal lewat media atau kehidupan sehari-hari)," jelas Heri.
Sebab keempat adalah pengabaian di keluarga. Keluarga yang mengabaikan anaknya yang sedang tumbuh remaja --misalnya karena ada masalah, kesibukan, perceraian-- akan mendorong anak mencari 'tempat bernaung' di luar keluarga. Hal ini membuat remaja tidak terkontrol dan tidak memiliki teman atau pendamping yang tepat sehingga mempermudahnya terjerumus dalam tindakan amoral .
Faktor terakhir, imbuh Heri, tercapainya kematangan biologis dan hormonal individu. Saat remaja, individu mengalami kematangan biologis. Hal ini akan mendorong remaja secara internal untuk lebih kuat melakukan perilaku yang berhubungan dengan seks. (Mut)
Pemandangan kontras itu terjadi di sebuah sekolah SMP di Jakarta Pusat. Tepatnya pada Jumat 13 September 2013, pukul 11.50 WIB. Parahnya, perbuatan yang belum pantas dilakukan murid SMP itu direkam dengan kamera ponsel.
Berdasarkan video yang diperiksa polisi, tampak sepasang kekasih FP (15) dan AE (16), saling bercumbu di lantai kelas. Tanpa malu, keduanya yang masih mengenakan seragam SMP itu melakukannya di depan sejumlah murid lain.
Menurut polisi, sebelum adegan itu terjadi, AE turun dari kelasnya saat jam pelajaran usai. Di lantai dasar, teman korban, A, mengajaknya ke salah satu ruangan untuk bertemu dengan teman lainnya, yakni CN, CD, DN, IV, dan WW.
Ketika korban masuk, selain ada teman-teman yang disebut tadi, ternyata sudah ada seorang pria yang merupakan adik kelas mereka, FP. Kemudian, A menyuruh AE untuk berhubungan intim dengan FP.
Teman-teman yang lainnya merekam dengan menggunakan telepon genggam. Menurut keterangan tersebut, A juga mengancam AE dengan menggunakan pisau dan akan melukainya jika tidak melakukan apa yang ia suruh. Bahkan A mengancam AE akan menyebar video yang telah direkam teman-temannya.
Ibu AE, berinisial N pun melaporkan kejadian yang menimpa anaknya itu dengan dugaan perkosaan.
Tertawa-tawa
Namun, dari video yang didalami, polisi menyimpulkan perbuatan asusila itu berdasarkan suka sama suka. Polisi tidak menemukan adanya unsur paksaan, malah ada adegan mereka saling tertawa.
"Iya ada adegan mereka ketawa-ketawa bersama dalam rekaman itu," kata Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat, AKBP Tatan Dirsan saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 22 Oktober lalu.
Hal itulah yang jadi salah satu alasan polisi mengambil kesimpulan dugaan perkosaan itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Apalagi kedua remaja itu, memiliki hubungan khusus.
"Setelah dilakukan penyelidikan dari saksi dan barang bukti bahwa keduanya memiliki hubungan dan tidak ada paksaan," ujarnya.
Polisi pun masih belum menetapkan tersangka pada kasus itu. "Ini masih terus didalami. Kita masih periksa terus. Untuk perekam juga belum dijadikan tersangka," imbuh Tatan.
Untuk mengungkap kasus itu, polisi memeriksa siswi yang memerankan adegan asusila dalam video itu. Pemeriksaan dilakukan di sebuah tempat rahasia.
"Kita periksa AE, pemeran wanitanya. Penyidik ke sana untuk periksa apa yang terjadi, motif dan tujuan melakukan itu. Pemeriksaan sedang berlangsung di suatu tempat yang tidak bisa diberitahukan," kata Rikwanto.
Pemeriksaan AE, dinilai penting untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Karena, dari pemeriksaan 17 saksi sebelumnya, motif yang diungkapkan berdasarkan suka sama suka.
"Kita akan lihat apa yang terjadi, karena dugaan yang muncul suka sama suka, tapi ada yang bilang di-bully dan dipaksa, jawaban akan kita dapat dari AE. Dari saksi sebelumnya, bilang tidak ada paksaan sama sekali," jelas Rikwanto.
Dilakukan 3 Kali
Selain menyimpulkan perbuatan asusila itu dilakukan atas dasar suka sama suka, polisi juga menyebut para pelaku tak sekali melakukan.Â
"Dan itu sudah dilakukan 3 kali. Pada 9 Oktober itu terakhir dengan kelompok yang sama, pemerannya sama," kata Kepala Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, Senin 21 Oktober.
Menurut Rikwanto, keterangan tersebut diperoleh setelah polisi memeriksa 10 saksi yang semua berasal dari siswa dan siswi, baik itu pemeran maupun perekam adegan seks. Semua saksi sudah diperiksa, termasuk penjaga sekolah dan guru konseling.
"Seperti suka sama suka, maka perlu konfirmasi lagi pada yang ada di ruang kelas. Termasuk pada yang nonton," ujar Rikwanto.
Dari hasil pemeriksaan juga terungkap, selain merekam adegan asusila itu, para siswa yang terlibat juga menyebarkan video tersebut. "Itu disebarkan di antara mereka sendiri," ungkapnya.
Salah satu siswa kelas 8, mengaku sudah melihat video itu sejak pertama kali dibuat. "Pas hari itu juga. Ada ekstra kurikuler Silat tiap Jumat jam 13.00 WIB. Lagi sekolah juga masih ramai," kata siswa yang menolak menyebutkan nama saat ditemui Liputan6.com di depan sekolah, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2013).
Siswi kelas IX juga mengaku bisa menyaksikan video asusila itu dari rekannya yang mengaku mengetahui peristiwa tersebut. Namun, lagi-lagi siswi itu enggan membeberkan lebih jauh perihal penyebaran videonya.
"Tahu sudah lihat juga pas besoknya. Saya liat di HP teman saya. Takut juga sudah pernah lihat, takut kesalahan," ucap siswi itu.
Sementara, pihak sekolah yang diwakilkan petugas kemanan jaga mengaku mengetahui adanya peristiwa itu justru saat ada penyidik dari Polres Jakarta Pusat mendatangi sekolah.
"Belum tahu, belum pernah lihat. Tahunya pas ada penyidik datang ke sekolah saja," tukas penjaga keamanan itu.
Beredar di Dunia Maya
Selain tersebar di kalangan murid, kini video asusila yang dilakukan FP dan AE kini beredar luas di dunia maya. Polisi pun kini memburu sang penyebar.
"Kita sedang cari penyebar video itu. Jadi sabar sedikit ya," kata Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Pusat, AKBP Tatan Dirsan saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis (24/10/2013).
Dari video yang diperoleh tim Liputan6.com, adegan asusila itu seperti yang disampaikan polisi. Perbuatan asusila yang dilakukan FP dengan AE tidak ada unsur paksaan. Ada adegan saling tertawa yang terekam dalam video tersebut.
Pemerhati anak Seto Mulyadi atau biasa disapa Kak Seto angkat bicara atas beredarnya video asusila itu di dunia maya. Kak Seto meminta agar rekaman dari adegan tak senonoh itu dihapus semua pihak yang tidak berkepentingan, agar tidak mempengaruhi psikologi korban.
"Saya mohon dari Kominfo untuk menghapus video itu bila sudah masuk Youtube atau media online lain itu agar dihilangkan, teknisnya diatur. Hal serupa juga perlu dilakukan oleh polisi," kata Kak Seto saat berbincang dengan Liputan6.com.
Gayung bersambut, polisi menyanggupi permintaan Kak Seto. Polisi pun siap menghapus video-video yang telah beredar luas melalui internet.
"Ada 3 rekaman foto dan video lewat HP, ada yang sudah dihapus, dan peredaran ke mana saja akan kita lacak dan usut. Apakah share ke pihak lain, akan kita lacak dengan IT," kata Rikwanto.
Obat Perangsang?
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan pernyataan polisi dan sekolah bahwa adegan intim siswi AE dengan siswa FP yang direkam, dilakukan atas dasar suka sama suka. Pernyataan itu dinilai tidak masuk akal.
"Karena suka sama suka itu tidak berlaku untuk anak-anak. Seusia mereka, belum semestinya mereka mengerti hal itu," kata Komisioner KPAI Bidang Napza dan Pornogragi Maria Advianti saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu 23 Oktober.
Setelah menganalisa video hubungan intim antara AE dan seorang siswa, polisi menyatakan perbuatan itu dilakukan atas dasar saling suka. Tidak ada unsur pemaksaan.
Namun Maria curiga AE telah dicekoki obat tertentu sebelum melakukan adegan seperti dalam rekaman video itu. "Setelah dicekoki obat, perempuannya akan merasa rileks. Jadi dalam video terlihat enjoy saja dan tidak ada perlawanan," lanjutnya.
Maria menambahkan, setidaknya ada 21 jenis narkoba sintetis yang belum terdaftar. Efeknya pun langsung mengarah ke free sex. "Begitu dia minum, nggak lama efeknya menimbulkan korban terangsang. Kalau sudah begitu tinggal disodorin saja kan," tegas Maria.
Sementara, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait geram atas pernyataan pihak kepolisian yang menyebut perbuatan asusila yang ditonton dan direkam sekelompok siswa di ruang kelas, dilakukan atas dasa suka sama suka.
"Tidak benar itu. Korbannya kan belum dimintai keterangan, kok sudah dikatakan suka sama suka?" kata Arist saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 22 Oktober.
Arist menilai, kepolisian ini terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan. Ia malah tak habis pikir, masa ada seorang anak remaja melakukan hubungan badan di luar hubungan pernikahan mau ditonton banyak orang.
"Terlalu gegabah dan terburu-buru itu polisi mengatakan suka sama suka. Coba pikir deh, pasangan suami istri saja mana mau melakukan hubungan badan ditonton banyak orang? Sangat geram saya mendengarnya," cetus Arist.
Arist mengungkapkan, atas pemberitaan ini, keluarga korban semakin tertekan. Ia pun berharap, media bisa memberitakan lebih bijak terkait kasus ini.
"Keluarga korban sangat tertekan dan marah. Apalagi korban semakin trauma berat mendengar kabar dari media sekarang ini," ungkap Arist.
Arist menilai, apa yang dialami AE merupakan bullying dalam bentuk kejahatan seksual. Tak cuma melecehkan dengan memaksa melakukan seks oral, teman-teman sekolah AE juga mempertontonkan dan merekam aksi pelecehan itu.
Jokowi-Ahok Bicara
Perbuatan asusila yang dilakukan pelajar di Ibukota itu telah sampai ke telinga Gubernur DKI Jakarta Jokowi. Namun, ia itu belum mau berkomentar apapun.
"Saya sudah minta laporan, tapi sampai detik ini saya belum diberi laporan," ujar politisi PDIP bernama lengkap Joko Widodo itu di Balai Kota, Jakarta, Rabu, 23 Oktober lalu.
Jokowi beralasan, karena kasus tersebut menyangkut masalah asusila, norma, dan etika, ia tidak mau memberikan penjelasan bila belum mengetahui persoalan tersebut secara lebih detail.
"Saya nggak mau ngomong sebelum ada laporan, saya mau laporannya dulu, supaya ini tidak simpang siur," tegas Jokowi.
Sedangkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai adanya kelalaian guru BP (bimbingan dan penyuluhan) dan guru wali kelas di SMP Jakarta Pusat terhadap munculnya video asusila yang dilakukan siswanya di ruang kelas.
"Kalau bisa nyalahin guru BP atau wali kelas. Kenapa bisa tahu atau tidak bisa deteksi kalau siswanya ada potensi semacam itu?" ujar pria yang kerap disapa Ahok itu di Balaikota DKI Jakarta, Kamis 24 Oktober.
Ahok menyatakan, untuk sanksi tidak bisa diberikan langsung kepada siswa. Karena itu, sebelumnya harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu mengenai siapa saja yang semestinya bertanggung jawab terkait kejadian tersebut.
Menurut Ahok, banyak faktor yang menyebabkan longgarnya pengawasan terhadap kegiatan siswa di sekolah. "Kita mesti selidiki. Guru-guru dan kepala sekolah kan sering pulang cepat juga. Bagaimana mengawasinya? Kita akan kirim inspektorat untuk cek salahnya di mana. Dinas Pendidikan tentunya," papar Ahok.
Setelah itu, lanjut mantan bupati Belitung Timur itu, inspektorat yang berwenang memberikan sanksi terkait kelalaian pengawasan tersebut. "Inspektorat yang beri sanksi nanti," ujarnya.
Ahok pun mengakui sebenarnya tidak hanya pengaruh dari lingkungan sekolah, tapi juga peran orangtua dan masyarakat juga diperlukan.
Pernyataan berbeda diungkapkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh. Ia menolak bila hanya pihak sekolah yang disalahkan dalam kasus video asusila siswa-siswi SMP di Jakarta Pusat.
Menurutnya, tidak selalu setiap ada kejadian di sekolah, kesalahan ditimpakan ke pihak sekolah.
"Tidak serta merta, setiap ada kejadian sekolah yang disalahkan. Memang sekolah punya kontribusi, tapi tidak tunggal," ujar Nuh usai mengikuti pelantikan Komjen Pol Sutarman sebagai Kapolri yang baru di Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/10/2013).
Nuh tidak memungkiri bila tindakan asusila itu terjadi di dalam lingkungan sekolah, namun itu bukan berarti pihak sekolah yang punya peran atas terjadinya kasus tersebut. "Praktiknya di sekolah, karena di luar nggak ada tempat," ujarnya sambil tertawa.
Yang jelas, lanjut Nuh, apa pun alasannya, perilaku itu harus diberi sanksi. Namun, dia menolak jika setiap kasus yang menyangkut anak didik harus diberi sanksi dengan mengeluarkan murid bersangkutan.
"Saya itu menghindari sanksi drop out. Kalau setiap salah dikeluarkan, nanti siapa yang menampung? Itu hanya akan memindahkan masalah. Karena itu sebisa mungkin tidak dikeluarkan, tapi harus diberi sanksi dan diberi pembinaan," tegasnya.
Sedangkan terkait dengan kerapnya murid sekolah menjadikan telepon genggam sebagai alat untuk melakukan hal-hal yang negatif, Nuh merasa belum cukup alasan untuk melarang penggunaan alat komunikasi itu. "Tidak sampai segitulah, kan tidak setiap yang bawa HP itu nakal," tukas Nuh.
Akar Masalah
Kak Seto mencermati akar masalah dari terjadinya kasus tersebut adalah kurangnya jam belajar anak yang dibuat menarik. Pencipta figur Si Komo itu menilai akibat jam belajar yang begitu menekan, membuat siswa mencari hal lain dan menyalurkan dalam bentuk negatif.
"Banyak siswa yang belajar karena terpaksa lalu lari, bisa lari ke narkoba, rokok, atau seks bebas. Nah, kita harus ciptakan kondisi belajar mengasyikan, ini jadi tanggung jawab orangtua dan guru serta siswa juga," jelasnya.
Kak Seto juga menilai, kejadian serupa bisa terulang bila dinamika psikologi tidak tersalurkan dengan cara yang tepat. Ia pun berharap agar ada penyelesaian yang baik dari pihak sekolah akan kejadian ini.
Sementara, Psikolog Klinis dari Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Heri Widodo M.Psi, mengungkap 5 faktor yang menjadi penyebab terjadinya perbuatan asusila di kalangan pelajar SMP itu.
Pertama, adalah pengaruh teman sebaya. "Berbeda dengan individu di masa anak-anak, bagi remaja, pendapat dan penerimaan teman sebaya sangatlah penting," kata Heri kepada Liputan6.com.
Menurutnya, eksistensi sangat dipengaruhi oleh bagaimana persesepsi teman sebaya terhadap mereka. "Jika teman sebaya memberikan pengaruh yang negatif, misalnya mendorong mereka utk bertindak amoral, maka remaja akan mendapat dorongan yang kuat untuk melakukannya," ujarnya.
Kedua adalah pengaruh media. Pengaruh informasi media seperti cetak, elektronik, internet, yang tidak difilter dengan baik dapat mempengaruhi remaja untuk bertindak amoral.
Faktor ketiga yakni pengaruh model. "Dalam melakukan tindakan amoral, remaja juga mendapatkan pengaruh dari orang dewasa dalam bentuk model/contoh. Saat ini dapat dijumpai banyaknya perilaku amoral orang dewasa yang bisa ditemui remaja (misal lewat media atau kehidupan sehari-hari)," jelas Heri.
Sebab keempat adalah pengabaian di keluarga. Keluarga yang mengabaikan anaknya yang sedang tumbuh remaja --misalnya karena ada masalah, kesibukan, perceraian-- akan mendorong anak mencari 'tempat bernaung' di luar keluarga. Hal ini membuat remaja tidak terkontrol dan tidak memiliki teman atau pendamping yang tepat sehingga mempermudahnya terjerumus dalam tindakan amoral .
Faktor terakhir, imbuh Heri, tercapainya kematangan biologis dan hormonal individu. Saat remaja, individu mengalami kematangan biologis. Hal ini akan mendorong remaja secara internal untuk lebih kuat melakukan perilaku yang berhubungan dengan seks. (Mut)