Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MKH MK) gagal melakukan pemeriksaan Ketua nonaktif Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Akil menolak sidang etik dilakukan tertutup dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengizinkan sidang dilakukan terbuka.
Melihat hal itu, Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti memandang, MKH MK yang diketuai Hakim Konstitusi Harjono sejatinya memang sudah tidak berguna. Sebab, hanya mendesain pemeriksaan berakhir pada Akil semata.
"MKH MK tak ada banyak guna dan sudah jelas didesain hanya terhenti pada Akil. Sekarang, dengan Akil menolak hadir di MKH, apa lagi guna sidang ini?" kata Ray dalam pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Selasa (29/10/2013).
Ray menilai, tanpa disidang MKH MK sekalipun, Akil dengan sendirinya sudah dapat diberi sanksi. Khususnya jika nanti kasus ini naik ke pengadilan.
Lebih jauh, Ray melihat, indikasi sidang-sidang etik MKH MK ini tak banyak gunanya sudah terlihat sejak kali pertama sidang dilakukan. Yakni, sidang hanya berputar-putar pada masalah Akil.
"Sidang-sidang itu seperti tidak ingin mengoreksi dan mencari tahu, apakah perilaku suap sudah menjalar di lingkungan MK? Jika semata MKH hanya mengejar soal suap Akil, maka sidang ini dengan sendirinya sudah tidak relevan," ujar Ray.
Ray mengatakan, tentu saja Akil menolak disidang karena sifat sidang yang tertutup karena dia tengah diperiksa oleh KPK. Sangat mungkin beberapa materi penyidikan malah terungkap di dalam sidang MKH. Sesuatu yang memang akan berpotensi menyulitkan KPK.
"Tapi sejak awal hal ini sejatinya sudah bisa dibaca oleh MKH. Ada kemungkinan Akil akan menolak disidang, baik terbuka apalagi tertutup. Sayangnya, entah kenapa MKH MK tetap memaksakan sidang dilaksanakan dan uniknya hanya berkutat pada soal kasus Akil semata," ujarnya.
MKH gagal memeriksa Akil, Jumat 25 Oktober lalu. "Beliau meminta supaya proses pemeriksaan terbuka, tapi tidak mungkin," kata Ketua MKH, Harjono, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan.
Pemeriksaan terhadap Akil hanya untuk klarifikasi benar atau tidak. "Majelis meneruskan tugasnya dengan data-data yang ada di MK. Itulah yang akan digunakan untuk memutus pelanggaran kode etik," kata Harjono. (Yus/Ism)
Melihat hal itu, Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti memandang, MKH MK yang diketuai Hakim Konstitusi Harjono sejatinya memang sudah tidak berguna. Sebab, hanya mendesain pemeriksaan berakhir pada Akil semata.
"MKH MK tak ada banyak guna dan sudah jelas didesain hanya terhenti pada Akil. Sekarang, dengan Akil menolak hadir di MKH, apa lagi guna sidang ini?" kata Ray dalam pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Selasa (29/10/2013).
Ray menilai, tanpa disidang MKH MK sekalipun, Akil dengan sendirinya sudah dapat diberi sanksi. Khususnya jika nanti kasus ini naik ke pengadilan.
Lebih jauh, Ray melihat, indikasi sidang-sidang etik MKH MK ini tak banyak gunanya sudah terlihat sejak kali pertama sidang dilakukan. Yakni, sidang hanya berputar-putar pada masalah Akil.
"Sidang-sidang itu seperti tidak ingin mengoreksi dan mencari tahu, apakah perilaku suap sudah menjalar di lingkungan MK? Jika semata MKH hanya mengejar soal suap Akil, maka sidang ini dengan sendirinya sudah tidak relevan," ujar Ray.
Ray mengatakan, tentu saja Akil menolak disidang karena sifat sidang yang tertutup karena dia tengah diperiksa oleh KPK. Sangat mungkin beberapa materi penyidikan malah terungkap di dalam sidang MKH. Sesuatu yang memang akan berpotensi menyulitkan KPK.
"Tapi sejak awal hal ini sejatinya sudah bisa dibaca oleh MKH. Ada kemungkinan Akil akan menolak disidang, baik terbuka apalagi tertutup. Sayangnya, entah kenapa MKH MK tetap memaksakan sidang dilaksanakan dan uniknya hanya berkutat pada soal kasus Akil semata," ujarnya.
MKH gagal memeriksa Akil, Jumat 25 Oktober lalu. "Beliau meminta supaya proses pemeriksaan terbuka, tapi tidak mungkin," kata Ketua MKH, Harjono, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan.
Pemeriksaan terhadap Akil hanya untuk klarifikasi benar atau tidak. "Majelis meneruskan tugasnya dengan data-data yang ada di MK. Itulah yang akan digunakan untuk memutus pelanggaran kode etik," kata Harjono. (Yus/Ism)