Sukses

Kasus Akil, Mahfud: Majelis Kehormatan Hakim MK Masih Diperlukan

Mahfud MD melihat keberadaam MKH-MK masih diperlukan karena tugasnya berbeda dibandingkan lembaga lain yang mengusut kasus dari sisi hukum.

Anggota Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MKH MK), Mahfud MD, melihat keberadaan MKH-MK masih diperlukan. Menurutnya, keberadaan MKH tidak bisa disamakan dengan lembaga lain yang mengusut sebuah kasus dalam koridor hukum.

"MKH itu tetap perlu karena itu hukuman etik, bukan hukuman pidana. Kalau pidana itu hukumannya penjara. MKH itu hukuman administratif," tegas Mahfud di Balaikota DKI, Jakarta usai menghadiri dialog interaktif etika birokrasi dalam pemerintahan, Selasa (29/10/2013).

Meski Akil Mochtar sudah mundur dari Ketua MK dan menolak diperiksa lembaga adhoc MK itu, menurut Mahfud ada hal yang masih dapat dilakukan oleh MKH, yakni memberhentikan secara tidak hormat. Sebab, bila permintaan mundur Akil itu disetujui artinya yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat.

"Kalau dengan MKH mungkin tidak dengan hormat. Kan beda kalau diberhentikan dengan hormat, enak sekali. Setiap yang melanggar diberhentikan dengan hormat," imbuh Mahfud.

Terkait dengan hukuman yang akan diambil oleh MKH, Mahfud juga enggan membeberkan. Soal sanksi etik Akil, mantan Ketua MK itu belum mau banyak bicara. "Nggak tahu, tunggu pengumumannya. Jangan bicara hukuman sekarang," tandas Mahfud.

Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, memandang MKH-MK yang diketuai Hakim Konstitusi Harjono sejatinya sudah tidak berguna. Sebab, hanya mendesain pemeriksaan yang berakhir pada Akil semata.

Ray menilai, tanpa disidang MKH MK sekalipun, Akil dengan sendirinya sudah dapat diberi sanksi. Khususnya jika nanti kasus ini naik ke pengadilan. "MKH MK tak ada banyak guna dan sudah jelas didesain hanya terhenti pada Akil. Sekarang, dengan Akil menolak hadir di MKH, apa lagi guna sidang ini?" kata Ray. (Ado/Ism)