Sukses

Revisi UU Pilpres, PKS: Jangan Ada Cek Kosong

Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah menyayangkan pemberhentian pembahasan revisi UU Pilpres.

DPR telah menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres). Penghentian pembahasan disesali Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lantaran revisi dinilai banyak manfaat bagi pemilu ke depan.

Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah menyebut salah satu yang ingin diubah dalam revisi UU Pilpres itu yakni indikator penilaian kesuksesan seorang presiden memimpin pemerintahan. Hal ini dirasa penting agar mudah menilai suatu pemerintah gagal atau berhasil.

"Harus ada indikatornya, karena capres itu kan tidak dikasih kontrak. Apalagi partai koalisi, tidak pernah dikasih alat ukur kesuksesan, nggak ada alat ukur," kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2013).

Fahri mencontohkan indikator itu misalnya, soal kesejahteraan. Apa alat ukurnya? Apakah masyarakat tambah mandiri secara ekonomi? Kelas menengah ekonominya tumbuh? Enterpreneur bertambah? "Gitu-gitu kan nggak ada, jadi kaya ngasih cek kosong," tambahnya.

Tak hanya itu, kata Fahri, revisi UU Pilpres juga diyakini dapat melahirkan capres yang sesuai dengan keinginan rakyat. Sebab, segala sesuatu dilakukan secara transparans.

"Muncul kandidat yang betul-betul sesuai proses, kalau proses terbuka orangnya akan transparan jangana beli kucing dalam karung seperti terjadi dulu," ungkap Fahri.

Ongkos Pemilu

Anggota Komisi III DPR ini menjelaskan, seharusnya pembiayaan partai politik dalam melakukan pagelaran pemilu juga harus diatur. Jika tidak, budaya korupsi akan terus terjadi.

"Kedua, pembiayaan enggak disebut, gimana event besar budget puluhan triliun sumber pembiayaan kandidat enggak jelas. Dalam hitungan 1-2 periode politisi ini akan dikuasasi oleh pemilik modal," ungkapnya.

Padahal, lanjut Fahri, pembiayaan para kandidat dalam pagelaran pemilu sangat besar. Oleh karena itu, Fahri menilai UU harusnya mengatur biaya kampanye tiap kandidat, baik caleg maupun capres.

"Pemilu ini karena sangat dahsyat biaya tidak ada pembatasan dan definisi biaya. Akhirnya orang pilkada aja enggak ada batasan pengeluaran dan pemasukan."

"Capres yang akan datang ngumpulin uang dari jaringan keuangan apa saja dan berapa itu enggak jelas, akibatnya korupsi. Setiap orang investasi harapan kembali modal, karena regulasi tentang pembiyaan pemilu itu nggak jelas," pungkas Fahri. (Rmn/Ism)
Video Terkini