Sukses

Nasib Akil di Ujung Linting Ganja

Sudah terjerat kasus suap dan pencucian uang, Akil Mochtar juga diduga sebagai pengguna narkoba.

Sudah jatuh tertimpa tangga. Tak hanya terjerat kasus suap dan pencucian uang, Akil Mochtar juga diduga sebagai pengguna narkoba.

Penyidik KPK menggeledah kantor ruang kerja Akil Mochtar setelah mengungkap kasus suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Barat, dan Kabupaten Lebak, Banten. Saat itu, KPK menemukan 4 linting ganja dan 2 butir sabu.

Satu dari 4 linting ganja yang ditemukan tersebut sudah terpakai. Selain ganja, penyidik KPK juga menemukan 2 pil narkoba. Ganja dan pil itu kemudian diserahkan ke MK dan kemudian disampaikan ke BNN untuk diperiksa.

Pada Senin 21 Oktober lalu, Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Sumirat Dwiyanto menyambangi gedung KPK, Jakarta. Kedatangan Sumirat bersama beberapa orang dari BNN ini untuk mengambil sampel DNA mantan Ketua nonaktif Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.

"Kami dari BNN akan berkoordinasi dengan teman-teman KPK untuk mengambil sampel DNA dari Pak AM (Akil Mochtar)," ujar Sumirat.

Menurutnya, sampel DNA ini diperlukan oleh laboratorium BNN sebagai pembanding dari hasil tes urine dan rambut yang pernah dilakukan lembaganya kepada Akil.

"Jadi dari barang bukti yang sudah ditemukan kemarin hasilnya menunjukkan Akil teridentifikasi. Sehingga dari lab menginginkan DNA pembanding," jelasnya.

DNA Identik

Setelah 9 hari diteliti, BNN menyatakan DNA pada lintingan ganja yang ditemukan identik dengan DNA Akil Mochtar.

"Tidak terbantahkan bahwa sebagian profil DNA pada linting ganja bekas pakai, identik dengan profil DNA Pak AM. Artinya Pak AM pernah bersentuhan dengan barang bukti narkotika itu," kata Juru Bicara BNN Kombes Pol Sumirat Dwi Cahyo di kantornya, Jakarta Timur, Rabu (30/10/2013).

Direktur Narkoba Alami BNN Kombes Pol Slamet mengungkap, DNA Akil ditemukan di ujung lintingan ganja itu. "DNA itu ada ditemukan di bagian sini," ungkap Direktur Narkoba Alami BNN Kombes Pol Slamet Pribadi seraya menunjuk bagian filter rokok sebagai contoh.

Slamet menjelaskan, karena BNN hanya memiliki DNA pembanding milik Akil Mochtar, maka yang ditemukan hanya DNA milik Ketua nonaktif MK itu. Namun, tak menutup kemungkinan ada DNA orang lain dalam lintingan ganja itu bila BNN memiliki pembandingnya.

"DNA ada di setiap tubuh kita, DNA itu ada di dalam inti sel. Apakah pecandu atau pengguna maka akan kita telusuri lebih lanjut," ujar Slamet.

Diduga Pengguna

Karena DNA pada linting ganja itu identik dengan sampel darah Akil, maka berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), Akil dapat dikategorikan sebagai pengguna.

"Kalau berdasarkan dengan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) yang menjadi acuan kita, kemungkinan Pak AM sebagai pengguna. Untuk memastikan itu, maka dilakukan assesment," jelas Sumirat.

Namun, Sumirat menambahkan, meski pemeriksaan DNA itu identik, namun, pihaknya tidak menegaskan Akil telah mengonsumsi ganja itu. BNN hanya menyatakan ganja itu pernah disentuh Akil.

"Kita tidak menyimpulkan positif menggunakan, tapi profil DNA-nya identik dengan barang tersebut. Tidak terkait positif atau tidak. Tes DNA ini menunjukkan Beliau pernah bersentuhan dengan barang tersebut," papar Sumirat.

Ia menerangkan, ada 3 kemungkinan mengapa tes urine yang dilakukan sebelumnya menunjukkan Akil tidak terbukti menggunakan narkoba. Pertama, Akil tidak tertangkap tangan sedang menggunakan nakotika. Ke dua, penggunaan narkotika jaraknya terlalu jauh dengan pemeriksaan. Dan ke tiga, penggunaan narkotika itu sangat jarang.

"Jadi tes ini tidak membuktikan seseorang pemakai atau bukan. Yang pasti hasilnya pernah bersentuhan, oleh karena itu akan ada langkah lebih lanjut pemeriksaan tim dokter terhadap Beliau," tuturnya.

Terancam Dihukum 4 Tahun

Selain akan dijatuhi hukuman terkait suap, gratifikasi, dan pencucian uang, Akil juga terancam dibui karena kasus narkoba. Hukumannya bisa selama 4 tahun.

"Ancaman hukuman pengguna maksimal 4 tahun," ucap Sumirat.

Tapi hukumannya bukan penjara, melainkan berupa rehabilitasi. Untuk membuktikan Akil merupakan pengguna atau tidak, BNN akan memeriksa Akil lebih lanjut. Langkah ini akan dilakukan oleh tim dokter yang dibentuk BNN.

"Kami masih lakukan langkah-langkah, adanya dekriminalisasi sebagai pecandu murni dari rekomendasi dokter itu bisa dilaksanakan rehabilitasi, baik secara medis atau sosial," lanjutnya.

Dekriminalisasi merupakan proses perubahan ancaman pidana atas perbuatan yang semula sebagai tindak pidana menjadi tindakan biasa.

Cuci Uang

Akil Mochtar sebelumnya telah dijerat KPK dengan pasal penerimaan suap dan gratifikasi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Forum ekspose (gelar perkara) di KPK pada beberapa hari lalu setuju untuk meningkatkan surat perintah penyidikan TPPU atas tersangka AM," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto melalui pesan singkat di Jakarta, Sabtu 26 Oktober lalu.

Akil akan dijerat dengan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukuman bagi pelanggar pasal itu adalah penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp 10 miliar.

KPK juga menerapkan pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur pidana bagi hakim yang menerima hadiah atau janji yang dapat mempengaruhi keputusan perkara pada Akil. Akil dijerat dengan pasal tentang gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dianggap pemberian suap.

"Seluruh rekening yang diketahui KPK sudah diblokir dan sebagian aset yang sudah diketahui juga telah dilakukan upaya paksa sita," tutur Bambang.

Menyoal Penyitaan Aset

Penyitaan sejumlah rekening dan aset benda milik Akil oleh KPK pun dipersoalkan. Penyitaan dinilai tidak sesuai mekanisme dan tidak berkaitan dengan pokok perkara.

"Saya ingin sampaikan, KPK menyita barang yang tak berkaitan dengan barang bukti. Jadi terbukti sekarang. Buktinya dia cabut dan dia buka," kata pengacara Akil, Otto Hasibuan, usai menerima berita acara penyitaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 25 Oktober lalu.

Terlebih, barang yang disita sudah pernah dikembalikan, namun belakangan disita kembali dengan dalih Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan berlaku sejak 21 Oktober lalu. Pasal 12B itu mengatur soal gratifikasi buat pejabat negara.

Otto menyebutkan, sedikitnya 60 item barang bukti yang disita KPK, di antaranya buku tabungan.

"Ini berita acara penyitaan barang bukti yang dikembalikan. Selama ini kami protes, mungkin mereka menyadari ada kekeliruan maka dikembalikan. Kemudian disita lagi tapi ditambah pasalnya. Pasal 12B," ujar Otto.

Otto menganggap, KPK tidak serius menyidik perkara Akil. Sebab, ia dan kliennya tidak pernah diberitahu soal penerapan Pasal 12B yang dijadikan dasar penyitaan dan penetapan Akil sebagai tersangka.

Saat ini pihaknya tengah memikirkan untuk mengambil langkah hukum atas proses penyitaan yang dilakukan KPK. "Sedang dipertimbangkan. (Praperadilan) Nggak mesti. Kita lihat baiknya bagaimana," pungkas Otto. (Mut)