Keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu dari berbagai peristiwa yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) mendatangi Kantor Ombudsman RI di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (31/10/2013).
Kedatangan mereka untuk mengadukan dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Presiden RI, Jaksa Agung, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.
Ketiga pihak yang dilaporkan itu dianggap telah mengabaikan penyelesaian kasus HAM berat seperti peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti pada 1998, peristiwa Semanggi I, dan Semanggi II yang telah merenggut nyawa keluarga mereka.
Sumarsih, ibunda Wawan, yang menjadi korban penembakan Semanggi I pada 1998 menganggap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku Presiden RI tak pernah serius dalam mengungkap tragedi yang menewaskan anaknya.
"Berbagai upaya sudah kami lakukan. Semula kami tak tahu apa yang harus kami lakukan, tapi kami ingin berjuang agar fakta ini bisa terungkap melalui pengadilan HAM ad hoc seperti yang pernah dijanjikan SBY pada 26 Maret 2008," ujar Sumarsih.
Sumarsih juga menjelaskan, dirinya sudah ratusan kali mengirimkan surat ke SBY agar menindaklajuti kasus ini, tapi tetap saja pelanggaran HAM yang pernah menjadi sorotan dunia internasional itu tak terselesaikan.
"Kami sudah kirim surat sebanyak 295 kali. Terakhir minggu lalu. Kami juga sudah menggelar aksi di Istana setiap Kamis, aksi 326 atau selama 7 tahun," tambah Sumarsih.
Pada kesempatan itu, Sumarisih yang datang bersama sejumlah rekannya seperti Yanti Darwin yang anaknya juga merupakan korban Tragedi 98, serta aktivis Kontras Putri Kanisia diterima langsung anggota Ombudsman bidang Penyelesaian Laporan dan Pengaduan, Budi Santoso.
Selain menerima kedatangan keluarga korban HAM tersebut, Budi pada kesempatan itu berjanji akan menindaklanjuti laporan yang masuk ke lembaganya. "Karena kami punya kewajiban menindaklanjuti setiap laporan yang datang dari masyarakat sesuai koridor kami," kata Budi. (Ado/Yus)
Kedatangan mereka untuk mengadukan dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Presiden RI, Jaksa Agung, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.
Ketiga pihak yang dilaporkan itu dianggap telah mengabaikan penyelesaian kasus HAM berat seperti peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti pada 1998, peristiwa Semanggi I, dan Semanggi II yang telah merenggut nyawa keluarga mereka.
Sumarsih, ibunda Wawan, yang menjadi korban penembakan Semanggi I pada 1998 menganggap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku Presiden RI tak pernah serius dalam mengungkap tragedi yang menewaskan anaknya.
"Berbagai upaya sudah kami lakukan. Semula kami tak tahu apa yang harus kami lakukan, tapi kami ingin berjuang agar fakta ini bisa terungkap melalui pengadilan HAM ad hoc seperti yang pernah dijanjikan SBY pada 26 Maret 2008," ujar Sumarsih.
Sumarsih juga menjelaskan, dirinya sudah ratusan kali mengirimkan surat ke SBY agar menindaklajuti kasus ini, tapi tetap saja pelanggaran HAM yang pernah menjadi sorotan dunia internasional itu tak terselesaikan.
"Kami sudah kirim surat sebanyak 295 kali. Terakhir minggu lalu. Kami juga sudah menggelar aksi di Istana setiap Kamis, aksi 326 atau selama 7 tahun," tambah Sumarsih.
Pada kesempatan itu, Sumarisih yang datang bersama sejumlah rekannya seperti Yanti Darwin yang anaknya juga merupakan korban Tragedi 98, serta aktivis Kontras Putri Kanisia diterima langsung anggota Ombudsman bidang Penyelesaian Laporan dan Pengaduan, Budi Santoso.
Selain menerima kedatangan keluarga korban HAM tersebut, Budi pada kesempatan itu berjanji akan menindaklanjuti laporan yang masuk ke lembaganya. "Karena kami punya kewajiban menindaklanjuti setiap laporan yang datang dari masyarakat sesuai koridor kami," kata Budi. (Ado/Yus)