Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, ada kesalahan mekanisme di DPR sehingga memungkinkan beberapa terpidana korupsi seperti M Nazaruddin dan Wa Ode Nurhayati menerima dana pensiun. Namun, kesalahan itu bisa diatasi bila Badan Kehormatan (BK) DPR memutuskan ada pelanggaran yang dilakukan mereka.
"Ada kesalahan mekanisme. Mereka sebelum DPR mengambil keputusan sudah mundur karena tekanan publik, padahal kasusnya masih berjalan dan belum inkraht di pengadilan, sehingga atas dasar itu pemerintah membuat keputusan diberhentikan dengan hormat dan mendapat pensiun," kata Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (8/11/2013).
DPR, lanjut Marzuki, hanya bisa melakukan pemberhentian tidak hormat apabila keputusan dari BK DPR atau keputusan pengadilan yang sudah berkuatan hukum tetap. Kalau itu terjadi, para eks anggota DPR yang korupsi tidak berhak mendapatkan pensiun dan akan diberhentikan tidak hormat.
"Ada solusi seharusnya yang ditempuh, yaitu BK DPR melakukan penyidikan, kalau terbukti melanggar kode etik, maka itu sudah menjadi satu dasar untuk memberhentikan dengan tidak hormat," ujar Marzuki.
Anggota BK DPR Ali Maschan Moesa membeberkan 6 eks anggota Dewan yang terjerat kasus korupsi dan pelanggaran etik berat, yang mengundurkan diri dan mendapat dana pensiun. Mereka adalah Arifinto (PKS, kasus nonton video porno saat sidang paripurna), Panda Nababan (PDIP, kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur BI), Arsyad Syam (Demokrat, kasus korupsi proyek pembangunan jaringan listrik PLTD Sungai Bahar, Muarojambi), Widjono Hardjanto (Ketua Fraksi Gerindra tukang bolos), Wa Ode Nurhayati (PAN, kasus suap dana penyesuaian infrastruktur daerah), dan Muhammad Nazaruddin (Demokrat, kasus korupsi wisma atlet).
Pemberian dana pensiun untuk mantan anggota DPR diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta bekas Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Pasal 12-21. Pensiun diberikan kepada pimpinan dan anggota lembaga tertinggi negara yang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya.
Selain itu, uang pensiun itu juga diberikan kepada anggota Dewan yang diganti atau mundur sebelum masa jabatannya habis. Hal tersebut diatur dalam UU MPR DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Uang pensiun bagi anggota DPR berjumlah 6-75 persen dari gaji pokok yang diterimanya selama aktif menjadi anggota DPR. Besaran uang pensiun juga didasarkan pada lamanya masa jabatan seorang anggota DPR. Sementara untuk gaji pokok anggota DPR sendiri bervariasi, dengan nilai minimal Rp 4,2 juta. (Mut/Ism)
"Ada kesalahan mekanisme. Mereka sebelum DPR mengambil keputusan sudah mundur karena tekanan publik, padahal kasusnya masih berjalan dan belum inkraht di pengadilan, sehingga atas dasar itu pemerintah membuat keputusan diberhentikan dengan hormat dan mendapat pensiun," kata Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (8/11/2013).
DPR, lanjut Marzuki, hanya bisa melakukan pemberhentian tidak hormat apabila keputusan dari BK DPR atau keputusan pengadilan yang sudah berkuatan hukum tetap. Kalau itu terjadi, para eks anggota DPR yang korupsi tidak berhak mendapatkan pensiun dan akan diberhentikan tidak hormat.
"Ada solusi seharusnya yang ditempuh, yaitu BK DPR melakukan penyidikan, kalau terbukti melanggar kode etik, maka itu sudah menjadi satu dasar untuk memberhentikan dengan tidak hormat," ujar Marzuki.
Anggota BK DPR Ali Maschan Moesa membeberkan 6 eks anggota Dewan yang terjerat kasus korupsi dan pelanggaran etik berat, yang mengundurkan diri dan mendapat dana pensiun. Mereka adalah Arifinto (PKS, kasus nonton video porno saat sidang paripurna), Panda Nababan (PDIP, kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur BI), Arsyad Syam (Demokrat, kasus korupsi proyek pembangunan jaringan listrik PLTD Sungai Bahar, Muarojambi), Widjono Hardjanto (Ketua Fraksi Gerindra tukang bolos), Wa Ode Nurhayati (PAN, kasus suap dana penyesuaian infrastruktur daerah), dan Muhammad Nazaruddin (Demokrat, kasus korupsi wisma atlet).
Pemberian dana pensiun untuk mantan anggota DPR diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta bekas Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Pasal 12-21. Pensiun diberikan kepada pimpinan dan anggota lembaga tertinggi negara yang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya.
Selain itu, uang pensiun itu juga diberikan kepada anggota Dewan yang diganti atau mundur sebelum masa jabatannya habis. Hal tersebut diatur dalam UU MPR DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Uang pensiun bagi anggota DPR berjumlah 6-75 persen dari gaji pokok yang diterimanya selama aktif menjadi anggota DPR. Besaran uang pensiun juga didasarkan pada lamanya masa jabatan seorang anggota DPR. Sementara untuk gaji pokok anggota DPR sendiri bervariasi, dengan nilai minimal Rp 4,2 juta. (Mut/Ism)