Sukses

DPR: Red Carpet untuk Snowden Beber `Dosa Intelijen` AS-Australia

Indonesia meminta Snowden buka suara membocorkan rahasia terkait informasi apa yang disadap dari Indonesia.

Edward Snowden menjadi pria yang dicari-cari negara manapun. Hal itu berkat kabar penyadapan Amerika Serikat pada sejumlah negara yang dibocorkannya, mulai dari Jerman, Cina, dan Indonesia --yang melibatkan Australia.

Pria berumur 30 tahun itu pun sekarang dilindungi Rusia. Oleh Vladimir Putin, ia diberi pekerjaan dan disembunyikan keberadaannya. Namun, beberapa waktu lalu, Snowden menyatakan mau menemui perwakilan Jerman untuk membongkar secara detail terkait penyadapan Badan Pertahanan Nasional Amerika Serikat atau NSA.

Indonesia pun meminta Snowden buka suara membocorkan rahasia terkait informasi apa yang disadap dari Indonesia. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.

"Kalau Snowden mau, kami beri red carpet untuknya bila memberitahu informasi soal penyadapan itu," ujar Priyo di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (8/11/2013).

Namun, Priyo skeptis dengan data-data yang dikeluarkan Snowden perihal penyadapan pada Indonesia. Bisa jadi, lanjutnya, yang diungkapkan mantan pekerja intelijen di Negeri Paman Sam hanya dramatisasi belaka.

"Sebagai pimpinan parlemen saya belum bisa terima kita disadap, untuk apa. Kalau mau tahu jumlah militer kita, silakan datang. Kalau belum dapat penjelasan utuh, ada jalur resmi, datang ke mari (ke DPR), kita diskusi. Anggaran alutsista saja kita transparan kok," imbuh Priyo.

Ketua DPP Golkar itu pun berencana memanggil Dubes Australia Greg Moriarty dan Dubes Amerika Scot Marciel pada Senin 11 November mendatang. Pertemuan itu membahas kabar penyadapan dan mencari jalan keluar yang tepat. Sebab, isu penyadapan sensitif dan dapat merusak persahabatan internasional.

Priyo pun meminta sikap diplomaasi dengan negara yang diduga menyadap tidak lembek. "Saya lihat sikap pemerintah masih kurang. Diplomasi kita terlalu lembek dan terlalu sopan santun. Tidak perlu hilangkan derajat sikap tegas kita di depan mereka," ujar Priyo.
2 dari 2 halaman


Momentum PBB

Priyo juga melihat masalah penyadapan menciderai harkat dan martabat bangsa Indonesia, juga negara-negara lain yang menjadi 'korban'. Dengan bocornya informasi penyadapan ini, bisa menjadi momentum bagi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk konvensi antipenyadapan.

"Ini masuk ranah internasional. Penyadapan itu ilegal. Harus dihentikan. Kekuatan teknologi tak boleh menghalalkan segala cara. Harus ada keputusan mendunia. PBB harus menjadikan momentum ini untuk selanggarakan konvensi agar meratifikasi semua," jelas Priyo.

Penyadapan disebut ilegal, lanjut Priyo, ketika ada berbagai cara disahkan demi informasi. Pemerintah Indonesia, tidak pernah mengutak-atik negara sahabat. Maka itu, dibutuhkan perjanjian antarnegara terkait penyadapan. Tidak bisa Indonesia sendirian.

"Kalau Indonesia saja tak ada guna, cuma teriak di padang pasir," tandas Priyo.

Dugaan penyadapan muncul dari dokumen yang dibocorkan oleh Edward Snowden, mantan kontraktor untuk Badan Keamanan Nasional AS (NSA).

Dokumen tersebut diterbitkan majalah Jerman, Der Spiegel, yang membahas secara rinci program intelijen sinyal bernama Stateroom. Majalah itu menyebutkan Kedubes AS, Inggris, Australia dan Kanada menyimpan perangkat penyadapan untuk mengumpulkan komunikasi elektronik.

Seperti dimuat BBC, negara-negara itu, bersama Selandia Baru, juga memiliki perjanjian berbagi intelijen yang dikenal dengan Five Eyes. Kedubes Australia di Jakarta diklaim sebagai salah satu kedubes yang terlibat seperti dilaporkan media Fairfax Australia.

Selain itu kedubes Australia di Bangkok, Hanoi, Beijing dan Dili serta Komisi Tinggi di Kuala Lumpur serta Port Moresby, Papua Nugini, juga disebut terlibat. (Ali/Mut)