Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR Marwan Jafar menilai pemerintah sebagai pelayan publik belum menjalankan fungsinya sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Prinsip Pelayanan yang Baik dan Efektif.
Bahkan, kata Marwan, pelayanan birokrasi di Indonesia saat ini dinilai masih diskriminatif terhadap masyarakat miskin. Ia mencontohkan, banyak masyarakat kecil dipersulit oleh oknum birokrat.
"Banyak sekali kasus masyarakat kecil mengalami kesulitan atau bahkan dipersulit oleh oknum birokrasi. Hal itu tidak mendukung semangat untuk memperkuat demokrasi dan HAM di Indonesia, untuk itu harus dihilangkan," kata Marwan dalam pesan singkatnya di Jakarta, Minggu (10/11/2013).
Kata Marwan, pelayanan publik saat ini masih cenderung tidak efisien dan buruk. Banyak proses yang harus dilewati dalam mengurus administrasi serta membutuhkan waktu yang cukup lama dan bertele-tele.
Hal itu, lanjut Marwan, bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi yang dicanangkan pemerintah sendiri. Menurutnya, tidak berjalannya reformasi birokrasi bisa jadi birokrasi pemerintahan terjebak pada rutinitas semata.
"Harus ada terobosan dan kreatifitas aparatur kita namun tidak boleh melanggar aturan yang ada. Karena baik dan buruk dalam pelayanan publik menjadi ukuran bahwa pemerintah itu sudah clean and good governance atau belum," tegasnya.
Selain itu, lanjut Marwan, saat ini masih banyak pungli atau pungutan liar yang dilakukan oknum birokrat di Indonesia. Sehingga menimbulkan high cost economy atau ekonomi biaya tinggi dalam mengurus perijinan tertentu.
"Dampaknya adalah terganggunya pertumbuhan ekonomi dan semakin meningkatnya kemiskinan di negeri ini," kata Marwan.
Menurutnya, kurangnya transparansi pengambilan kebijakan dalam birokrasi menimbulkan rawan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Karena adanya sentralitas keputusan pimpinan dalam birokrasi tertentu.
"Untuk itu perlu ada pembenahan sistem informasi pelayanan publik atau sistem informasi yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi sesuai amanat Pasal 23 UU No 25 Tahun 2009," jelas Marwan.
Diketahui, dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan telah diatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan efektif sesuai fungsi-fungsi pemerintahan yaitu sebagai pelayan publik.
Tujuan pelayanan publik adalah untuk memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia (HAM), mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik. (Rmn)
Bahkan, kata Marwan, pelayanan birokrasi di Indonesia saat ini dinilai masih diskriminatif terhadap masyarakat miskin. Ia mencontohkan, banyak masyarakat kecil dipersulit oleh oknum birokrat.
"Banyak sekali kasus masyarakat kecil mengalami kesulitan atau bahkan dipersulit oleh oknum birokrasi. Hal itu tidak mendukung semangat untuk memperkuat demokrasi dan HAM di Indonesia, untuk itu harus dihilangkan," kata Marwan dalam pesan singkatnya di Jakarta, Minggu (10/11/2013).
Kata Marwan, pelayanan publik saat ini masih cenderung tidak efisien dan buruk. Banyak proses yang harus dilewati dalam mengurus administrasi serta membutuhkan waktu yang cukup lama dan bertele-tele.
Hal itu, lanjut Marwan, bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi yang dicanangkan pemerintah sendiri. Menurutnya, tidak berjalannya reformasi birokrasi bisa jadi birokrasi pemerintahan terjebak pada rutinitas semata.
"Harus ada terobosan dan kreatifitas aparatur kita namun tidak boleh melanggar aturan yang ada. Karena baik dan buruk dalam pelayanan publik menjadi ukuran bahwa pemerintah itu sudah clean and good governance atau belum," tegasnya.
Selain itu, lanjut Marwan, saat ini masih banyak pungli atau pungutan liar yang dilakukan oknum birokrat di Indonesia. Sehingga menimbulkan high cost economy atau ekonomi biaya tinggi dalam mengurus perijinan tertentu.
"Dampaknya adalah terganggunya pertumbuhan ekonomi dan semakin meningkatnya kemiskinan di negeri ini," kata Marwan.
Menurutnya, kurangnya transparansi pengambilan kebijakan dalam birokrasi menimbulkan rawan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Karena adanya sentralitas keputusan pimpinan dalam birokrasi tertentu.
"Untuk itu perlu ada pembenahan sistem informasi pelayanan publik atau sistem informasi yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi sesuai amanat Pasal 23 UU No 25 Tahun 2009," jelas Marwan.
Diketahui, dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan telah diatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan efektif sesuai fungsi-fungsi pemerintahan yaitu sebagai pelayan publik.
Tujuan pelayanan publik adalah untuk memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia (HAM), mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik. (Rmn)