Sukses

Tanyakan Status Pengacara Djoko Susilo, Forum Advokat Geruduk KPK

Forum Advokasi Pengawal Konstitusi (FAKSI) mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Forum Advokasi Pengawal Konstitusi (FAKSI) mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menanyakan KPK tentang tindak lanjut kasus kasus pengacara terdakwa kasus Simulator SIM Djoko Susilo, Jeniver Girsang perihal tuduhan merintangi proses hukum.

"Dulu KPK pernah menyampaikan akan menerapkan Pasal 21 UU Tipikor pada Jeniver. Nah, kami ingin tahu perkembangannya," kata koordinator FAKSI Petrus Selestinus, di KPK, Senin (11/11/2013). Petrus datang bersama sekitar 7 advokat lainnya.

Menurutnya, kedatangan kali ini bukan yang pertama. Petrus mengatakan, hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari KPK, padahal sudah ada barang bukti.

"Bukti sudah ada, rekaman CCTV, KPK juga sudah berjanji waktu itu akan membawa ke ranah hukum, tapi sampai sekarang belum jelas," ungkap Petrus.

Petrus menilai, bila KPK tidak memberi tindakan kepada Petrus, maka selama ini pernyataan KPK mengenai peristiwa bertemunya pengacara Djoko dan saksi hanya menggertak saja.

Kasus ini berawal saat Juniver kedapatan menemui saksi dari jaksa di sebuah hotel diduga terkait dengan kasus simulator SIM. Belum sampai di situ, dalam nota pembelaan Irjen Djoko yang dibagikan kepada jaksa, terselip lembar US$ 100. Meski menolak anggapan suap, namun insiden itu dianggap melecehkan.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menegaskan, akan membawa persoalan tersebut ke ranah hukum dengan menggunakan pasal 21 UU No 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Sebab, Juniver dianggap merintangi pemeriksaan persidangan perkara pidana yang tengah ditangani oleh KPK.

Pasal tersebut berbunyi:

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Mvi)