Sukses

`RI Disadap, Langkah yang Tepat: Usir Diplomat AS dan Australia`

"Mengapa pemerintah tidak melakukan sikap tegas kepada AS juga?" cetus Hikmahanto.

Sebagai bentuk protes terhadap aksi penyadapan intelijen Australia, Presiden SBY menghentikan sementara kerja sama militer antara Indonesia dan Negeri Kanguru itu. Indonesia juga masih menuntut penjelasan dari Australia.

Namun Australia lewat perdana menterinya Tony Abbott diragukan bakal menjawab tuntutan dari Indonesia dan meminta maaf.

"Menjadi permasalahan bila Abbott tidak kunjung memberi penjelasan, apakah pemerintah Indonesia akan terus meningkatkan sikapnya?" kata pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Rabu (20/11/2013).

"Bagaimana bila tensi menurun namun penjelasan tidak kunjung diberikan? Tidak kah pemerintah Indonesia akan kehilangan muka?" imbuhnya.

Guru Besar Fakultas Hukum itu pun mempertanyakan alasan sikap pemerintah yang hanya menanggapi penyadapan Australia. Padahal tak cuma negeri itu yang menyadap Presiden SBY dan sejumlah pejabat RI pada 2009 lalu. Amerika Serikat pun turut melakukan hal itu.

"Perlu diketahui bahwa penyadapan ini bukan masalah bilateral Australia dengan Indonesia, melainkan melibatkan AS sebagai pelaku dan banyak negara yang menjadi korban. Mengapa pemerintah tidak melakukan sikap tegas kepada AS juga?" cetusnya.

Karenanya, menurut Hikmahanto, ada cara lain yang lebih tepat untuk menanggapi penyadapan dari kedua negara itu. "Tindakan tegas yang tepat adalah melakukan pengusiran sejumlah diplomat AS dan Australia," ucapnya.

Berdasarkan praktik diplomasi, lanjut dia, bila ada negara yang mengetahui negaranya disadap maka negara tersebut akan melakukan pengusiran diplomat tanpa ada tuntutan penjelasan atau menyampaikan maaf. Hikmahanto yakin, Amerika Serikat dan Australia tidak akan melakukan tindakan balasan bila Indonesia melakukan pengusiran diplomat mereka.

"Justru kedua negara akan berterima kasih bila dilakukan hal ini," ujarnya.

"Ini karena AS dan Australia tahu mereka salah melakukan praktik kotor penyadapan namun tidak mungkin melakukan kesalahan tersebut secara terbuka di ruang publik," pungkas Hikmahanto. (Ndy/Ein)