Usulan penghapusan berkas perkara yang dikembalikan ke polisi (P19) dan lengkap (P21) dalam revisi RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP/KUHP) disambut baik oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Amir Syamsuddin.
Lantaran Amir menilai, penghapusan itu secara langsung dapat memperlancar proses perkara suatu kasus. Sehingga dalam prosesnya, berkas perkara tidak perlu bolak-balik antara kepolisian dan kejaksaan yang dapat menimbulkan suatu ketidakpastian hukum dalam sebuah perkara.
"Jadi untuk memperlancar. Kan kebiasaannya bolak-baliknya perkara, kejaksaan, polisi, kejaksaan, polisi, itu menimbulkan ketidakpastian," kata Amir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2013).
Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat ini menjelaskan, ketidakpastian proses hukum itu menimbulkan ketidaktenangan terhadap pelapor dan pihak yang telah dijadikan tersangka. Karenanya dengan penghapusan P19 dan P21, tidak terjadi lagi bolak-balik berkas.
Amir mengakui, pemberkasan bolak-balik merupakan tahapan yang harus dilalui dalam menangani suatu kasus. Namun dengan keseriusan penyidik dan ditunjang dengan teknologi, tahapan itu dipandang tidak diperlukan lagi. Lantaran prosedur tersebut telah ketinggalan zaman.
"Untuk apa kita mempertahankan prosedur yang telah ketinggalan?" cetus Amir.
Dengan penghapusan P19 dan P21, lanjut dia, ke depan kalau ada berkas yang dinyatakan kejaksaan belum lengkap, maka komunikasinya bisa dilakukan dengan menggunakan alat komunikasi. Tidak perlu menggunakan surat dan memakan waktu cukup lama, melainkan cukup dengan telepon ataupun SMS.
"Bagaimanapun, pada dasarnya orang mencari keadilan tidak boleh digantung nasibnya. Pihak pelapor juga harus diberitahukan bagaimana proses pemberkasan di kepolisian dan lain sebagainya. Begitu halnya dengan pihak yang telah dijadikan tersangka," demikian Amir. (Mvi/Sss)
Lantaran Amir menilai, penghapusan itu secara langsung dapat memperlancar proses perkara suatu kasus. Sehingga dalam prosesnya, berkas perkara tidak perlu bolak-balik antara kepolisian dan kejaksaan yang dapat menimbulkan suatu ketidakpastian hukum dalam sebuah perkara.
"Jadi untuk memperlancar. Kan kebiasaannya bolak-baliknya perkara, kejaksaan, polisi, kejaksaan, polisi, itu menimbulkan ketidakpastian," kata Amir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2013).
Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat ini menjelaskan, ketidakpastian proses hukum itu menimbulkan ketidaktenangan terhadap pelapor dan pihak yang telah dijadikan tersangka. Karenanya dengan penghapusan P19 dan P21, tidak terjadi lagi bolak-balik berkas.
Amir mengakui, pemberkasan bolak-balik merupakan tahapan yang harus dilalui dalam menangani suatu kasus. Namun dengan keseriusan penyidik dan ditunjang dengan teknologi, tahapan itu dipandang tidak diperlukan lagi. Lantaran prosedur tersebut telah ketinggalan zaman.
"Untuk apa kita mempertahankan prosedur yang telah ketinggalan?" cetus Amir.
Dengan penghapusan P19 dan P21, lanjut dia, ke depan kalau ada berkas yang dinyatakan kejaksaan belum lengkap, maka komunikasinya bisa dilakukan dengan menggunakan alat komunikasi. Tidak perlu menggunakan surat dan memakan waktu cukup lama, melainkan cukup dengan telepon ataupun SMS.
"Bagaimanapun, pada dasarnya orang mencari keadilan tidak boleh digantung nasibnya. Pihak pelapor juga harus diberitahukan bagaimana proses pemberkasan di kepolisian dan lain sebagainya. Begitu halnya dengan pihak yang telah dijadikan tersangka," demikian Amir. (Mvi/Sss)