Penyalah guna narkoba hingga saat ini masih dianggap sebagai residivis yang harus dihukum pidana berat. Padahal mereka butuh disayang.
"Jangan dianggap sebagai residivis. Mereka perlu kita sayangi karena tidak berdaya. Dia sudah kehilangan masa lalunya, kita rangkul agar masa depannya tidak hancur," kata Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Anang Iskandar dalam pidatonya pada Puncak Acara Lomba Kampung Bersih Narkoba 2013 se-DKI Jakarta, di Jakarta, Sabtu (23/11/2013).
Anang berpendapat jumlah penyalah guna narkoba bisa menurun melalui rehabilitasi, bukan ditindak pidana.
"Kalau sembuh, mereka tidak akan kecanduan lagi, ini akan mereduksi jumlah penyalah guna yang masih berjumlah 4 juta orang," ucapnya.
Dia menyebutkan ada 2 sisi inti permasalahan narkoba, yakni permintaan dan ketersediaan narkoba.
"Demand (permintaan) ini banyak sekali karena ada 4 juta penyalah guna narkoba dan dari tahun ke tahun, trennya naik," ujarnya.
Terkait ketersediaan, lanjut dia, tidak ada perkembangan yang signifikan dalam pengurangan ketersediaan narkoba, karena kasusnya terus-menerus terjadi.
"Sudah kadung (terlanjur) banyak, penangkapan kemudian pemusnahan barang bukti, kemudian ada lagi kasusnya terus penangkapan lagi, ini sudah jenuh," ujarnya.
Anang menilai, salah satu langkah yang efektif dalam mengurangi permintaan dan ketersediaan narkoba, yakni dengan merehabilitasi para penyalah guna narkoba.
Dengan merehabilitasi, dia meyakini, penyalah guna akan pulih dari ketergantungan barang haram tersebut. Ketimbang dihukum pidana yang belum tentu menyembuhkan. Bahkan dikhawatirkan akan menjalankan bisnis tersebut di dalam penjara.
"Saya yakin dengan merehabilitasi, peredaran berkurang, yang tadinya 4 juta orang akan turun menjadi 3 juga sampai nol, tidak ada lagi bisnis narkoba di negeri ini," tuturnya.
Dengan begitu, lanjut dia, akan berkurang juga ketersediaan narkoba.
"Justru kalau dihukum, bandar dan pengedar narkoba akan senang karena demand-nya tetap ada. Sementara kalau direhabilitasi akan nangis-nangis dia," tegas dia.
Ubah Paradigma
Anang mengklaim para hakim juga telah setuju untuk merehabilitasi penyalah guna narkoba sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Untuk itu, dia mengupayakan akan mengubah paradigma masyarakat terkait penyalahgunaan narkoba tersebut.
"Kita ingin putar arah kalau penyalah guna jangan digerebek dan ditangkap, melainkan direhabilitasi. Kalau ditangkap terus, yang gagah hanya penegak hukum," tandasnya.
Dia juga mengaku sudah melaporkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait rehabilitasi terhadap para penyalah guna narkoba.
Berdasarkan data BNN, hingga saat ini terdapat 4 juta korban penyalahgunaan narkoba yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dari jumlah tersebut, Anang menyebutkan, hanya sekitar 18.000 orang atau 0,47 persen yang mendapatkan layanan terapi dan rehabilitasi.
Dia menambahkan, jenis narkoba juga semakin beragam, yakni tercatat 24 macam narkoba jenis baru yang ditemukan di laboratorium BNN yang diciptakan sindikat narkoba dan didukung oleh tenaga ahli farmasi.
Bahkan, lanjut dia, telah ditemukan sebanyak 251 narkoba jenis baru yang sengata dibuat untuk menghindari jerat hukum yang telah diatur oleh undang-undang masing-masing negara.
Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri telah mengungkap sejumlah jenis narkoba baru, di antaranya methilon, krathom dan LSD atau smile, phenethylamines, serta golongan piperazine.
Methilon berbentuk tablet seperti obat biasa, sedangkan LSD atau smile berbentuk lembaran kertas, dan krathom berasal dari tumbuh-tumbuhan. Meski bentuknya beragam, ketiga jenis narkoba itu menimbulkan efek serupa obat terlarang lain yang membuat pengguna berhalusinasi, euforia dan depresi. (Ant/Sss)
"Jangan dianggap sebagai residivis. Mereka perlu kita sayangi karena tidak berdaya. Dia sudah kehilangan masa lalunya, kita rangkul agar masa depannya tidak hancur," kata Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Anang Iskandar dalam pidatonya pada Puncak Acara Lomba Kampung Bersih Narkoba 2013 se-DKI Jakarta, di Jakarta, Sabtu (23/11/2013).
Anang berpendapat jumlah penyalah guna narkoba bisa menurun melalui rehabilitasi, bukan ditindak pidana.
"Kalau sembuh, mereka tidak akan kecanduan lagi, ini akan mereduksi jumlah penyalah guna yang masih berjumlah 4 juta orang," ucapnya.
Dia menyebutkan ada 2 sisi inti permasalahan narkoba, yakni permintaan dan ketersediaan narkoba.
"Demand (permintaan) ini banyak sekali karena ada 4 juta penyalah guna narkoba dan dari tahun ke tahun, trennya naik," ujarnya.
Terkait ketersediaan, lanjut dia, tidak ada perkembangan yang signifikan dalam pengurangan ketersediaan narkoba, karena kasusnya terus-menerus terjadi.
"Sudah kadung (terlanjur) banyak, penangkapan kemudian pemusnahan barang bukti, kemudian ada lagi kasusnya terus penangkapan lagi, ini sudah jenuh," ujarnya.
Anang menilai, salah satu langkah yang efektif dalam mengurangi permintaan dan ketersediaan narkoba, yakni dengan merehabilitasi para penyalah guna narkoba.
Dengan merehabilitasi, dia meyakini, penyalah guna akan pulih dari ketergantungan barang haram tersebut. Ketimbang dihukum pidana yang belum tentu menyembuhkan. Bahkan dikhawatirkan akan menjalankan bisnis tersebut di dalam penjara.
"Saya yakin dengan merehabilitasi, peredaran berkurang, yang tadinya 4 juta orang akan turun menjadi 3 juga sampai nol, tidak ada lagi bisnis narkoba di negeri ini," tuturnya.
Dengan begitu, lanjut dia, akan berkurang juga ketersediaan narkoba.
"Justru kalau dihukum, bandar dan pengedar narkoba akan senang karena demand-nya tetap ada. Sementara kalau direhabilitasi akan nangis-nangis dia," tegas dia.
Ubah Paradigma
Anang mengklaim para hakim juga telah setuju untuk merehabilitasi penyalah guna narkoba sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Untuk itu, dia mengupayakan akan mengubah paradigma masyarakat terkait penyalahgunaan narkoba tersebut.
"Kita ingin putar arah kalau penyalah guna jangan digerebek dan ditangkap, melainkan direhabilitasi. Kalau ditangkap terus, yang gagah hanya penegak hukum," tandasnya.
Dia juga mengaku sudah melaporkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait rehabilitasi terhadap para penyalah guna narkoba.
Berdasarkan data BNN, hingga saat ini terdapat 4 juta korban penyalahgunaan narkoba yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dari jumlah tersebut, Anang menyebutkan, hanya sekitar 18.000 orang atau 0,47 persen yang mendapatkan layanan terapi dan rehabilitasi.
Dia menambahkan, jenis narkoba juga semakin beragam, yakni tercatat 24 macam narkoba jenis baru yang ditemukan di laboratorium BNN yang diciptakan sindikat narkoba dan didukung oleh tenaga ahli farmasi.
Bahkan, lanjut dia, telah ditemukan sebanyak 251 narkoba jenis baru yang sengata dibuat untuk menghindari jerat hukum yang telah diatur oleh undang-undang masing-masing negara.
Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri telah mengungkap sejumlah jenis narkoba baru, di antaranya methilon, krathom dan LSD atau smile, phenethylamines, serta golongan piperazine.
Methilon berbentuk tablet seperti obat biasa, sedangkan LSD atau smile berbentuk lembaran kertas, dan krathom berasal dari tumbuh-tumbuhan. Meski bentuknya beragam, ketiga jenis narkoba itu menimbulkan efek serupa obat terlarang lain yang membuat pengguna berhalusinasi, euforia dan depresi. (Ant/Sss)