Liputan6.com, Bandung: Keberuntungan memang bisa mengubah hidup seseorang. Tapi, tak banyak orang yang mampu memanfaatkannya jika kesempatan itu tiba. Salah seorang yang berhasil menggunakan kesempatan adalah H.M. Ruhiat, pengelola bisnis perhotelan di Kota Bandung, Jawa Barat. Asal tahu saja, pemilik Hotel Panghegar ini memulai kariernya di Hotel Van Heingel di Bandung, 60 tahun silam, sebagai penerima tamu. "Tahun 1943 saya mulai kerja di sini [Van Heingel]. Itu karena saya berbahasa Belanda," kata Ruhiat, baru-baru ini.
Perjalanan karier Ruhiat di hotel milik Nyonya Meister penuh liku. Apalagi, setelah Jepang menduduki Tanah Air, Ruhiat sempat ikut bergerilya di hutan. Bahkan dia sempat ditangkap tentara Jepang. Setelah Perang Dunia II berakhir, nasib membawa Ruhiat kembali ke Hotel Van Heingel.
Kerja keras Ruhiat rupanya tak luput dari pemilik hotel yang berkebangsaan Italia itu. Pada 1958 ia diangkat menjadi manajer. Tapi, titik tolak keberhasilan Ruhiat terjadi saat Nyonya Meister memutuskan kembali ke negaranya dan menjual hotel. Ketika itu, Ruhiat memberanikan diri membeli hotel yang ikut dibesarkannya itu. "Kalau dicicil saya sanggup. Saya hitung-hitung delapan tahunlah," kata Ruhiat mengenang.
Ada cerita lucu soal perubahan nama Van Heingel menjadi Panghegar. Pada 1962, pemerintah melarang penggunaan nama asing. Ruhiat pun sibuk mencari nama pengganti yang cocok. Rupanya Zaman Jepang melekat di dalam diri Ruhiat. Nama Panghegar diambil dari ketidakbecusan tentara Jepang menyebut Van Heingel. "Orang Jepang itu kalau bicara Van Heingel tidak bisa mengucapkan "V" dan "L". Kalau mau, bilangnya Hegaro. Jadi dari Van Heingel saya ubah jadi Panghegar," kata Ruhiat.
Ruhiat mengelola hotel dibantu oleh sang istri Juariah dan ketujuh anaknya. Untuk mengembangkan usaha, Ruhiat mengirim anak-anaknya untuk bekerja di berbagai hotel luar negeri. Hasilnya, tamu berdatangan dan hotel terus berkembang. Kini, sejumlah hotel lain dibeli Ruhiat.
Ketokohan Ruhiat juga diakui dalam bidang pariwisata Indonesia. Di era 1960-an, bersama sejumlah tokoh lain, Ruhiat mendirikan Indonesia Tours Association yang kemudian berubah menjadi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia. Penghargaan Upakarti adalah salah satu bukti keberhasilannya selama ini.(ZAQ/Patria Hidayat dan Taufik Hidayat)
Perjalanan karier Ruhiat di hotel milik Nyonya Meister penuh liku. Apalagi, setelah Jepang menduduki Tanah Air, Ruhiat sempat ikut bergerilya di hutan. Bahkan dia sempat ditangkap tentara Jepang. Setelah Perang Dunia II berakhir, nasib membawa Ruhiat kembali ke Hotel Van Heingel.
Kerja keras Ruhiat rupanya tak luput dari pemilik hotel yang berkebangsaan Italia itu. Pada 1958 ia diangkat menjadi manajer. Tapi, titik tolak keberhasilan Ruhiat terjadi saat Nyonya Meister memutuskan kembali ke negaranya dan menjual hotel. Ketika itu, Ruhiat memberanikan diri membeli hotel yang ikut dibesarkannya itu. "Kalau dicicil saya sanggup. Saya hitung-hitung delapan tahunlah," kata Ruhiat mengenang.
Ada cerita lucu soal perubahan nama Van Heingel menjadi Panghegar. Pada 1962, pemerintah melarang penggunaan nama asing. Ruhiat pun sibuk mencari nama pengganti yang cocok. Rupanya Zaman Jepang melekat di dalam diri Ruhiat. Nama Panghegar diambil dari ketidakbecusan tentara Jepang menyebut Van Heingel. "Orang Jepang itu kalau bicara Van Heingel tidak bisa mengucapkan "V" dan "L". Kalau mau, bilangnya Hegaro. Jadi dari Van Heingel saya ubah jadi Panghegar," kata Ruhiat.
Ruhiat mengelola hotel dibantu oleh sang istri Juariah dan ketujuh anaknya. Untuk mengembangkan usaha, Ruhiat mengirim anak-anaknya untuk bekerja di berbagai hotel luar negeri. Hasilnya, tamu berdatangan dan hotel terus berkembang. Kini, sejumlah hotel lain dibeli Ruhiat.
Ketokohan Ruhiat juga diakui dalam bidang pariwisata Indonesia. Di era 1960-an, bersama sejumlah tokoh lain, Ruhiat mendirikan Indonesia Tours Association yang kemudian berubah menjadi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia. Penghargaan Upakarti adalah salah satu bukti keberhasilannya selama ini.(ZAQ/Patria Hidayat dan Taufik Hidayat)