Kenakalan remaja atau pelajar di ibukota semakin merebak. Mulai dari tawuran, membajak bus, hingga penyiraman air keras. Namun pemberian sanksi kepada para pelajar nakal dinilai masih kurang.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pun menyayangkan tindakan orangtua yang berusaha 'melindungi' kesalahan anak-anaknya dengan pemberian komisi kepada pihak sekolah.
"Terlalu banyak komisi-komisi. Terlalu banyak pengacara hebat. Dikit-dikit mau nuntut balik. Orangtua yang seperti itu bukan sayang anak, tapi mau hancurkan masa depan anak," ujar pria yang akrab disapa Ahok ini di Sekolah Asisi, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (23/11/2013).
Ia mengisahkan adik perempuannya saat duduk di kelas 3 Sekolah Dasar sempat tidak naik kelas karena tawuran. Padahal saat itu, keluarga Ahok dikenal cukup mampu secara finansial. Tetapi, orangtuanya tidak berusaha meringankan sanksi untuk adiknya. Terbukti, akhirnya adik perempuan Ahok dapat menyelesaikan pendidikannya hingga mendapat gelar bergengsi di perguruan tinggi luar negeri.
"Adik perempuan saya kelas 3 SD tawuran, gurunya kasih tidak naik kelas. Tapi adik saya akhirnya bisa selesaikan pendidikannya. Kalau waktu itu dia dibantu, jadi manja. Terus bayangin, anak orang mampu aja tidak dinaikin kelas waktu itu. Tapi kalau di sini (Jakarta), zaman berubah," ujar mantan Bupati Belitung Timur ini.
Maka, ia menilai ketika anak-anak melakukan kenakalan, orangtua seharusnya memberi hukuman. Agar si anak tau, apa yang ia lakukan salah. Namun, kebanyakan orangtua sekarang ini, terlebih di kota metropolitan dengan kemampuan keuangan yang mapan, tidak berani menindak tegas anak-anaknya. Bahkan, ada yang berusaha menutupi kesalahan anaknya dengan menggunakan uang.
"Ketika anak nakal, harus dihukum. Kita jewer anak-anak pulang karena main air di jalan. Bukan kita tidak sayang. Tapi supaya anak itu jadi orang. Yang terjadi di kita, kita terlalu takut bertindak. Kita tanpa sadar merusak anak. Kamu tawuran tidak dihukum, kamu balik ke sekolah, kamu naik pangkat itu. Orang takut sama kamu, anggap kamu jagoan baru. Nah, jadi musti dihukum," tegas Ahok. (Sss)
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pun menyayangkan tindakan orangtua yang berusaha 'melindungi' kesalahan anak-anaknya dengan pemberian komisi kepada pihak sekolah.
"Terlalu banyak komisi-komisi. Terlalu banyak pengacara hebat. Dikit-dikit mau nuntut balik. Orangtua yang seperti itu bukan sayang anak, tapi mau hancurkan masa depan anak," ujar pria yang akrab disapa Ahok ini di Sekolah Asisi, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (23/11/2013).
Ia mengisahkan adik perempuannya saat duduk di kelas 3 Sekolah Dasar sempat tidak naik kelas karena tawuran. Padahal saat itu, keluarga Ahok dikenal cukup mampu secara finansial. Tetapi, orangtuanya tidak berusaha meringankan sanksi untuk adiknya. Terbukti, akhirnya adik perempuan Ahok dapat menyelesaikan pendidikannya hingga mendapat gelar bergengsi di perguruan tinggi luar negeri.
"Adik perempuan saya kelas 3 SD tawuran, gurunya kasih tidak naik kelas. Tapi adik saya akhirnya bisa selesaikan pendidikannya. Kalau waktu itu dia dibantu, jadi manja. Terus bayangin, anak orang mampu aja tidak dinaikin kelas waktu itu. Tapi kalau di sini (Jakarta), zaman berubah," ujar mantan Bupati Belitung Timur ini.
Maka, ia menilai ketika anak-anak melakukan kenakalan, orangtua seharusnya memberi hukuman. Agar si anak tau, apa yang ia lakukan salah. Namun, kebanyakan orangtua sekarang ini, terlebih di kota metropolitan dengan kemampuan keuangan yang mapan, tidak berani menindak tegas anak-anaknya. Bahkan, ada yang berusaha menutupi kesalahan anaknya dengan menggunakan uang.
"Ketika anak nakal, harus dihukum. Kita jewer anak-anak pulang karena main air di jalan. Bukan kita tidak sayang. Tapi supaya anak itu jadi orang. Yang terjadi di kita, kita terlalu takut bertindak. Kita tanpa sadar merusak anak. Kamu tawuran tidak dihukum, kamu balik ke sekolah, kamu naik pangkat itu. Orang takut sama kamu, anggap kamu jagoan baru. Nah, jadi musti dihukum," tegas Ahok. (Sss)